Konflik Agraria di Tanah Transmigrasi Konawe Selatan (Bagian 4)
Konawe Selatan, Villagerspost.com – Sebagai salah satu upaya untuk menyelesaikan konflik agraria menahun di kawasan UPT-UPT transmigrasi di Konawe Selatan, para transmigran di antaranya dari UPT Arongo, Tolihe, Roda dan Desa Pudaria Jaya (eks UPT Moramo 1B), mengadakan audiensi dengan Kepala Kanwil ATR/BPN Sulawesi Tenggara, pada 5 Desember lalu.
Dalam kesempatan tersebut, para transmigran memaparkan berbagai permasalahan yang mereka alami di hadapan Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Sultra Ir. Kalvyn Andar Sembiring. Salah satu persoalan yang mengemuka adalah masalah janji pihak BPN Konawe Selatan untuk segera mensertifikatkan lahan milik masyarakat Desa Pudaria Jaya melalui skema PTSL (Pengukuran Tanah Sistematis Lengkap).
Sumari, Kepala Desa Pudaria Jaya mengatakan, pihaknya sebenarnya telah menyelesaikan dokumen PTSL untuk 1000 persil seperti yang diminta. “Namun belakangan ternyata dibatalkan begitu saja, tanpa ada alasan yang jelas,” keluh Sumari.
Gufron dari UPT Tolihe juga meminta penjelasan soal penyelesaian masalah di wilayahnya yang memang pelik dimana seharusnya mereka ditempatkan di UPT Tolihe Kecamatan Baito, ternyata setibanya di sana, malah di tempatkan di Kecamatan Palangga, sehingga lahan warga transmigran hanya sebatas lahan pekarangan tanpa kejelasan terkait lahan usaha 1 apalagi lahan usaha 2.
“Lahan yang kami tempati dikatakan HGU milik PT Kilau Indah Cemerlang, kami sejak dahulu sebenarnya tidak henti-hentinya bertanya, cuma hingga saat ini tidak ada kejelasan. Seandainya memang tanah yang kami tempati itu memang HGU PT Kilau Indah Cemerlang, yang katanya milik seorang menteri, jadi bagaimana nasib kami?” kata Gufron.
Dalam kesempatan itu, Kalvyn menjelaskan, untuk tanah-tanah transmigrasi, pihak BPN memang akan menyelesaikannya secara khusus dan saat ini sudah dibentuk gugus tugas reforma agraria untuk menyelesaikan masalah tanah transmigrasi.
“Kalau lihat reforma agraria, untuk tanah transmigrasi kita tangani khusus artinya kalaupun diketemukan di lapangan ada tumpang tindih dengan HGU perusahaan atau dengan kawasan hutan, ini penyelesainnya di kami, percayalah, ini berjalan,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Konsorsium Pembaruan Agraria Sulawesi Tenggara Torop Rudendi mengatakan, dibentuknya gugus tugas reforma agraria, khususnya untuk menyelesaikan persoalan konflik agraria di lahan transmigrasi Konawe Selatan, merupakan sebuah langkah maju.
“Ini adalah implementasi dari kebijakan Pak Jokowi. Karena itu, kami mengusulkan agar lokasi yang diajukan oleh KPA dan Serikat Tani Konawe Selatan, itu diprioritaskan untuk pelaksanaan reforma agraria. Ini kondisinya riil, ada konflik, ada kebutuhan atas tanah, subyek dan obyeknya ada, datanya pun bisa kami pertanggungjawabkan,” kata Torop.
Laporan/Video: M. Agung Riyadi
Related Posts
-
Nehas Liah Bing: Perjuangan Warga Dayak Wehea Melestarikan Hutan Desa
No Comments | Aug 19, 2018 -
Obrolin Pangan #11: Krisis Sarjana di Lahan Pertanian, Bagaimana Solusinya?
No Comments | May 30, 2020 -
Obrolin Pangan #10: Tantangan Membangun Ketahanan Pangan Desa dan Kota
No Comments | Apr 18, 2020 -
Pandemi Covid-19, Apa Dampaknya Pada Ketahanan Pangan?
No Comments | May 31, 2020