Penelitian Mahasiswa IPB Buktikan, Gamelan Jawa Tingkatkan Daya Tahan Tomat Terhadap Penyakit
|
Bogor, Villagerspost.com – Mendengarkan musik bisa menenangkan jiwa manusia, dan bahkan bisa membantu perkembangan janin manusia menjadi manusia yang cerdas, itu sudah banyak dibuktikan lewat penelitian. Tetapi bagaimana jika yang mendengarkan musik adalah tanaman? Nah, untuk yang satu ini, penelitian tiga mahasiswa Institut Pertanian Bogor, mengungkapkan sebuah fakta mengejutkan.
Dalam penelitian bertajuk “Peningkatan Ketahanan Tanaman Tomat Terhadap Penyakit Bercak Coklat Dengan Stimulasi Musik” itu, mereka mengungkapkan, tanaman–dalam hal ini tomat, yang dijadikan obyek penelitian–bisa bertahan dari serangan penyakit bercak coklat secara maksimal, ketika distimulasi dengan musik, khususnya gamelan jawa. Ketiga mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB tersebut, yaitu Umar Sadikin Akbar, Elina Diana Surya, Rizki Awaliyah Putri, meneliti tanaman tomat yang diinfeksi dengan penyakit bercak coklat.
Dalam penelitian yang dibimbing langsung oleh Kepala Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB Dr. Ir. Suryo Wiyono itu, para mahasiswa menerapkan perlakuan musik pada tanaman tomat yang telah berumur 5 minggu, yang telah diinfeksi penyakit bercak coklat dan dimasukkan ke dalam kotak kedap suara. Perlakuan dilakukan menggunakan empat genre musik yaitu genre dangdut, rock, wertern classic dan gamelan jawa. Untuk genre dangdut, digunakan lagi berjudul ‘sayang’.
Untuk genre rock, diperdengarkan lagu berjudul “soldier of fortune. Sementara untuk lagu western classic, diperdengarkan lagu berjudul ‘fur elise’ dan untuk gamelan jawa diperdengarkan gending ‘kebo giro’. Sementara satu tanaman dibiarkan tanpa perlakuan dengan musik sebagai kontrol. “Perlakuan dilakukan selama tiga hari secara berturut-turut dan pemajanan musik selama satu jam untuk setiap genre musik,” jelas Umar Sadikin, dalam resume laporan penelitiannya yang diterima Villagerspost.com, Senin (5/8).
Setelah perlakuan, tanaman disiram menggunakan aquades pada permukaan bawah daun, kemudian disemprotkan suspensi patogen sebanyak 10 ml per tanaman. Setelah inokulasi, tanaman dimasukkan ke dalam sungkup. Umar menjelaskan, parameter yang diamati adalah kondisi agronomis tanaman berupa tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, dan panjang akar, kejadian dan keparahan penyakit, serta analisis tingkat stres tanaman menggunakan uji aktivitas enzim peroksidase. “Kejadian penyakit dihitung setelah 1 minggu perlakuan hingga 3 minggu setelah perlakuan,” terangnya.
Angka kejadian penyakit dihitung dengan membagi jumlah tanaman terserang dengan jumlah tanaman yang diamati dikalikan 100 persen. Kemudian diukur pula tingkat keparahan serangan pasca perlakuan musik dengan skala 0-5 dimana nol (0) menunjukkan tidak ada gejala dan 5 menunjukkan gejala serangan lebih dari 75 persen yang ditandai dengan daun kering, gugur dan tanaman mati.

Sebelum mengancik pada hasil penelitian, Umar dan kawan-kawan menjelaskan, pemilihan tanaman tomat dan menguji ketahanannya terhadap penyakit bercak coklat dilakukan atas beberapa alasan. Pertama, tomat menjadi urutan kelima sebagai komoditas dengan kontribusi produksi sayuran tertinggi sebesar 7,69% (BPS 2014). Selain itu, tanaman tomat menjadi salah satu komoditas ekspor yang cukup menjanjikan.
Nah, produksi tomat cenderung fluktuatif dan menurun terutama antara tahun 2013 dan 2014 sebesar 7,74 ton (BPS 2014). Penurunan produksi tersebut dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik. Salah satu faktor yang paling berpengaruh adalah adanya organisme penganggu tanaman yang cukup berperan dalam menurunkan produksi.
Salah satu patogen yang menyerang tanaman tomat adalah Alternaria solani yang menyebabkan penyakit bercak coklat. Penyakit bercak coklat menimbulkan gejala yang mula-mula berupa bercak berukuran kecil, bulat, atau bersudut berwarna coklat tua hingga hitam pada daun. Penyakit bercak coklat karena cendawan Alternari solani menyebabkan buah cepat busuk dan berlubang sehingga menurunkan jumlah tomat yang dapat dikonsumsi.
Upaya pengendalian yang sering dilakukan untuk mengendalikan penyakit bercak coklat adalah rotasi tanaman, pembakaran sisa-sisa tanaman terserang, perlakuan benih, eradikasi gulma yang akan menjadi inang alternatif, dan penyemprotan dengan fungisida berbahan aktif captacol, mancozeb, dan fentin hidroksida. Alternatif lain yang dapat digunakan adalah dengan penggunaan musik.
Dari berbagai referensi diketahui, musik dapat mempengaruhi mekanisme fisiologis tanaman seperti pembukaan stomata, menurunkan respirasi, meningkatkan fotosintesis, dan regulasi produksi fitohormon (hormon tumbuhan). Di sisi lain, penggunaan musik juga dapat meningkatkan stres pada tanaman sehingga menyebabkan tanaman menjadi lebih rentan atau lebih tahan terhadap serangan penyakit.
“Semua proses fisiologi tanaman dipengaruhi oleh gelombang bunyi, jadi musik bisa mempengaruhi fisiologi tanaman. Di China sudah ada alat komersial untuk di lapangan,” kata Suryo Wiyono.
Lantas bagaimana hasil penelitian yang dilakukan Umar dan kawan-kawan? Dari hasil penelitian terungkap, perlakuan menggunakan genre musik gamelan jawa memiliki persentasi keparahan penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan genre lainnya termasuk tanaman kontrol (yang tidak diberi perlakuan). Selain perlakuan menggunakan genre gamelan jawa, genre musik western klasik juga memiliki persentasi keparahan penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan genre rock dan dangdut.
Hal ini dipengaruhi oleh musik yang lebih lembut pada gamelan jawa dan western klasik dibandingkan dengan perlakuan menggunakan genre rock dan dangdut. Menurut Yunasfi (2002), faktor lingkungan baik fisik maupun kimia dapat menjadi tekanan bagi tanaman sehingga penyakit yang ditimbulkan patogen lebih tinggi. Salah satu bentuk tekanan tersebut adalah genre rock yang memiliki alunan yang lebih kencang dibandingkan dengan genre gamelan jawa dan western klasik.

Frekuensi suara menstimulasi terbukanya daun pada stomata sehingga tanaman lebih mudah dalam menyerap herbisida dan biosida sebesar 50% jika dibandingkan tanpa menggunakan musik (Carlos 2013). Hal tersebut ditunjukkan dengan tingkat keparahan pada genre musik rock lebih tinggi dibandingkan dengan gamlean jawa dan western klasik karena pembukaan stomata lebih lebar pada genre musik rock.
Dari sisi pertumbuhan akar, pertumbuhan panjang akar tanaman dari semua genre memiliki nilai yang tidak berbeda nyata walaupun panjang akar pada tanaman dengan perlakuan genre western klasik memiliki panjang akar yang paling panjang dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini berkaitan dengan genre musik yang diberikan yang mampu menstimulasi pertumbuhan hingga 30% (Prasetyo 2014).
Sementara dari sisi tinggi tanaman, tinggi tanaman sebelum dan setelah perlakuan tidak memiliki perubahan yang signifikan. Akan tetapi setelah perlakuan tanaman dengan perlakuan gamelan jawa memiliki rata-rata tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan genre dangdut, rock, klasik, dan kontrol.
Berdasarkan penelitian Prasetyo (2014), penggunaan stimulasi musik pada tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan berupa tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat basah tanaman. Peningkatan tinggi tanaman dapat mencapai 30% jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa suara.
Dari sisi jumlah daun, data jumlah daun memiliki hasil yang sama dengan data tinggi tanaman, dimana hasil setelah perlakuan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Getaran suara yang dihasilkan oleh musik menyebabkan daun bergetar dan mempercepat perpindahan protoplasmik di dalam sel dan mempengaruhi lebar dan pertumbuhan daun (Hassanien et. al. 2014). Akan tetapi pada jumlah daun setelah perlakuan dan inokulasi mengalami penurunan karena adanya serangan patogen yang menyebabkan daun gugur dan terhambatnya pertumbuhan tanaman.
Dari sisi perkembangan diameter batang, perkembangan yang diukur setelah perlakuan memiliki nilai yang berbeda nyata antara genre rock dengan genre dangdut, western klasik, dan gamelan jawa. Data di atas menunjukkan tanaman dengan perlakuan genre rock memiliki diameter batang terkecil yang disebabkan adanya tekanan dari polusi suara yang dihasilkan sehingga menghambat perkembangan tanaman.
Diameter batang tertinggi adalah gamelan jawa yang mendayu-dayu dan lembut sehingga pertumbuhan tanaman lebih tinggi. Seperti pada penelitian Cai (2012), yang menyatakan pertumbuhan tanaman dengan suara yang natural dan lembut lebih cepat dibandingkan dengan musik lainnya.
Kesimpulannya, ungkap Umar dan kawan-kawan, pemberian stimulasi musik, khususnya gending jawa, pada tanaman dapat menjadi alternatif pengendalian untuk penyakit bercak coklat pada tanaman tomat. “Genre gamelan jawa memiliki nilai keparahan penyakit yang lebih rendah dibandingkan genre lainnya dan kontrol sehingga menjadi genre yang dapat digunakan untuk pengendalian penyakit bercak coklat,” ujarnya.
Meski demikian, menurut dia, untuk penelitian ini dibutuhkan pengujian lebih lanjut terkait pengaplikasian musik untuk skala luas dan dibutuhkan ketetapan frekuensi yang dapat mengendalikan penyakit secara optimal.
Editor: M. Agung Riyadi