Domin Dhamayanti: Perjuangan untuk Hak-Hak Pekerja Perempuan

Aktivis hak-hak perempuan Domin Dhamayanti, di kantor Lembaga Solidaritas Buruh Surabaya, Indonesia. (dok. Aliansi Pangan Laut Berkelanjutan Indonesia/Adrian Mulya)

Jakarta, Villagerspost.com – Jutaan petani dan pekerja yang menghasilkan makanan yang kita semua makan dipaksa bekerja berjam-jam dalam kondisi yang tidak manusiawi. Beban ketidakadilan, kebanyakan terjadi pada perempuan, yang menghadapi diskriminasi, dibayar lebih rendah daripada laki-laki dan ditolak hak asasi manusia dan hukum yang mendasar. Situasi yang tidak adil ini menggerakkan, Domin Dhamayanti, untuk terjun memperjuangkan hak-hak pekerja perempuan, khususnya di sektor makanan laut Indonesia.

Domin adalah Direktur Institut Sosial Buruh Surabaya (ISBS), yang telah lama berjuang mengadvokasi hak-hak buruh, khususnya buruh perempuan. Dia memperjuangkan hak kaum buruh perempuan dari sebuah kantor kecil dengan, ruang terang dan berwarna-warni dengan kursi kuning kecil, buku, dan dipenuhi nyanyian anak-anak.

Maklum, kantor Domin juga berfungsi sebagai pusat penitipan anak, di mana para pekerja perempuan membawa anak-anak mereka sebelum giliran kerja mereka di salah satu pabrik makanan laut utama di kota Surabaya, Jawa Timur.

Namun dari ruangan itulah terbangunnya hubungan kepercayaan dengan para pekerja dimulai. “Perusahaan makanan laut yang besar di sini sangat kuat. Tapi kami memiliki keyakinan perempuan, dan mereka tidak punya orang lain. Tidak mungkin kami menyerah,” saat ditemui beberapa waktu lalu.

Dia berbicara dengan lembut, tetapi dengan semangat dan komitmen yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Setelah menghabiskan lebih dari 14 tahun bekerja untuk meningkatkan hak-hak pekerja di Indonesia, Domin menjelaskan, tanpa rasa ironi dalam suaranya, bahwa makanan favoritnya adalah sayuran dan makanan laut. “Terutama udang! Aku bersungguh-sungguh!”

Komitmennya terhadap gerakan buruh ada dalam darahnya. Tumbuh dalam keluarga pekerja di sektor jasa, dia melihat secara langsung kondisi yang mereka hadapi–dan seperti yang dia katakan, ini tidak biasa. “Hampir semua orang di Indonesia adalah pekerja atau berhubungan dengan mereka,” ujarnya.

Domin mencantumkan contoh-contoh di mana para pekerja telah berhasil membela hak-hak mereka. Kampanye untuk hak pekerja untuk mengambil tindakan kolektif pada merek terkenal seperti Puma, Nike, dan Adidas menunjukkan bahwa hal-hal dapat berubah untuk meningkatkan kehidupan pekerja dalam rantai pasok sebuah produk.

“Tidak ada yang salah dengan menjadi pekerja, apa yang salah adalah ketika hak pekerja diambil. Ketika hak diambil, akan tercabut juga kemampuan untuk menjalani kehidupan yang bermartabat,” jelas Domin.

Dia berbicara sebagai pemimpin ISBS yang mendukung pekerja untuk memahami dan mengkampanyekan hak-hak mereka. Dorongannya berasal dari pengalaman hidupnya–pada usia muda, ia merasa terdorong untuk terlibat dan mulai tinggal di rumah kos dengan pekerja untuk melihat kondisi yang mereka hadapi setiap hari.

Budi, 28, pekerja perempuan di industri pengolahan udang Indonesia, menjadi salah satu contoh ironi yang terjadi di sektor itu. Untuk mendapatkan upah minimum, Budi sering melewatkan istirahat makan siang dan ke toilet dan bekerja lembur tanpa dibayar dari hari ke hari, hanya agar bisa memenuhi targetnya untuk mengupas udang dalam jumlah yang ditentukan perusahaan.

Domin menjelaskan beberapa tantangan terbesar yang dihadapi banyak pekerja perempuan. “Pekerja perempuan di Indonesia berada di posisi yang paling rentan. Para pekerja perempuan cenderung mendapatkan upah yang lebih rendah dan dikeluarkan dari program kesehatan dan asuransi pemerintah,” kata Domin.

Dalam hal kesejahteraan, perempuan yang bekerja di sektor makanan laut sangat terkonsentrasi di kondisi terburuk, dengan keamanan kerja yang sangat sedikit dan perlindungan kesehatan, fisik dan psikologis yang tidak memadai. Seringkali, mereka tidak memiliki cuti hamil, yang berarti mereka harus kembali bekerja segera setelah melahirkan dan harus berhenti menyusui.

Kadang-kadang mereka tidak dapat mengganti pembalut wanita (jika mereka dapat membelinya sama sekali), selama shift mereka. Mereka tidak selalu memiliki alat pelindung yang tepat ketika menangani bahan kimia berbahaya. Partisipasi aktif pekerja perempuan dalam serikat pekerja juga rendah.

Inilah sebabnya mengapa ISBS organisasi yang dipimpinnya ini bergabung menjadi bagian dari Sustainable Seafood Alliance Indonesia, sebuah organisasi yang telah bekerja dengan para pekerja di industri makanan laut untuk mengkampanyekan hak-hak mereka.

Domin dan timnya telah mendedikasikan hidup mereka untuk mencapai perubahan. “Salah satu prinsip dasar pengorganisasian adalah mendengarkan. Sungguh menakjubkan melihat apa yang bisa terjadi ketika pekerja membangun komunitas dan mencoba melakukan perubahan bersama,” katanya.

“Kami menyebut komunitas ini ‘Perempuan yang Menginspirasi’. Kami menciptakan ruang bagi para pekerja untuk memberi tahu anda sebanyak mungkin, karena pekerja, terutama perempuan, memiliki banyak pikiran dan mereka harus berbagi dan mengerjakan semuanya. Ini bisa terjadi dalam banyak car, dengan percakapan santai, menyanyi, menggambar, menari. Kami melihat bahwa pada akhirnya mereka menjadi lebih percaya diri, dan menyadari bahwa mereka memiliki komunitas. Lalu kami mulai berbicara tentang pekerjaan, dan bersama-sama kami mengatasi masalah dan bagaimana kami dapat mengubahnya,” papar Domin.

Terkadang, percakapan adalah semua yang diperlukan untuk memulai perubahan. Domin melanjutkan dengan menjelaskan bagaimana ISBS memastikan semua yang dilakukannya adalah untuk kepentingan para pekerja. “Dalam organisasi kami, nilai yang paling penting adalah solidaritas dan bahwa semua manusia harus hidup bermartabat,” tegas Domin

Dia dengan tegas menyatakan, menjaga pekerja harus menjadi prioritas untuk bisnis. “Kami juga membantu pekerja memahami bahwa hidup mereka lebih penting daripada uang, yang berarti semua yang dilakukan di dunia bisnis harus mempertimbangkan hak asasi manusia,” ujarnya.

Dan dia tidak akan menyerah tanpa perlawanan. “Terlepas dari risiko berbicara, saya telah mengetahui solidaritas nyata dari orang-orang yang saya bekerja bersama, dan tidak ada pertanyaan dalam pikiran saya tentang melanjutkan pertarungan ini,” pungkasnya.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.