Ada Aturan Menteri, Penggunaan Alat Tangkap Merusak Masih Marak

Penggunaan cantrang oleh nelayan (dok. wwf)

Jakarta, Villagerspost.com – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mempertanyakan komitmen pemerintah dalam melestarikan laut. Pasalnya, saat ini penggunaan alat tangkap merusak masih marak meski sudah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets).

Selain itu pihak Menteri Kelautan dan Perikanan juga sudah mengeluarkan Permen KP Nomor 71 Tahun 2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-RI). “Nyatanya kedua aturan itu belum memberikan kedaulatan bagi masyarakat pesisir dan menjaga laut Indonesia tetap lestari,” kata Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Senin (23/7).

Susan mengungkapkan fakta, di Dukuh Tambakpolo, Demak, Jawa Tengah konflik horizontal masih terjadi antara pengguna alat tangkap yang ramah lingkungan dan pengguna alat tangkap yang merusak seperti sodo atau arad. “Konflik yang terjadi karena masyarakat bingung posisi pemerintah ini sebenarnya di mana, dan kembali lagi masyarakat yang menjadi korban di sini. Khususnya nelayan tradisional, ABK dan masyarakat pesisir yang terlibat dalam rantai pasok pangan laut,” papar Susan.

Susan menjelaskan, beberapa daerah di Jawa Tengah, seperti di Kendal nelayan arad yang telah mendaftar peralihan alat tangkap merasa, alat tangkap baru tidak sesuai dan tidak dapat menghasilkan. Akibatnya sebagian nelayan menjual bantuan alat tangkap dan kembali menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan.

“Di Jepara, dan Demak, nelayan arad tetap menggunakan alat tangkapnya, karena tidak jelasnya skema peralihan alat tangkap, dan ketika skema peralihan jelas, yang terjadi justru nelayan tidak mendapatkan alat tangkap yang diinginkan, atau berbeda ketika menerima bantuan alat tangkap dengan alat tangkap yang diajukan,” ujar Susan.

KIARA menilai masih ada gap antara semangat dari kebijakan pengaturan kelautan dan perikanan melalui kebijakan alat penangkapan ikan dengan implementasinya. Skema implementasi belum melihat disparitas kebutuhan dan kemampuan serta konteks keragaman dari masyarakat pesisir baik dalam aspek sosiologis, geografis, maupun ekonomi politik.

Menurutnya, konsistensi dan sinergitas antar kebijakan dan implementasi kebijakan dalam pengelolaan kelautan dan perikanan berkelanjutan, pendampingan kepada nelayan selama masa adaptasi alat tangkap baru sangat dibutuhkan oleh nelayan dan perempuan nelayan.

“Sehingga nelayan tidak akan terbebani selama masa adaptasi. Di sisi lain, pemerintah juga perlu memfasilitasi nelayan dalam inovasi teknologi alat penangkapan ikan yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi namun juga mendukung keberlanjutan ekologi,” pungkas Susan.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.