Tujuh Mitos Tanaman Hasil Rekayasa Genetik

Ilustrasi perdebatan soal keamanan tanaman hasil rekayasa genetik (dok. slate.com)
Ilustrasi perdebatan soal keamanan tanaman hasil rekayasa genetik (dok. slate.com)

Jakarta, Villagerspost.com – Tanaman hasil rekayasa genetik alias transgenik oleh para pendukungnya selama ini digembar-gemborkan sebagai solusi untuk mengatasi masalah krisis pangan dunia. Banyak mitos yang sengaja dihembuskan untuk mendukung komersialisasi tanaman hasil rekayasa genetik. Apa saja mitos tersebut?

Mitos 1: Tanaman Hasil Rekayasa Genetik dapat memberi makan dunia

Kenyataan:  Tidak ada tanaman hasil rekayasa genetik yang dirancang untuk menghasilkan panen yang tinggi. Rekayasa Genetika adalah beradaptasi terhadap penyakit (ill-adapted) untuk memecahkan masalah penyokong kelaparan dan malnutrisi – hal ini memperkuat model industri pertanian yang selama ini gagal member makan dunia.

Mitos 2: Tanaman Hasil rekayasa genetik merupakan kunci daya lenting terhadap iklim

Kenyataan: Rekayasa genetika tertinggal jauh dibandingkan pemuliaan secara konvensional dalam mengembangkan varietas tanaman yang dapat membantu pertanian mengatasi perubahan iklim. Kelentingan terhadap iklim sangat bergantung pada praktek pertanian yang mengutamakan keanekaragaman dan memelihara kesuburan tanah, bukan pada sistem pertanian yang terlalu disederhanakan seperti disain tanaman hasil rekayasa genetik.

Mitos 3: Tanaman Hasil Rekayasa Genetik aman bagi manusia dan lingkungan

Kenyataan: Tidak ada atau tidak cukup program monitoring jangka panjang yang dilakukan terhadap tanaman hasil rekayasa genetik. Penelitian independen mengeluh karena selalu  ditolak oleh perusahaan untuk dapat mengakses bahan bagi penelitian.

Mitos 4: Tanaman Hasil Rekayasa Genetik menyederhanakan perlindungan tanaman

Kenyataan: Setelah bertahun-tahun, masalah seperti gulma yang resisten terhadap herbisida dan hama super muncul sebagai respons terhadap kehadiran tanaman hasil rekayasa genetik yang tahan herbisida dan tahan hama, yang menyebabkan penggunaan pestisida lebih banyak lagi.

Mitos 5:  Tanaman Hasil Rekayasa Genetik lebih ekonomis bagi petani

Kenyataan: Benih hasil rekayasa genetik dilindungi oleh paten, dan harganya selalu naik sejak 20 tahun terakhir. Munculnya hama yang tahan herbisida dan hama super menambah biaya petani, mengurangi keuntungan petani.

Mitos 6: Tanaman Hasil Rekayasa Genetik dapat hidup berdampingan (coexist) dengan sistem pertanian lainnya.

Kenyataan: Tanaman hasil rekayasa genetik mencemari tanaman non HRG. Di seluruh dunia tercatat, ada 396 kejadian pencemaran hayati (1994-2013) yang disebabkan tanaman hasil rekayasa genetik. Hampir tidak mungkin bagi petani untuk tetap bebas dari tanaman hasil rekayasa genetik, dan hal ini sangat membebani.

Mitos 7: Rekayasa Genetika merupakan langkah inovasi yang paling menjanjikan bagi sistem pangan

Kenyataan: Kemajuan metode Non-Rekgen dari pemuliaan tanaman sudah menghasilkan sejumlah sifat yang dijanjikan oleh tanaman hasil rekayasa genetik, termasuk tahan terhadap penyakit, tahan terhadap banjir dan kekeringan.   Tanaman hasil rekayasa genetik bukan hanya jenis inovasi yang tidak efektif tetapi mereka juga dilindungi dengan hak atas kekayaan intelektual yang dikuasai oleh sedikit perusahaan multinasional.

Fakta Setelah 20 Tahun

•    Tanaman Hasil Rekayasa Genetik atau dikenal sebagai tanaman transgenik hanya ditanam seluas 3% dari total lahan pertanian di dunia.

•    Hanya 5 negara yang menanam sekitar 90% luas secara global yaitu:

–    Amerika Serikat  (40,3%)
–    Brazil (23,3%)
–    Argentina (13,4%)
–    India (6,4%)
–    Kanada (6,4%)
–    China (2,1%)
–    Paraguay (2,1%)
–    Negara-negara lainnya (6%)

•    Hampir seluruhnya adalah tanaman hasil rekayasa genetik: Tahan terhadap herbisida (57%), menghasilkan pestisida sendiri (15%) dan gabungan keduanya 28%.

•    Tanaman transgenik tahan herbisida Roundup Ready yang dikembangkan Monsanto yang juga pemilik herbisida R, merupakan jenis tanaman transgenik yang paling banyak digunakan.

•    Jenis tanaman hasil rekayasa genetik: Kedelai (50%); Jagung (30%); kapas (14%); lainnya (6%)

•    Tanaman hasil rekayasa genetik dirancang untuk pertanian skala besar, monokultur dan padat teknologi di Negara utara

•    Pada tahun 2009, lebih dari 90% kedelai yang ditanam di AS merupakan tanaman transgenik yang tahan terhadap herbisida.

•    Selama 1996-2011, penggunaan tanaman transgenik telah meningkatkan penggunaan herbisida di AS sebesar 183 juta kilogram.

•    Ada 14 jenis gulma yang resisten terhadap herbisida ditemukan di AS.

•    Di Afrika Selatan, harga benih jagung transgenik dua kali lipat lebih mahal dibanding jagung konvensional.

•    Pada 2015, Sekitar 300 ilmuwan independen menandatangani pernyataan bersama yang menyatakan tidak ada konsensus ilmiah tentang keamanan tanaman hasil rekayasa genetik, dan menuntut agar keamanan harus dinilai berdasarkan kasus per kasus, seperti yang direkomendasikan oleh Protokol Biosafety dan WHO.

(sumber: Twenty Years of Failure, Why GM Crops Have Failed To Deliver On Their Promises, Greenpeace,  November 2015)

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.