KNTI: Indonesia Punya Instrumen Perlindungan Nelayan Terlengkap di Dunia

Nelayan melaut di tengah cuaca buruk (dok. knti)
Nelayan melaut di tengah cuaca buruk (dok. knti)

Jakarta, Villagerspost.com – Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) memberikan apresiasi kepada DPR RI dan pemerintah yang telah mengesahkan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam menjadi Undang -Undang (UU). UU tersebut disahkan pada Sidang Paripurna DPR RI, Selasa (15/3).

“Indonesia telah menjadi pelopor dari negara-negara di dunia untuk mengoperasionalisasikan instrumen perlindungan nelayan ke dalam kebijakan domestiknya. UU ini sekaligus menjadi salah satu pilar penting mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia” kata Wasekjen Dewan Pengurus Pusat (DPP) KNTI Niko Amrullah, Rabu (16/3).

(Baca Juga: UU Perlindungan Nelayan Tanpa Pengakuan Perempuan Nelayan)

Faktanya, lanjut Niko, upaya negara meningkatkan kesejahteraan nelayan kerap terhadang ketidakpastian hukum. Mulai dari jaminan perlindungan wilayah penangkapan ikan, perlindungan usaha, permodalan, hingga jaminan risiko jiwa, khususnya bagi pelaku usaha kecil dan tradisional.

“UU Perlindungan Nelayan telah menjawab kebutuhan akan kepastian hukum bagi nelayan tradisional. Maka ke depan, tidak lagi ada menteri maupun kepala daerah yang abai terhadap prioritas kesejahteaan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam. Ketiganya tidak boleh lagi menjadi warga kelas dua,” kata dia.

Niko menambahkan bahwa ada dua terobosan penting dalam UU tersebut. Pertama, istilah nelayan tradisional kini dicantumkan dalam ruang lingkup UU. Hal ini akan memberikan legitimasi bahwa tujuan akhir dari pengelolaan perikanan tidak sekedar ekonomi, lebih dari itu adalah untuk keberlanjutan kesejahteraan dan keberadaban bangsa.

Kedua, jaminan perlindungan sosial yang berupa asuransi perikanan dan asuransi pergaraman, termasuk kaitannya dengan mencegah importasi garam, yang dalam prakteknya selama ini dilakukan sewenang wenang oleh kementerian perdagangan tanpa meminta pertimbangan dari Kementerian teknis.

” UU  ini sekaligus menyebut definisi yang termasuk nelayan kecil adalah nelayan dengan bobot kapal hingga 10 GT, padahal di dalam UU Perikanan disebutkan hingga bobot kapal 5 GT. Dengan demikian,  proporsi nelayan kecil dapat bertambah menjadi  95,54 % atau 614.410 armada. Dengan begitu kontribusi nelayan kecil terhadap pemenuhan kebutuhan pangan domestik dipastikan juga meningkat,” pungkas Niko. (*)

Ikuti informasi terkait UU Perlindungan Nelayan >> di sini <<

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.