Diframing Brutal, Aliansi Peduli Rakyat Salipolo-Bababinanga Klarifikasi Kompas.com
|
Jakarta, Villagerspost.com – Aliansi Peduli Rakyat Salipolo-Bababinanga, Sulawesi Selatan, mengklarifikasi artikel di kompas.com, karena merasa berita tersebut memframing seolah-olah warga yang melakukan aksi protes terhadap pertambangan di kedua desa tersebut bertindak brutal. “Kompas.com seolah menggambarkan bahwa masyarakat Salipolo sebagai pihak yang pantas disalahkan dan memframing seakan warga penolak tambang brutal,” kata Korwil Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulsel Rizky Arimbi, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Kamis (14/11).
Dengan framing demikian, Rizky mengatakan, masyarakat yang sebenarnya telah menjadi korban akibat pertambangan, kembali menjadi korban akibat pemberitaan yang tidak utuh, tidak berimbang dan sepihak. “Artikel yang dimuat oleh Kompas.com tidak menyertakan narasumber dari pihak terkait lainnya, dalam hal ini masyarakat Desa Salipolo dan Bababinanga sebagai pihak yang menolak adanya pertambangan pasir. Kami menyesalkan Kompas.com hanya mengambil potongan-potongan video yang beredar,” ujarnya.
“Kami memandang pemberitaan tersebut tidak memenuhi kode etik jurnalistik yang menggaris prinsipkan cover both side, independen dari kepentingan tertentu, akurat, jujur, dan benar, serta tidak menyiarkan berita yang menyebabkan konflik antar golongan dan jauh dari subtansi persoalan sehingga tidak menjernihkan keadaan yang sebenarnya. Kompas.com tidak seharusnya mementingkan kecepatan berita, tetapi mengutamakan keakuratan dan seharusnya jurnalis harus benar-benar turun ke lapangan,” papar Rizky.
Ada dua berita yang diprotes warga Salipopo-Bababinanga yaitu pemberritaan tanggal 11 November 2019 dengan judul: “KAPOLSEK BERSIMPUH DI HADAPAN MASSA UNTUK SELAMATKAN PEKERJA YANG DIPUKULI SAAT DEMO TAMBANG“. Berita kedua tanggal yang sama dengan judul: “VIRAL VIDEO KAPOLSEK BERSIMPUH DI HADAPAN MASSA YANG BAWA GOLOK“.
Ada beberapa poin dari pemberitaan itu yang membuat warga Salipopo-Bababinanga keberatan. Pertama, pada alinea ketiga dari judul berita pertama. Berdasarkan fakta lapangan, masyarakat yang melakukan aksi tolak tambang hanya melakukan pembelaan diri terhadap serangan senjata tajam oleh oknum yang diduga sebagai preman suruhan dari pemilik tambang yang mengakibatkan salah seorang warga bernama Hasbullah (55 tahun) mengalami luka tebasan di tangan dan di bagian paha.
Kedua, pada alinea kelima berita pertama, serta pada alinea ketujuh dan kesembilan dari berita kedua. Berdasarkan fakta lapangan tebasan senjata tajam oleh pihak yang diduga preman menyulut kemarahan warga sehingga membalas memukul preman tersebut dengan kayu yang mereka bawa dan preman tersebut mencoba melarikan diri sehingga terjatuh dan dikerumuni oleh warga. Bukan hanya Iptu Akbar, warga yang berada di lokasi pun juga melerai warga yang lainnya agar tidak melukai oknum preman tersebut.
Ketiga, pada alinea kedelapan dari judul berita pertama dan alinea keempat dari judul berita kedua. Warga merasa berita tersebut kurang jelas dan tidak menjelaskan maksud dari warga yang mendatangi lokasi pertambangan. Berdasarkan fakta lapangan, warga Desa Salipolo mendatangi lokasi tambang untuk menghentikan aktivitas pertambangan karena saat ini masih menjadi polemik dan masih dalam proses peninjauan kembali, sehingga warga meminta aktivitas pertambangan dihentikan. Namun saat tiba di lokasi, warga justru dihadang oleh oknum preman dan diserang dengan senjata tajam.
Keempat, pada alinea kesembilan dari judul berita pertama, yang kurang jelas mengenai alasan penolakan warga Salipolo terhadap aktivitas pertambangan di DAS Saddang. Berdasarkan fakta lapangan, warga menolak pertambangan bukan hanya karena pertambangan PT Alam Sumber Rezeki (ASR) yang ilegal, tetapi juga karena pertambangan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Saddang dapat merusak lingkungan dan menyebabkan ruang hidup masyarakat terancam.
Hal ini juga disebabkan bahwa warga desa Salipolo Kecamatan Cempa dan warga desa Bababinanga kecamatan Duampanua telah mengalami trauma akibat banjir besar.
Editor: M. Agung Riyadi