Ikhtiar Membangun Kemandirian Ekonomi

Para penerima manfaat program RCL berdiskusi di acara penutupan program RCL (dok. oxfam/irwan firdaus)
Para penerima manfaat program RCL berdiskusi di acara penutupan program RCL (dok. oxfam/Irwan Firdaus)

 

Tantangan Kebijakan

Usaha ini menyumbang penghasilan tambahan antara Rp200 ribu-Rp300 ribu per anggota. Apalagi ketika harga kepiting bagus di pasaran. Sayangnya, saat ini mereka menghadapi tantangan yang sangat berat akibat adanya kebijakan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang melarang melakukan penangkapan kepiting. Nurliah mengaku, kebijakan ini sangat memukul penghidupan mereka, meski sampai saat ini masih tetap bisa bertahan.

Seperti diketahui, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pada bulan Januari lalu telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2015 tentang pembatasan penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.) dan Rajungan (Portunus spp.).

Lewat beleid itu, pihak kementerian memberlakukan pelarangan penangkapan ketiga spesies tersebut sepanjang bulan Januari 2015 sampai dengan Desember 2015. Ukuran berat ketiga spesies itu yang boleh ditangkap diatur sebagai berikut: a. untuk lobster ukuran berat harus mencapai lebih dari 200 gram; b. untuk kepiting harus di atas 200 gram; dan c. untuk rajungan harus di atas 55 gram.

Sementara pada poin 2 disebutkan, untuk bulan Januari 2016 dan seterusnya berat dan ukuran ketiga spesies itu yang boleh ditangkap diatur sebagai berikut: a. untuk lobster, ukuran panjang karapas (cangkang) harus lebih dari 8 sentimeter atau dengan ukuran berat 300 gram; b. kepiting ukuran lebar karapas harus di atas 15 sentimeter atau dengan ukuran berat 350 gram; c. rajungan ukuran lebar karapas harus di atas 10 sentimeter atau ukutan berat 55 gram.

Kementerian Kelautan dan Perikanan juga menegaskan pelarangan penangkapan ketiga spesies tersebut yang dalam keadaan bertelur. Pihak KKP menegaskan pelarangan ini diberlakukan lantaran penangkapan sudah cukup berlebih dibandingkan dengan daya tampung dari kondisi masing-masing spesies tersebut.

Pelarangan ini memang sedikit banyak cukup memukul penghidupan nelayan kepiting. Kelompok Nurliah misalnya, menjadi kesulitan mendapatkanbahan baku kepiting karena para nelayan tidak berani menangkapnya lantaran takut melanggar aturan.

Sementara, pada rantai berikutnya yaitu penjualan, dengan adanya larangan ini, kata Nurliah, perusahaan ekspor daging kepiting juga kesulitan melakukan pemasaran karena stok yang tidak pasti. Saat ini saja, kata Nurliah, ada stok daging kepiting yang mereka kirimkan ke eksportir yang belum terjual. “Kami masih punya piutang sampai Rp17 juta yang belum dibayar sampai dua bulan ini karena mereka kesulitan menjual,” ujarnya.

Karena itu, Nurliah dan kelompoknya berharap pemerintah dapat memberikan kebijakan yang lebih baik agar usaha mereka bisa kembali berjalan. Toh, mereka tak menyerah begitu saja. kesulitan di usaha kepiting mereka kini tengah membidik usaha lain yang tak kalah menjanjikan. “Kami akan mengembangkan usaha rumput laut,” kata Nurliah dengan mantap.

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.