Budidaya Padi IPB 9G di Bawah Tegakan di Lahan Kering
|
Oleh: Sudargo, Petani dari petani asal Desa Ronggo, Kecamatan Jaken, Pati, Jawa Tengah
Padi varietas IPB 9G bagi saya merupakan salah satu varietas keluaran IPB University Bogor yang penuh misteri. Meski demikian, perlu diakui, varietas ini memiliki keunggulan tertentu sesuai wilayahnya masing. Salah satunya adalah bisa dikembangkan di lahan sawah dan juga di bawah tegakan pohon keras, sehingga cocok bagi petani yang berada di kawasan pinggiran hutan.
Menanam varietas IPB 9G inilah yang saat ini sedang saya coba lakukan, yaitu menanam di bawah tegakan pohon kayu di desa saya yang kebetulan adalah desa yang terletak di pinggiran hutan. Perkenalan saya dengan varietas IPB 9G sendiri dimulai sejak dua tahun lalu.
Ketika itu, saya pernah diberi benih dari Sekretariat Gerakan Petani Nusantara (GPN), yaitu Kang Bayu, atas rekomendasi Ketua GPN yaitu Prof. Dr. Suryo Wiyono, yang juga merupakan guru besar IPB. Saya diberi benih hanya sebanyak 1 kg.
Untuk menguji daya tumbuh benih itu, saya pun melakukan semacam eksperimen yaitu benih yang disebar begitu saja dan tanpa diberikan perlakuan khusus, dan satu lagi saya sebar dan saya berikan perlakuan khusus.
Untuk benih yang tidak saya beri perlakukan khusus, saya mengujinya hanya dengan menyebarkannya begitu saja di lahan milik Perhutani, tanpa saya beri perawatan lebih jauh. Begitulah cara saya menggembleng varietas baru di lahan ekstrem.

Benih yang saya sebar hanya sebanyak kira-kira 6 ons. Benih saya sebar tanpa diberikan pupuk, tanpa perawatan, tanpa perhatian dan kasih sayang.
Sebaliknya, benih yang sama, saya juga sebar dengan perlakuan berbeda. Saya tetap menebarkannya begitu saja di lahan Perhutani, tetapi untuk yang satu ini saya berikan perawatan, disiram, dan diberi pupuk. Penyiraman dilakukan karena saat menanam, kebetulan pas dengan musim kemarau.
Hasil eksperimen ini justru unik–itulah mengapa saya tulis di awal, benih varietas IPB 9G ini merupakan varietas yang penuh misteri– karena, pada benih yang ditanam dengan perawatan yang baik, justru gagal.
Sedangkan, eksperimen serupa dengan sembilan varietas lainnya, justru yang diberi perawatan berhasil panen. Sebaliknya, untuk varietas IPB 9G, yang dirawat justru gagal panen, sementara yang dibiarkan begitu saja bisa panen.
Dan bulir padi yang dihasilkan tanaman yang tidak dirawat ini juga sangat disenangi burung pipit. Untuk eksperimen atau riset lanjutan, saya memilih sisa benih yang disukai burung pipit itu untuk ditangkarkan.

Nah benih inilah yang saya tangkar sampai saat ini dan kita uji coba di lahan kering di bawah naungan atau tegakan pohon jati dan rimba di tengah hutan. Riset menanam padi IPB 9G di bawah tegakan ini tentunya dilakukan dengan seizin pihak Perhutani setempat.
Kita coba mengadu nasibnya si varietas IPB 9G ini di tengah hutan. Sekitar 7 November 2022, kita tanam walaupun saat itu agak telat jika mengikuti pola musim tanam padi pada umumnya, tetapi hal ini memang disengaja untuk melihat hasilnya dibandingkan padi sawah lainnya.
Bisa kita bayangkan ternyata Alhamdulillah sekarang benih varietas IPB 9G yang telat ditanam itu justru sudah menguning bulirnya dan jauh lebih cepat menguning dan tua dari varietas padi lainnya yang ditanam di sawah.
Ini pun tanpa kita rawat seperti layaknya orang bertanam padi pada umumnya. Perawatan hanya sekadarnya yaitu kita pupuk satu kali, karena kita hanya menguji dan mencoba di lahan seluas 650 m2 dari luas yang kita diizinkan sebelumnya yaitu mencapai 1 hektare, karena terbentur waktu dan energi.
Kini hasilnya sudah bisa diketahui, bagaimana ketangguhan dan keunggulan varietas IPB 9G ketika ditanam di lahan kering. Pertama varietas ini merupakan varietas umur pendek, anakan memang lebih sedikit karena yang ditanam juga memang hanya sedikit.
Varietas ini juga diketahui tangguh menghadapi serangan hama, dan lebih cepat keluar bulirnya. Di bawah naungan tegakan pohon besar seperti jati, ternyata varietas ini juga sangat bisa beradaptasi, selain itu varietas ini juga mampu bertahan di lahan ekstrem yaitu kekeringan. (*)