Pendidikan Petani Kecil

Gerakan Nandur Bareng, petani Indramayu, salah satu bentuk pendidikan bagi petani kecil (dok. gerakan nandur bareng)

Oleh: Azwar Hadi Nasution (Praktisi Kelas Literasi Mandailing, Pegiat INAGRI dan Peserta Diskusi Pangan KRKP).

Mengajar, lebih daripada pekerjaan-pekerjaan lainnya, telah mengalami transformasi lebih dari dua ratus tahun, dari suatu profesi kecil, dengan keahlian yang tinggi dan hanya dimiliki segelintir orang, menjadi suatu bidang jasa umum yang besar dan penting. Dari kelas yang sangat terhormat, dengan mengajarkan hal yang diyakini hingga menjadi memaksakan keyakinan.

Dahulu, seorang guru diharapkan memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan istimewa, yang kata-katanya patut didengarkan (bernard Russel,1988). Kini, ruang kelas tumbuh dimana-mana, penyelenggaraan pendidikan diselenggarakan dengan masif, namun kritik terhadap pendidikan semakin gencar dan tajam. Pendek kata ungkapan bahwa pendidikan bak menara gading semakin terbukti.

Pendidikan (bukan) Industrial

Pendidikan siap bekerja dialamatkan untuk melayani industri dan perkantoran belaka. Seolah tanpa bekerja di industri peserta didik telah gagal. Proses pelamaran kerja juga berdasarkan ketersediaan lapangan kerja industri dan perkantoran. Dengan demikian, pendidikan harus klop dan pas dengan kebutuhan pekerjaan industri, padahal dana penyelenggaraan pendidikan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sehinga harus melayani semua sektor, termasuk pertanian.

Visi besar pendidikan juga didorong untuk berkolaborasi dengan industri, ini tidak salah asal mampu mentransformasi ide baru bukan dengan melanjutkan pekerjaan industri tapi melahirkan industri baru. Otomatisasi, globalisasi, dan peningkatan keterampilan telah mendorong restrukturisasi ekonomi besar-besaran. Peringatan dini tentang kecerdasan buatan (artificial intelligence) adalah teknologi digital akan menggantikan manusia, menggantikan tenaga kerja yang sedang kita siapkan di bangku perguruan tinggi.

Transformasi Pengajaran

Transformasi pengajaran yang menarik bukan hanya tentang era distruptif 4.0 tapi transformasi pengajaran yang diselenggarakan oleh petani kecil. Program pendidikan pertanian agroekologi sesama petani (Campesino-to-Campesino Agroecology Movement /MACAC) bukan hanya meningkat produksi petani kecil tapi melahirkan kesadaran baru tentang pendidikan petani, organisasi tani, reforma agraria dan managemen lahan.

MACAC ini diinisiasi oleh ANAP sebuah organisasi petani kecil di Kuba dan La Via Campesina (jaringan organisasi petani kecil di internasional). Para petani kecil didekonstruksi tentang makna bertani yang selama ini ia geluti, petani dididik di ruang praktek bertani, diminta mengerjakan hal baru, lalu merefleksikan tentang sistem pertanian yang baru. Para pengajarnya adalah petani yang lebih dulu berpraktik.

Komunikasi yang terjadi dua arah, saling berbagi pengalaman, tanpa doktrin, faktual dan solutif. Pola pendidikan semacam ini disebut sebagai pendidikan peradaban oleh Bernard Russel. Pendidikan peradaban adalah pendidikan yang membela peradaban tanpa rasa takut, ketundukan, kepatuhan buta atas sesuatu yang belum diyakini sebagai kebenaran dan meyakini diri sendiri berharga.

Pendidikan Petani Kecil

Film Bisa Dewek (2007) adalah dokumenter yang baik tentang proses pendidikan petani kecil. Pola pendidikan yang bertujuan supaya petani mampu mengerjakan sendiri tidak bergantung pihak luar. Pendidikan petani kecil adalah pendidikan mencoba dan pola yang dibutuhkan adalah induktif dan vokasional. Kurikulum petani disusun berdasarkan eksperimen petani yang reflektif.

Kelas belajar petani adalah lahan dan ruang percobaan bagi petani adalah interaksi ekosistem. Pengetahun tradisional yang dimiliki petani direvitalisasi, “diilmiahkan” bukan dimasukkan kategori ilmu usang. Pendidikan petani untuk menghasilkan ilmu pengetahuan sebagai budaya yang diturunkan lintas generasi bukan sekedar ilmu pertanian sebagai penghasil komoditas yang diperdagangkan (nir-budaya).

Memajukan pendidikan petani kecil sesungguhnya memajukan produksi pangan. Pendidikan petani kecil untuk benih sudah mampu menghasilkan varietas sendiri. Saat ini sudah beredar 7 varietas petani yang beredar di kalangan petani, dan akan lahir ratusan varietas baru yang dirakit sendiri oleh petani, tentu ini kemajuan yang sangat berari bagi gerakan pertanian. belajar dari MACAC, pendidikan petani kecil mampu meningkatkan produktifitas petani hingga 50% dalam periode 1975-1989 (Rosset,2011).

Gerakan Pendidikan Petani Kecil

Gerakan Nandur bareng benih karya petani kecil yang sedang berlangsung di Indramayu (Januari-April 2019) menjadi kajian sosiologi yang menarik. Ratusan benih padi karya petani kecil ditanam untuk dievaluasi sendiri oleh petani. Petani bangkit untuk menjadi hakim atas dirinya sendiri dan berdaulat menentukan varietas yang tumbuh di lahannya.

Peserta gerakan yang terdiri dari berbagai petani lintas provinsi saling berbagi informasi keunggulan varietasnya, tanpa merasa “kecut” hati bila ditemukan sesuatu yang belum diinginkan petani lain. Varietas hanya simbol belaka, yang ingin dipertontonkan ke khalayak ramai adalah ilmu pengetahuan tentang pemuliaan tanaman sedang menggeliat di petani, sedang menjalar di saung-saung kaum Marhaen.

Gerakan Nandur Bareng mampu mengubah cara mendapatkan benih. Petani menghasilkan sendiri benihnya, mengubah benih komersial menjadi benih yang dihasilkan sendiri dan adaptif terhadap iklim dan ekosistem lokal. Pengetahuan petani mengenai pemuliaan tanaman bertambah, petani mengoleksi benih lokal sebagai indukan, mendapat keuntungan dari pembenihan dan menjadikannya menjadi gerakan yang berkelanjutan.

Gerakan ini sangat sederhana untuk direplikasi di tempat lain. Gerakan semacam inilah yang mampu mengangkat ANAP di Kuba untuk merevolusi total sistem pertaniannya yang sangat bergantung ke Amerika dengan menghasilkan pangan sendiri. Lalu dimanakah posisi perguruan tinggi kita?

Perguruan Tinggi seharusnya menjadi fasilitator gerakan semacam ini. Safari Klinik Tanaman sudah dilakukan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Sekolah Iklim Petani sudah dimiliki Universitas Indonesia (UI). Masih banyak hal lain yang diperlukan di level petani misal: teknologi pengolahan pangan, teknologi produksi pakan, ilmu gizi dan masih banyak lain.

Menara gading akan berubah menjadi “inklusifitas” pendidikan pertanian bila perguruan tinggi mampu “life in” bersama petani (tinggal, diskusi dan berfikir bersama petani). Seorang peraih Nobel tahun 1950 sudah berujar “tujuan pendidik adalah mengembangkan manusia yang bebas dari kemalangan psikologis, manusia-manusia yang tidak bernafsu merampas kebahagiaan orang lain, sebab kebahagiaan mereka sendiri tidak pernah dirampas”. Sudahkah kita menyelenggarakan pendidikan untuk menuju kesana?

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.