Blas Mengganas, Swasembada Beras Terancam Bablas

Diskusi "Penyelamatan Produksi Beras Nasional dari Ledakan Penyakit Blas" yang digelar Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB (dok. villagerspost.com/said abdullah)
Diskusi “Penyelamatan Produksi Beras Nasional dari Ledakan Penyakit Blas” yang digelar Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB (dok. villagerspost.com/said abdullah)

Apa penyebabnya?

Suryo Wiyono mengatakan, secara teori ada beberapa penyebab terjadinya serangan blas. Pertama adalah terkait iklim. Kedua, terkait unsur kimia tanah. Ketiga, teknik budidaya. Dari ketiga faktor itu, kata Suryo, faktor iklim tidak terlalu berpengaruh pada perkembangan blas. Dari penelitian di Maros dan Pekalongan membuktikan, tinggi-rendahnya curah hujan dan perbedaan suhu udara tidak berperan pada tinggi-rendahnya serangan blas.

Sebaliknya, kata Suryo, untuk faktor kedua dan ketiga sangat berpengaruh. “Dari penelitian yang dilakukan terhadap unsur kimia tanah diketahui, serangan blas meningkat pada lahan dengan kandungan nitrogen yang tinggi sementara di sisi lain kekurangan unsur kalium dan silikat,” ujarnya.

Teknik budidaya juga membawa pengaruh signifikan terhadap terjadinya serangan blas. Suryo mengatakan, dari sisi pemupukan penggunaan pupuk secara tidak seimbang, yaitu penggunaan nitrogen yang terlalu tinggi sementara pupuk dengan kandungan kalium dan silikat yang rendah, memicu perkembangan blas. Demikian pula dengan penggunaan herbisida yang berlebihan ternyata bisa memicu perkembangan blas.

Penggunaan herbisida biasa digunakan petani untuk mengendalilkan gulma ternyata berkaitan dengan pertumbuhan blas. Kemudian hal ini diperparah dengan ketidaktahuan petani terhadap gejala serangan blas, sehingga kerap disangka sebagai hama penggerek batang seperti wereng, sehingga mereka melakukan penyemprotan dengan pestisida. “Ini membuat serangan blas justru semakin tinggi,” ujarnya.

Perilaku petani dari teknik budidaya organik ke budidaya dengan menggunakan bahan-bahan kimia, lanjut Suryo, turut menyumbang muncunya serangan blas yang semakin menghebat belakangan ini. Dia membandingkan dengan kondisi ketika melakukan penelitian di Karawang tahun 1991. “Di tahun itu tidak ada blas di Karawang, petani tidak menggunakan herbisida dan fungisida ketika itu. Sekarang, kalau ke sawah di sana pasti ketemu (blas-red) dan di Karawang saat ini 100 persen petani menggunakan fungisida dan herbisida,” terangnya.

Hal ini diakui sendiri oleh Suparyo, seorang petani dari Subang, Jawa Barat. Dia mengatakan, saat ini serangan blas menyebar di wilayah Indramayu, Subang hingga Karawang. Dari hal yang dia pelajari, kata Suparyo, kebanyakan sawah yang terkena serangan blas adalah sawah yang penggunaan unsur nitrogennya berlebihan semantara unsur lain tidak diperhatikan.

“Banyak sawah yang terserang memang kekurangan unsur makro kalium dan juga unsur mikro seperti magnesium, silikat, sulfur, zincum dan lain-lain. Padahal penggunaan unsur hara yang seimbang dari pupuk ini sangat penting,” katanya.

Dia mengatakan, petani sangat membutuhkan informasi mengenai tata cara pemupukan yang baik dan seimbang ini. Dan para petugas penyuluh lapangan diminta untuk memberikan informasi yang lengkap. “Ibarat kata jangan hanya ngasih informasi suruh makan nasi saja, tetapi juga soal 4 sehat 5 sempurnanya. Harap semua yang berkepentingan memberikan informasi yang baik, harus sampai ke tingkat petani, jangan hanya sampai kabupaten,” katanya.

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.