Habis Klaim Surplus, Terbitlah Impor Jagung

Produk jagung hasil petani dalam negeri (bkpd. jabarprov.go.id)

Jakarta, Villagerspost.com – Di jaman kiwari, teori ekonomi memang bisa jadi sudah banyak berubah. Misalnya, dalam hal produksi pangan, surplus produksi pangan belum tentu berkolerasi positif dengan penurunan harga, apalagi menutup keran impor. Contoh paling nyata adalah dalam masalah beras dan jagung.

Terkait beras, pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian, mengklaim mengalami surplus, hingga 10 juta ton. Namun di lapangan harga beras ternyata tak juga turun, malah cenderung terkerek naik, sehingga pemerintah akhirnya memutuskan untuk mengimpor beras sebanyak 2 juta ton, alasannya menjaga harga beras di pasar agar tak naik.

Kini logika yang agaknya sedikit jungkir balik ini juga terjadi pada komoditas jagung. Belum lama ini, Kementerian Pertanian mengklaim mengalami surplus produksi jagung hingga nyaris mencapai 15 juta ton. “Produksi jagung itu 2017 diperkirakan sampai akhir tahun 30,05 juta ton pipilan kering. Sedangkan konsumsi itu 15,56 juta ton jadi masih ada surplus,” kata Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Gatot Irianto, awal Oktober lalu.

Anehnya, harga jagung untuk pakan ternak di pasaran justru merangkak naik alih-alih turun karena adanya kelebihan produksi. Harga jagung melonjak hingga ke angka di atas Rp4000 per kilogram. Semakin aneh, jika kemudian, seperti yang diputuskan dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta, Jumat (2/11), pemerintah justru akan mengimpor jagung sebanyak 50 ribu hingga 100 ribu ton.

Alasan mengimpor pun agak-agak kurang bisa dicerna logika–jika memang benar ada surplus produksi–yaitu karena harga jagung yang tinggi. “Jagung kan mahal nih, supaya biar terjangkau misalnya harganya sampai Rp 4.000 per kg kan sesuai HPP maka diintervensi,” kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian Ketut Diarmita, usai rapat tersebut.

Hal yang sama ditegaskan Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Amran mengatakan, pemerintah menjaga harga jagung karena saat ini ada pergeseran di mana perusahaan biasanya mengimpor gandum untuk ternak, kini membeli jagung dari petani.

“Ada pergeseran perusahaan-perusahaan tertentu membeli jagung ke petani. Sehingga, harga naik. Insya Allah dalam waktu dekat kita atasi. Kemudian kita tahu masalah jagung dulu kita impor 3,5 juta ton, hari ini ekspor 370 ribu ton sampai hari ini,” katanya.

Dia juga mengatakan, impor jagung dilakukan untuk memenuhi kebutuhan peternak kecil. “Peternak sudah siapkan carikan jagung bagaimana caranya peternak kecil kita harus perhatikan mereka,” ujarnya.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution juga mengakui keran impor dibuka karena ada kenaikan harga jagung. “Ya jadi jagung itu harganya kan naik, padahal itu diperlukan, dan Menteri Pertanian mengusulkan kita impor dan perlu cepat,” kata Darmin.

Dia mengatakan, jagung ini ditujukan untuk pengusaha kecil dan menengah yang beternak ayam petelur. “Perusahaan peternakan kecil menengah, peternakan telur bukan pedaging. Kalau pedaging hasil industri. Kalau telur bikin sendiri,” jelasnya.

Untuk impor jagung ini sendiri, Kementerian BUMN akan memberikan penugasan kepada Perum Bulog. Namun, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso justru tak nampak antusias membahas masalah ini. “Hanya bicara menyikapi kebutuhan jagung petani itu saja,” kata dia menjawab pertanyaan wartawan.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.