Ekspedisi Padi Nusantara: Impor Benih Padi, Impor Benih Penyakit
|Impor Benih Sebabkan Penyebaran Penyakit Baru
Menanggapi hasil survei ini, Kepala Departemen Proteksi Tanaman IPB Dr. Ir. Suryo Wiyono mengatakan, penyakit baru atau emerging desease ini adalah ancaman nyata bagi tanaman padi dan ancaman ini harus dikelola dengan baik dan tidak disembunyikan. “Kalau ancaman ini disembunyikan, nanti terjadi ledakan malah repot semua,” ujarnya.
Survei ini sendiri merupakan survei hama dan penyakit padi yang terbesar yang dilakukan oleh lembaga non pemerintah. “Ini cukup menggambarkan kondisi riil pertanian padi,” ujarnya
Untuk penyakit AB misalnya, sebelum laporan Proteksi Tanaman 2016, belum ada penelitan yang komprehensif. Laporan sebelumnya adalah tahun 2014. Dan potensi kehilangan hasil akibat penyakit ini adalah 10-70%. Benih merupakan media penularan utama. Faktor lain adalah iklim, kerusakan terjadi pada daerah agak kering atau semi arid. Di luar negeri, negara dengan iklim semi arid seperti di Iran, Pakistan, India dan sebagian China. “Di Indonesia juga ada sebagian wilayah yang beriklim semi arid seperti di NTT,” kata Suryo.
Sementara untuk penyakit BG, laporan tahun 1988 sudah ada. Pada tahun 2014 kemudian ditemukan lagi dan pada tahun 2016 menjadi emerging desease yang menyebar ke berbagai lokasi di Jawa. Tahun 2017, terjadi keparahan penyakit di Bumiayu, Demak, Bogor, Klaten dimana ada kehilangan produksi antara 9-30%. “yang perlu dipertanyakan, bagaimana setelah 2017?” ujar Suryo. Sebagai contoh, saat BG menjadi epidemik di China, Jepang, Korea dan Amerika Serikat, kehilangan produksi sangat tinggi antara 20-70%.
Penyakit ini sendiri memang sulit dikenali karena biasanya tidak menunjukkan gejala sebelum padi bermalai. Malah dalam proses pertumbuhan awal tanaman padi akan terlihat sehat karena penyakit ini menghasilkan suatu toksin atau racun yang bisa membunuh hama lain seperti wereng, blas dan sebagainya. Namun saat bermalai, gejala yang ditunjukkan mirip serangan walang sangit, tetapi ada yang khas yaitu pada bulirnya ada pencoklatan yang sebarannya mencapai setengah dari bulir.
Karena itu, kata Suryo petani harus disadarkan sehingga penyebaran penyakit bisa diantipasi. Secara teknis pengendalian oleh petani bisa dilakukan dengan memberi perlakuan pada benih sebellum ditanam yaitu direndam pada air panas pada suhu 55 derajat celcius selama 15-20 menit. Hanya saja pada teknisnya akan sulit karena petani harus memiliki pernagkat thermostat untuk bisa menjaga suhu pada angka tersebut. Jika lebih dari itu, maka benih akan masak dan mati. Alat penjaga suhu juga harus divalidasi agar suhu tetap tepat.
Karena itu, perlu ada kebijakan pemerintah seperti tidak melakukan impor benih. Impor benih sah-sah saja untuk keperluan pemuliaan dan pengembangan varietas. Namun untuk impor benih sebar dengan jumlah besar sangat berbahaya. “Apalagi belum ada kebijakan standar kesehatan benih di Indonesia,” ujarnya.
Impor benih memang menjadi “tersangka” utama penyebab masuknya kedua penyakit tersebut ke Indonesia. Pasalnya, kata Suryo, secara historis, tanaman padi salah satu center of originnya memang berasal dari Indonesia. Secara alamiah, karena tanaman asli, maka akan aman-aman saja. Namun, ada kondisi tertentu yang membuat padi itu menjadi tidak aman. “Misalnya karena ada pendatang baru, ada gen-gen baru seperti dari India, China dan masuk melalui persilangan sehingga ada yang berubah, karena ada perubahan gen ini kemudian menjadi penyakit pentng,” ujarnya.
Secara teori, kata Suryo, emerging desease terjadi karena beberapa hal. Pertama, karena perubahan iklim. Kedua, karena perubahan genetik dari patogen karena perpindahan patogen dari satu tempat ke tempat lain. ketiga, perubahan teknik budidaya dan habitat. Namun studi dalam 10 tahun terakhir menunjukkan paling banyak, emerging desease terjadi karena datangnya patogen dari tempat lain. BG dan AB, kata Suryo, terkait dengan datangnya bakteri dari bahan anakan yang berasal dari tempat lain.
Karena itu, kata Suryo, impor benih padi dari tahun 2007 sampai 2016 yang rata-rata 1500 ton per tahun sangat berbahaya. Sebagai perbandingan, Australia mengimpor benih hanya untuk benih indukan dengan besaran maksimal 500 gram. “Indonesia malah impor benih sebar, sangat mungkin terjadi pembawaan penyakit,” katanya. Sementara jika benih sudah masuk ke Indonesia, sangat sulit melokalisasi benih karena praktik tukar menukar benih diantara petani dari berbagai daerah sangat lazim dilakukan.
Sementara itu, Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah mengatakan, kedaulatan pangan esensinya adalah kedaulatan petani. Petani punya hak untuk menentukan apa dan bagaimana pertanian dilakukan. “Termasuk didalamnya soal apa dan dari benih yang digunakan. Oleh karenanya menjadi penting meletakkan kedaulatan benih petani. Dalam kerangka itu, pembangunan pertanian haruslah meletakan benih miliki petani benih lokal sebagai komponen utama,” ujarnya.
Karena itu, kata Said, penggunaan benih impor harus dihentikan. Fakta lapangan yang didapatkan dari ekspedisi jelajah padi nusantara diketahui, sebaran organisme penyakit tanaman karantina (OPTK A2: BG dan AB) telah terdeteksi dilebih 206 titik survei. “Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah menghentikan program instan berupa impor benih seperti saat ini jika betul ingin berdaulat pangan,” tegasnya.