Ahok dan Pengembang Langgar Hukum dalam Reklamasi Pulau F,I,K
|
Jakarta, Villagerspost.com – Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan pengembang reklamasi pantai utara Jakarta, khususnya pulau F,I dan K dinilai telah melakukan pelanggaran hukum. Hal itu dikemukakan oleh warga nelayan bersama Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) sebagai kesimpulan dari fakta persidangan gugatan reklamasi atas ketiga pulau tersebut.
Kuasa hukum para nelayan Tigor Hutapea mengatakan, kesimpulan ini didasarkan oleh fakta persidangan dimana Gubernur DKI Jakarta bersama pengembang melanggar berbagai peraturan perundang-undangan seperti UU Penataan Ruang, UU Pengelolaan Wilayah Pesisir, UU Lingkungan Hidup, hingga Perpres No. 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Pesisir. “Terungkap bahwa Gubernur menerbitkan Izin tanpa berdasarkan Perda RZWP3K, KLHS, tidak menunjukkan Izin Lokasi dan rekomendasi menteri dan bertentangan dengan Asas Umum Pemerintahan yang Baik,” kata Tigor dalam pernyataan tertulis yang diterima Villagerspost.com, Kamis (23/2).
Sementara itu, Iwan dari Komunitas Nelayan Tradisional Muara Angke meminta kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta agar memutus dengan prinsip keadilan kepada nelayan tradisional Teluk Jakarta. “Majelis hakim harus mempertimbangkan dengan seadil-adilnya agar putusan dapat berpihak kepada perlindungan lingkungan hidup,” kata Iwan. Sidang ini sendiri akan dilanjutkan dengan pembacaan putusan yang akan dilakukan 3 minggu setelah sidang kesimpulan yaitu pada 16 Maret 2017.
Marthin Hadiwinata dari KNTI menambahkan, Gubernur DKI Jakarta tidak berwenang karena Teluk Jakarta adalah Kawasan Strategis Nasional yang merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. “Atas masalah ini Gubernur telah bertindak melampaui kewenangan pemerintah pusat,” ujarnya.
Ronal dari Walhi menyatakan, tergugat tidak pernah membuka ruang partisipasi sebagai hak warga dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. “Kesimpulan menunjukkan bahwa Gubernur dan pengembang tidak pernah mengumumkan Izin Lingkungan dan menerbitkan Izin Reklamasi tanpa adanya Kajian Lingkungan Hidup Strategis,” kata Ronal.
Nelson selaku Kuasa Hukum dari LBH Jakarta meminta hakim untuk memutus perkara ini dengan keberpihakan kepada nelayan dan perlindungan lingkungan hidup. “Para Penggugat sangat optimis karena sangat jelas terdapat pelanggaran hukum dari sekitar 109 bukti dan 5 orang ahli dan 6 orang saksi nelayan yang diajukan ke pengadilan,” ujarnya.
Sementara itu, Rosiful dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan menambahkan, pelanggaran dari Gubernur dan pengembang sangat jelas terhadap UU Pengelolaan Wilayah Pesisir. “Gubernur tidak dapat menunjukkan adanya peraturan mengenai Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta ketentuan perizinan lain dalam izin reklamasi seperti rekomendasi Menteri untuk reklamasi diatas 25 hektare,” pungkasnya.