Buruh Tani di Masa Pandemi: Bisa Makan?

Buruh tani merontok padi (said abdullah/krkp)

Oleh: Said Abdullah *)

Bagi Mak Reti, buruh tani yang tidak memiliki sawah, masa panen adalah satu-satunya momen penting untuk menyambung hidup keluarga. Pada masa panen inilah ia dan keluarganya mendapat kesempatan untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya gabah yang nanti diproses jadi beras sehingga bisa menjamin ketersediaan pangan pokok keluarga sampai musim berikutnya.

Dan tentu saja harapan yang setiap panen dikibarkan itu selalu saja tidak jadi kenyataan. Sebagai buruh yang tak bertanah, selayaknya keluarga buruh lainnya di Trisi, Indramayu, hanya ada dua cara untuk mengumpul gabah, ikut derep atau ikut “membantu” panen dan nanti mendapat bagi hasil dari hasil, biasanya 1:6. 6 bagian pemilik sawah, 1 bagian buruh derep.

Sedikit banyaknya hasil yang didapat tergantung seberapa kuat tenaga Mak Reti ngarit padi sehingga siap dirontokkan gabahnya sebagai bentuk kontribusi atau “membantu” panen itu. Semakin kuat semakin banyak yang bisa diarit, semakin besar yang dibawa pulang.

Mak Reti menapis gabah (said abdullah/krkp)

Tapi situasinya saat ini telah berubah, pada beberapa sawah, buruh tani tidak lagi secara bebas bisa ikut derep seperti dulu, hanya yang ikut nandur yang bisa derep. Situasinya makin pelik karena dalam kurun sepuluh tahun terakhir produksi padi fluktuatif akibat gangguan iklim atau serangan hama penyakit yang turut mempengaruhi perolehan bulir gabah buruh tani.

Cara kedua dengan “mengais” sisa-sisa rontokan padi dari mesin perontok. Namanya menapis sisa sudah pasti lebih banyak bulir gabah hampa yang didapat. Sehari paling banyak dapat 10 kg gabah.

Kalau diakumulasikan gabah yang dikumpulkan selama masa panen paling banyak 150 kg. Ketika dikonversi jadi beras hanya sekitar 90 kg. Sementara konsumsi beras 4 orang di rumahnya per hari 1 kg.

Jumlah beras itu sudah pasti tidak akan cukup sampai panen lagi. Maka berhutang adalah penolongnya di saat terjadi pengabaian atas hak hidup layak mereka.

Padahal konstitusi negara ini dengan tegas mengatakan bahwa semua warga negara punya hak yang sama untuk mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Nyatanya buruh tani seperti Mak Reti, bahkan setiap pagi masih harus bertanya: “Apakah hari ini bisa makan?”

*) Penulis adalah Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP)

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.