10 RIPH Bawang Putih Yang Diterbitkan Kementan Diduga Fiktif

Bawang putih impor menguasai pasar lokal (dok. pemerintah kota batu)

Jakarta, Villagerspost.com – Perkumpulan Pengusaha Bawang Nusantara (PPBN) mempersoalkan diterbitkannya 10 Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) untuk komoditas bawang putih yang baru saja diterbitkan oleh Kementerian Pertanian. Pasalnya, kesepuluh RIPH itu diduga bermasalah karena dari 10 perusahaan yang mengantongi RIPH beberapa di antaranya diduga merupakan perusahaan fiktif.

“Sejak Kementan memproteksi impor bawang putih, pasar di dalam negeri tidak ada kestabilan, harga bawang putih meroket naik. Jangan atas nama swasembada lantas masyakat dikorbankan,” kata Juru Bicara PPBN Mulyadi, kepada Villagerspost.com, lewat sambungan telepon, Rabu (19/2).

“Saya ingatkan pada Kementan sebelum beralih program pada swasembada bawang putih, sebaiknya Kementan penuhi dulu program RENSTRA 2015-2019 tentang swasembada padi, kedelai, jagung dan gula yang impornya masih tinggi,” tambah Mulyadi.

Dia mengatakan, masalah gejolak harga bawang putih merupakan masalah klasik. “Hemat saya Presiden harus turun tangan,” tegasnya. PPBN mendesak Presiden Joko Widodo mengambil beberapa langkah membenahi tata niaga bawang putih ini.

Pertama, menghapus Permentan No. 39 Tahun 2019 tentang RIPH, yang memproteksi impor bawang putih dengan wajib tanam 5% dari kuota impor. Kedua, menegaskan adanya kepastian waktu terbitnya RIPH. “Jangan setelah harga naik ijin RIPH baru diterbitkan,” tegas Mulyadi.

Sementara itu sumber Villagerspost.com menyebutkan, dari hasil penelusurannya terhadap 10 RIPH baru yang diterbitkan Kementan, diduga banyak yang fiktif. “Sebagian dari 10 perusahaan yang mendapatkan RIPH itu merupakan PT baru yang alamat dan status kantornya patut dipertanyakan,” ujarnya.

“Terbitnya RIPH pada 10 perusahaan yang alamatnya tidak jelas patut dipertanyakan lantaran yang mengajukan permohonan ijin RIPH pada Kementan hampir mencapai 100 perusahaan,” tambah sumber tersebut.

Dia menduga ada upaya monopoli dan penimbunan sehingga harga bawang putih di pasaran mahal. “Beda halnya kalau 100 PT yang mengajukan permohonan ijin RIPH-nya diterbitkan semua. Maka dijamin harga bawang putih murah,” kata Sumber tersebut.

Sumber itu menyebut dari hasil penelusurannya didapat data nama-nama perusahaan beserta kuota impornya. Pertama PT Tri Maju Indonesia dengan kuota sebesar 30.160 ton. Kedua, Agri Sukses Berjaya dengan kuota sebesar 16.500 ton. Ketiga, Alam Raya Surya Indah dengan kuota 14.993 ton. Keempat, Garuda Indonesia Perkasa dengan kuota 10.150 ton.

Kelima, Prima Container Utama dengan kuota sebesar 10.150 ton. Keenam, Sumber Prima Celebes dengan kuota 8.700 ton. Ketujuh, Kareso Salewangeng dengan kuota 5.000 ton. Kedelapan, Empat Bersaudara Group dengan kuota 3.016 ton. Kesembilan Cahaya Mustika Abadi dengan kuota 2.760 ton. Kesepuluh, Frozen King Mulia dengan kuota 720 ton.

Dari penelusuran sumber itu diketahui, beberapa perusahaan diduga beralamat fiktif. “Ketika ditelusuri dicari gudangnya nggak ada,” ujarnya. Ada juga perusahaan seperti PT Garuda Indonesia Perkasa yang mendapatkan kuota besar yaitu 10.150 ton, namun baru sekali melakukan impor di tahun 2019 tepatnya di bulan Desember.

Ada juga kantor perusahaan yang hanya berupa ruko tetapi mendapat kuota impor bawang putih hingga ribuan ton. Yang paling aneh, kata sumber itu, dari 10 perusahaan 7 di antaranya belum pernah punya pengalaman impor namun tetap mendapat kuota impor.

“Yang dapat kuota 30 ribu ton alamatnya di STC Senayan. Ini yang aplikasi ratusan cuma dikeluarkan 10 rekomendasi apa dasarnya? Katanya yang rekomendasi sebesar 62 ribu ton juga sudah terbit tetapi nyatanya belum,” papar sumber tersebut.

Dia meminta Presiden Jokowi juga bersikap terhadap Kementan. “Apalagi sampai saat ini sepengetahuan saya Kemendag belum menerbitkan SPI terkait impor bawang putih,” ujarnya.

Terkait terbitnya RIPH dengan kuota total sebesar 103 ribu ton ini, DPR sempat meributkannya. Anggota Komisi IV DPR RI Darori Wonodipuro menilai, Kementan tidak terbuka dalam penerbitan RIPH tersebut dan seharusnya tidak melakukan impor tergesa untuk mengesampingkan dugaan ada kepentingan tertentu, termasuk politik di dalamnya.

Terlebih, persoalan ketidaktransparanan itu juga menjadi pemicu kegaduhan saat DPR mengundang berbagai pihak, termasuk asosiasi bawang putih. “Nah itu kan diributin waktu kita ngundang asosiasi. Jadi RIPH nya pilih-pilih tidak transparan. Banyak yang tidak dapat. Harusnya transparan terbuka saja. Waktu RDP asosiasi pada protes. Perusahaan yang bagus dikasih, yang tidak bagus jangan,” kata Darori

Terkait terbitnya RIPH ini, Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto mengatakan, RIPH yang diberikan tengah diproses di Kementerian Perdagangan untuk mendapatkan persetujuan impor. Lebih lanjut, Prihasto memaparkan, kebanyakan bawang putih yang akan diimpor berasal dari China. “Impor bawang putih dari China diizinkan, mengingat dari hasil rapat terbatas yang dilakukan, tidak terdapat penularan virus corona melalui tanaman,” tegasnya.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.