Greenpeace: Badan Restorasi Gambut Perlu Dukungan Banyak Pihak

Presiden Joko Widodo mengumumkan pembentukan badan restorasi gambut di Istana Negara (dok. setkab.go.id)
Presiden Joko Widodo mengumumkan pembentukan badan restorasi gambut di Istana Negara (dok. setkab.go.id)

Jakarta, Villagerspost.com – Presiden Joko Widodo Badan Restorasi Gambut atau disingkat BRG melalui Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2016, yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 6 Januari lalu. BRG dibentuk untuk memulihkan kembaliĀ  lahan dan hutan yang terbakar setiap tahunnya di beberapa provinsi di Indonesia. Presiden Joko Widodo juga sudah menunjuk mantan Direktur Eksekutif WWF Indonesia Nazir Foead untuk mengepalai BRG.

Penunjukan aktivis lingkungan seperti Nazir Foead untuk mengepalai BRG ini disambut baik oleh Greenpeace. Organisasi pembela lingkungan hidup ini berharap, jika pemerintah memperkuat kebijakan perlindungan gambut yang saat ini tengah diperbaiki, maka pengangkatan Nazir diharapkan akan efektif dalam mewujudkan perlindungan total gambut.

“Pembentukan Badan Restorasi Gambut adalah langkah awal yang bagus. Namun badan ini akan efektif dan sukses melindungi ekosistem gambut dengan melibatkan masyarakat dengan membuka akses publik terhadap data-data kehutanan yang selama ini tertutup,” kata Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia Teguh Surya, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Jumat (15/1).

Teguh mengatakan, pembukaan gambut untuk perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri merupakan akar masalah krisis kebakaran dan asap selama bertahun-tahun. Persoalan ini telah menyebabkan kerugian ekonomi Indonesia mencapai US$16 juta serta kesehatan jutaan masyarakat di kawasan asia tenggara.

Akar masalah ini sudah disadari oleh pemerintah. Pada Oktober tahun lalu Presiden Joko Widodo mengeluarkan instruksi terkait antisipasi kebakaran hutan dengan tidak memberi izin lagi pembukaan gambut melalui Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Peningkatan Pengendalian Karhutla.

Bulan berikutnya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga mengeluarkan instruksi formal kepada seluruh perusahaan perkebunan memerintahkan mereka untuk menghentikan rencana ekspansi ke lahan-lahan gambut. Pihak KLHUK menerbitkan Intruksi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor S.494/MENLHK-PHPL/2015 Tanggal 3 November 2015 tentang Pengelolaan Lahan Gambut dan Instruksi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.661/Menlhk-Setjen/Rokum/2015 Tanggal 5 November 2015.

“Presiden Joko Widodo telah melakukan aksi yang besar dan tepat dalam mengatasi kerusakan gambut yakni dengan membasahi kembali gambut melalui sekat kanal, melindungi gambut dengan moratorium dan penerbitan peraturan pemerintah No,71/2014,” kata Teguh.

Namun upaya ini gagal karena tidak ada penguatan peraturan, rencana tindak lanjut yang terkoordinasi dan masif. “Dan mengingat Badan Restorasi Gambut ini memiliki keterbatasan wewenang, maka pemerintah dan jajarannya harus bekerjasama memberikan dukungan penuh termasuk koordinasi dan aksi nyata di tingkat daerah,” lanjut Teguh.

Dalam Perpres No. 1 tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut disebutkan bahwa target restorasi hanya seluas 2 juta hektare hingga tahun 2020. Target ini masih jauh di bawah luasan gambut rusak yang juga seharusnya turut dipetakan dan direstorasi oleh pemerintah.

“Pencegahan kebakaran secara permanen akan efektif jika restorasi gambut dilakukan di seluruh kawasan yang rusak tidak hanya terbatas pada 2 juta hektare, dengan target waktu dan indikator yang jelas,” tambah Teguh.

Sebelumnya Presiden Jokowi sendiri menegaskan, Nazir Foead memiliki kompetensi, pengalaman dalam melakukan restorasi hutan dan gambut. “Terutama kemampuan untuk koordinasikan dengan kementerian lembaga dan jejaring lembaga internasional,” kata Jokowi.

Jokowi pun menugaskan BRG untuk segera membuat rencana aksi dan melaksanakannya. Upaya ini adalah untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia serius untuk mengatasi kerusakan gambut.

Terkait hal ini, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengemukakan, BRG adalah badan non struktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. BRG, lanjut Siti, menjalankan fungsi-fungsi pelaksanaan koordinasi dan penguatan kebijakan pelaksanaan restorasi gambut.

Selain itu BRG juga melakukan perencanaan pengendalian dan kerja sama penyelenggaraan restorasi gambut, pemetaan dan penetapan zonasi lindung dan fungsi budi daya, pelaksanaan konstruksi infrastruktur pembatasan gambut dan segala perlengkapannya, penataan ulang pengelolaan area gambut yang terbakar.

“Pelaksanaan sosialisasi dan edukasi, dalam rangka restorasi gambut, pelaksanaan supervisi dan pemeliharaan infrastruktur di lahan konversi dan pelaksanaan fungsi lain yang diberikan Bapak Presiden,” kata Siti.

Struktur organisasi BRG sendiri terdiri dari Kepala, Sekretariat Badan dan 4 Deputi. “Dalam melaksanakan tugas, BRG didukung tim pengarah teknis dan kelompok ahli. Pengarah teknis adalah para gubernur yang terlibat, serta para deputi dan dirjen yang relevansi tugasnya masuk di sini,” kata Siti.

Sedangkan kelompok ahli berasal dari perguruan tinggi, lembaga penelitian, profesional, dan masyarakat. “BRG masa tugasnya sampai 31 Desember 2020,” ujar Presiden Jokowi. BRG akan memulai restorasi gambut di Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Kabupaten Musi Banyuasin, dan Kabupaten Meranti.

Staf Khusus Presiden Johan Budi mengatakan bahwa latar belakang BRG dibentuk adalah dampak dari kebakaran lahan dan hutan, sehingga dirasa perlu membentuk badan restorasi agar bisa dipulihkan, mengingat luas yang akan dipulihkan sekitar 2 juta hektare. “Diharapkan dengan adanya badan ini, bisa pulih. Diprediksikan akan kembali seperti semula sekitar 5 tahun,” kata Johan. (*)

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.