Jalan Panjang PLN Menerangi Bumi Dipasena

Pembangkit listrik PLN berdiri di gerbang masuk areal tambak Bumi Dipasena (dok. bumi dipasena)

Oleh: Ari Suharso, Petambak Udang Bumi Dipasena Lampung

Menilik ulang cerita listrik PLN masuk ke areal pertambakan Bumi Dipasena sebenarnya cukup menarik. Bermula dari pemadaman arus dari pembangkit listrik swasta milik perusahaan inti akibat konflik horizontal antara petambak plasma dan perusahaan inti sebagai pengelola tambak udang terbesar di Asia Tenggara tersebut pada awal tahun 2011.

Kala itu, para petambak melalui organisasi Perhimpunan Petambak meminta pemerintah menjadi mediator penanganan konflik hingga pengadaan listrik negara agar usaha budidaya udang yang menjadi tumpuan ekonomi ribuan keluarga bisa kembali pulih. Respons cepat tanggap dari pemerintah dikomandoi direktur PLN yang kala itu di jabat oleh Dahlan Iskan membuat jaringan aliran listrik milik negara tersebut sampai di pintu gerbang masuk Bumi Dipasena.

Namun respons cepat PLN kala itu mesti terhenti karna status pengelolaan lahan yang ada di Bumi Dipasena dan konflik horizontal yang belum menentu arahnya. Drama perjuangan rakyat dalam mendorong negara hadir menerangi Bumi Dipasena demi pulihnya ekonomi dan produksi udang nasional kala itu pun tak kalah dahsyatnya.

Di awal tahun 2012 ketika mengetahui kendala terhentinya pembangunan jaringan listrik PLN karna masalah status pengelolaan lahan yang ada, ribuan keluarga petambak nekat menarik kabel jaringan listrik bekas milik perusahaan inti untuk disambungkan menuju pemukiman mereka. Aksi nekat para petambak ini menarik perhatian banyak pihak, karena hampir saja menelan korban jiwa yang tersengat aliran listrik dari jaringan bekas yang tiba-tiba menyala. Bersyukur salah satu petambak tersebut masih selamat meski hingga kini masih mengalami cacat fisik.

Rumah-rumah petambak udang di Bumi Dipasena siap dialiri listrik PLN (dok. bumi dipasena)

Tahun-tahun berlalu persoalan listrik negara untuk Bumi Dipasena yang tersangkut masalah pengelolaan lahan negara oleh swasta terendapkan menjadi rencana. Berbagai macam cara dilakukan oleh para petambak untuk mendorong keberanian pemerintah dalam upaya penyaluran listrik negara ke Bumi Dipasena selalu berakhir dengan pembahasan tentang kondisi status lahan yang ada, hingga akhirnya di penghujung tahun 2017 kebuntuan masalah ini mulai terurai.

Oktober 2017 konflik antara ribuan petambak dengan perusahaan pengelola yang ada di Bumi Dipasena berakhir. Poin-poin kesepakatan damai dan pola bisnis yang baru disusun bersama oleh petambak dan perusahaan, termasuk di dalamnya ada beberapa poin yang menjadi akses masuk bagi PLN untuk bebas berjualan listrik kepada ribuan keluarga di Bumi Dipasena tanpa perlu lagi khawatir tentang kepemilikan hak pengelolaan lahan yang ada.

Memasuki tahun 2018 Gardu induk PLN Dipasena dibangun tak jauh dari pintu gerbang masuk areal pertambakan terbesar di Asia Tenggara tersebut, siap menggantikan fungsi power house milik swasta yang dulu pernah ada. Rangkaian kabel jaringan listrik dan tiang-tiang besi menancap di pinggir tambak-tambak udang tepat bersebelahan dengan tiang beton bekas jaringan listrik milik perusahaan.

Meski masih nampak ruwet dan sarat dengan praktik percaloan, Kwh meter milik PLN kini mulai menempel di dinding asbes rumah-rumah petambak. PLN harus bersiap memberikan layanan terbaik dan dukungan penuh pada para petambak Bumi Dipasena untuk menggenjot produksi udang nasional yang ditargetkan naik 250% pada tahun 2024.

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.