Greenpeace: Ada Tangan Pemerintah di Kasus Kebakaran Hutan
|
Jakarta, Villagerspost.com – Krisis kebakaran hutan dan lahan yang menciptakan bencana kabut asap tidak hanya membuat masyarakat khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan menderita. Bencana asap ini juga telah menjadi masalah regional ASEAN lantaran kabut asap tersebut juga ikut menyelimuti negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
Atas terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan bencana asap yang menyumbangkan polusi udara yang berbahaya di sebagian wilayah Indonesia, yaitu Sumatera dan Kalimantan serta Malaysia dan Singapura ini, Greenpeace Asia Tenggara merilis laporannya. Laporan yang diluncurkan Jumat (18/9) itu memuat latar belakang, penyebab dan solusi krisis kebakaran hutan yang terjadi.
“Puluhan tahun kerusakan hutan dan pengeringan lahan gambut telah mengubah lanskap Indonesia menjadi bom karbon. Sekarang ribuan lahan terbakar. Baik secara sengaja ataupun tidak, perusahaan telah mengubah kondisi hutan dan lahan gambut menjadi krisis,” kata Juru kampanye Greenpeace Indonesia Annisa Rahmawati dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Jumat (18/9).
“Sepertinya janji Presiden Jokowi hanya angin lalu saja. Komitmen Indonesia yang akan dibawa ke KTT Iklim di Paris tidak memunculkan upaya penyelesaian penyebab kebakaran hutan dan lahan gambut, meskipun secara global hal tersebut merupakan sumber utama emisi gas rumah kaca,” tegas Annisa.
Dalam laporan itu, Greenpeace memang menyinggung “peran” pemerintah dalam hal ini rejim Presiden Joko Widodo dalam terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi saat ini. Jejak tangan pemerintah dalam kasus kebakaran hutan bisa dilihat dari diberikannya konsesi perpanjangan pengelolaan lahan gambut yang mudah terbakar ini oleh pemerintah kepada swasta.
Laporan Greenpeace menyebutkan, sektor perkebunan menciptakan krisis ini dengan mengeringkan lahan gambut untuk memproduksi bubur kertas dan kelapa sawit. Perusahaan perkebunan telah menciptakan tungku pembakaran.
“Apakah perusahaan sungguh-sungguh telah menyulut api atau tidak, mereka telah menciptakan kondisi di mana kebakaran hutan dan lahan gambut tumbuh dengan subur. Kebakaran-kebakaran tersebut mungkin terjadi tanpa disengaja (misalnya disebabkan oleh petir atau kecerobohan manusia), atau mungkin dimulai secara sengaja untuk membersihkan lahan untuk penanaman,” urai laporan itu.
Pengrusakan hutan dan lahan gambut yang terus berlanjut untuk komoditas seperti kelapa sawit, termasuk pembukaan secara ilegal dan pembukaan lahan oleh pelaku kecil dan menengah, cukup besar. Kebakaran yang terkait dengan pembukaan tersebut mungkin berasal dari luar konsesi industri (atau dari enclave ilegal di dalam konsesi). Kebakaran tersebut dapat menyebar dengan cepat di lahan gambut yang telah dikeringkan di seluruh wilayah konsesi.
“Pemerintah memberikan hutan dan lahan gambut yang rentan terbakar kepada perusahaan serta menutup mata terhadap maraknya perusakan secara ilegal. Pemerintah Indonesia memikul tanggung jawab utama atas kehancuran hutan dan lahan gambut,” tulis laporan Greenpeace Asia.
Laporan itu juga menyebutkan, pejabat pemerintah semakin memperbesar masalah dengan memberikan izin konsesi di atas wilayah hutan dan lahan gambut. Kementerian-kementerian yang ada terus menerus gagal mengatasi praktik-praktik yang merusak di sektor perkebunan, meskipun dampaknya telah menghancurkan warga negara Indonesia dan lingkungan global.
“Tidak banyak tindakan diambil untuk mencegah pembukaan lahan secara ilegal dan pembakaran di luar daerah konsesi. Pemerintah juga terus menghalangi upaya masyarakat sipil dan sektor swasta untuk memastikan adanya penayangan peta konsesi untuk publik. Kurangnya transparansi ini menyulitkan upaya untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan gambut,” tegas laporan tersebut.
Greenpeace menyebutkan, lahan gambut yang telah dikeringkan dan terdegradasi dapat berlangsung di luar kendali, terutama di musim kering. Pengrusakan hutan dan lahan gambut yang terus berlanjut untuk komoditas seperti kelapa sawit, termasuk pembukaan secara ilegal dan pembukaan lahan oleh pelaku kecil dan menengah, cukup besar.
Kebakaran yang terkait dengan pembukaan tersebut mungkin berasal dari luar konsesi industri (atau dari enclave ilegal di dalam konsesi). Kebakaran tersebut dapat menyebar dengan cepat di lahan gambut yang telah dikeringkan di seluruh wilayah konsesi.