Geliat Inisiatif Membangun Akses Pasar Yang Adil Bagi Petani
|
Jakarta, Villagerspost.com – Dalam rantai pangan, petani sebagai produsen pangan merupakan aktor yang terpenting sekaligus menjadi pihak yang paling banyak mencurahkan waktunya untuk memastikan berjalannya “mesin” produksi pangan nasional. Petani juga menjadi aktor yang paling banyak dan rentan menghadapi risiko gagal berproduksi akibat bencana, dan berbagai faktor alam serta iklim dan lainnya.
“Ironinya, petani juga menjadi aktor yang mendapatkan keuntungan paling kecil dibanding aktor lainnya dari keseluruhan proses produksi pangan,” kata Peneliti Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Hariadi Propantoko, dalam diskusi virtual #ObrolinPangan15 bertajuk: ‘Geliat Petani Dalam Peningkatan Akses Pasar’, Kamis (13/8) malam.
Petani kerap menerima harga yang tidak sepadan dengan usahanya. Dalam konteks produksi padi, kajian KRKP periode Februari-Mei 2018 menunjukkan, harga gabah petani saat panen raya ternyata jauh dari harga pembelian pemerintah (HPP) yang ditetapkan yaitu sebesar Rp3.700/kilogram. Harga yang diterima petani ketika anjlok hanya sebesar Rp3.000/kg.
Fenomena ini kemudian terulang kembali pada periode yang sama di tahun 2020 ini. “Selain penyerapan rendah di pemerintah, ada distribusi yang terganggu karena pertokoan, rumah makan tutup akibat pandemi, juga tidak ada yang berbelanja di pasar karena pasar tutup, sehingga produksi menumpuk di petani di daerah,” ujar Ropan.
Dari berbagai kasus ini, ternyata ada satu faktor krusial yang membuat petani selaku aktor terpenting produksi pangan nasional, selalu berada dalam posisi yang terjepit di antara aktor pangan lainnya. Faktor itu adalah akses terhadap pasar.
Karenanya kemudian menjadi penting bagi berbagai stakeholder pangan nasional untuk ikut membantu membangun jalan berkeadilan bagi petani agar mendapatkan akses terhadap pasar untuk memastikan, keringat petani di ladang, sawah dan kebun-kebun mendapat ganjaran yang layak berupa harga produk yang berkeadilan dan menyejahterakan.
Dalam konteks ini, berbagai inisiatif untuk mendekatkan petani dengan pasar melalui platform yang kolaboratif mulai banyak dibangun di berbagai wilayah pertanian. Salah satunya adalah di Ngawi, Jawa Timur.