DPR Tolak Impor Daging Kerbau

Ternak kerbau milik masyarakat (dok pertanian.go.id)
Ternak kerbau milik masyarakat (dok pertanian.go.id)

Jakarta, Villagerspost.com – Anggota Komisi IV DPR Firman Soebagyo menegaskan, pihaknya tidak sepakat dengan rencana pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian untuk melakukan impor daging kerbau dari India. Alasan dilakukannya impor daging kerbau itu adalah sebagai langkah strategis agar daging sapi yang masih mahal yaitu di sekitar Rp100.000 per kilogram, segera turun di bawah Rp80.000 per kilogram.

Firman mengatakan, rencana itu tidak tepat karena bertentangan dengan budaya konsumen di Indonesia. Menurutnya, masyarakat selama ini lebih menikmati konsumsi daging sapi bila dibandingkan daging kerbau. Karena itulah dia menolak tegas rencana impor daging kerbau tersebut.

“Jika pemerintah ingin melakukan impor daging kerbau, harus betul-betul memenuhi sesuai mekanisme aturan yang ada. Selain itu, masyarakat Indonesia tidak biasa dengan makan daging kerbau. Budayanya kita bukan budaya makan daging kerbau tapi makan daging sapi,” kata Firman di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (15/7).

(Baca juga: Harga Daging Dipaksa Turun, Peternak Terancam Mati)

Jika alasan impor adalah untuk menekan harga daging sapi hingga di bawah Rp80 ribu per kilogram, Firman meminta, sebaiknya pemerintah membatalkan rencana itu. Kebijakan itu, menurut dia akan mubazir, karena struktur pasar niaga daging di Indonesia berbeda dengan Malaysia. Pemerintah memang berencana mengubah pasar Indonesia menjadi seperti Malaysia dimana daging kerbau menjadi elemen konsumsi yang bisa menyetabilkan harga daging.

“Pemerintah selama ini tetap saja tak mempertimbangkan terhadap nasib para peternak-peternak lokal. Karena pada akhirnya nanti, ada pemaksaan kehendak dari pemerintah terhadap masyarakat yang terbiasa makan daging sapi untuk mengosumsi daging kerbau. Toh, nanti mau tidak mau, suka tidak suka harus membeli daging kerbau,” terangnya.

Firman mengatakan, jika Kementan tetap memaksa melakukan impor daging kerbau tanpa mempertimbangkan faktor sosiologi ekonomi penghasilan masyarakat di sejumlah daerah, maka yang pertama dirugikan dari kebijakan itu adalah masyarakat yang masih menggantungkan hidupnya pada sektor peternakan.

“Tentunya, kebijakan ini akan mematikan posisi penghasilan petani lokal. Ini tak boleh dilanjutkan, karena ini siasat saja dari Kementan. Oleh karena itu kenapa pemerintah terlalu terlampau terburu-buru menyampaikan statemen menjungkir-balikan harga di bawah Rp80.000 per kilogram?” tanyanya.

Karena itu, dia mengusulkan, sebelum pemerintah mengeluarkan sebuah kebijakan sebaiknya mempertimbangkan untung ruginya. Apalagi kebijakan itu bersentuhan langsung dengan dapur rakyat kecil. “Saya meminta pemerintah, sebelum menyampaikan kebijakan ke publik seharus dilakukan hitung-hitung dulu secara teknis, mungkinkah hal itu dilakukan? Jangan sampai hanya mengatakan, bisa-bisa, dan bisa tapi kenyataannya di lapangan tak bisa. Ini akan mengecewakan rakyat,” ujarnya. (*)

Ikuti informasi terkait impor daging >> di sini <<

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.