Kementan-Kemendag Kurang Sinergi, Lonjakan Harga Kebutuhan Pokok Terjadi

Inspeksi mendadak mengecek harga kebutuhan pokok di pasar tradisional (dok. jogjaprov.go.id)
Inspeksi mendadak mengecek harga kebutuhan pokok di pasar tradisional (dok. jogjaprov.go.id)

Jakarta, Villagerspost.com – Pengamat komunikasi politik yang juga juru bicara Lembaga Survei Kedai Kopi Hendri Satrio mengatakan, Kementerian Pertanian harus membangun komunikasi dan sinergi yang baik dengan Kementerian Perdagangan. Tujuannya, kata dia, agar kedua kementerian bisa bahu membahu menurunkan harga kebutuhan pokok.

Hendri menilai, kerja Kementerian Pertanian yang mampu mencapai surplus neraca perdagangan di sektor perkebunan sepanjang tahun 2015 perlu diapresiasi. “Ini menunjukkan Kementan punya orientasi ekspor, namun memang harus berkoordinasi dengan Menteri Perdagangan sehingga bisa menurunkan harga kebutuhan pokok,” katanya dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Minggu (8/2).

Komoditas perkebunan merupakan andalan ekspor Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) perideo Januari-November 2015 menunjukkan neraca perdagangan subsektor perkebunan surplus sebesar Rp290,7 triliun. (Baca Juga: Jokowi Minta Mentan dan Mendag Jaga Stabilitas Harga Pangan)

Surplus ini mampu menutupi defisit neraca perdagangan subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan. Dengan demikian, subsektor ini mampu menyumbangkan neraca perdagangan pertanian total 2015 menjadi surplus Rp168,9 triliun.

Hanya saja, akibat gejolak harga dan krisis global tahun 2015, turut berdampak pada menurunnya kinerja ekspor perkebunan. Alhasil, surplus neraca perdagangan perkebunan 2015 menurun dibandingkan 2014.

Komoditas yang terkena dampak paling berat akibat krisis global adalah kelapa sawit dan karet. Harga rerata ekspor sawit tahun 2015 sebesar US$0,53/kg turun dibandingkan 2014 sebesar US$0,70 /kg sehingga walaupun volume ekspor kelapa sawit 2015 naik 16,0% dibandingkan 2014, nilai ekspornya menurun 11,3%. Demikian juga rerata harga ekspor karet tahun 2015 sebesar US$1,41/kg menurun dibandingkan 2014 sebesar US$1,81/kg, sehingga meskipun volume ekspor karet naik 0,26%, nilai ekspornya menurun 22,0%.

Gejolak harga juga berpengaruh pada Nilai Tukar Petani (NTP). Walaupun indikator kesejahteraan petani dari NTP dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) secara keseluruhan meningkat, krisis global berdampak nyata terhadap kinerja ekspor perkebunan sehingga NTP dan NTUP Pekebunan Rakyat menurun. Pada 2015, NTP Perkebunan Rakyat turun 4,12 dan NTUP Perkebunan Rakyat turun 2,14 (sumber: BPS tahun 2016).

Penurunan harga ekspor yang tajam telah memukul income dari 5,8 juta petani kelapa sawit dan 11,5 juta petani karet sehingga tergelincir pada garis kemiskinan. Penurunan harga ekspor sawit Rp1.245/kg, maka petani sawit menderita kerugian Rp38,4 triliun.

Demikian juga harga ekspor karet turun Rp2.685/kg, maka petani karet merugi Rp8,8 triliun. Produksi kelapa sawit 2015 meningkat 5,4% dan karet 5,3% (angka prognosa 2015) menjadi kurang berdampak pada income petani dan devisa negara, bila pasar ekspor belum ditangani dengan baik.

“Saya yakin Mentan telah bekerja keras memenuhi kualitas dan kuantitas produksi pertanian dan perkebunan kita. Kerja keras ini harus diapresiasi lantaran Mentan tidak hanya berusaha memenuhi kebutuhan dalam negeri, tapi juga berorientasi ekspor,” kata Hendri Satrio.

Sayangnya, menurut dosen Paramadina ini, kerja keras tersebut belum dikomunikasikan dengan baik sehingga jangankan dimengerti rakyat, koleganya yakni Menteri Perdagangan pun tidak mengerti. “Nah, sebaiknya Menteri Perdagangan koordinasi dan diskusi lagi dengan Mentan sehingga Mendag bisa menyelesaikan tugasnya menurunkan harga kebutuhan pokok dan tidak sibuk buang body lagi,” pungkas Hendri. (*)

Ikuti isu terkait harga kebuthan pokok >> di sini <<   

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.