Ancaman “Hama Impor” Ulat Grayak Jagung Makin Nyata
|
Bogor, Villagerspost.com – Ancaman hama impor ulat grayak jagung (Spodoptera frugiperda) yang pertama kali diidentifikasi masuk ke Indonesia pada 26 Maret 2019 lalu di Pasaman Barat, Sumatera Barat, kini semakin nyata. Pakar hama tanaman Institut Pertanian Bogor Dr. Dewi Sartiami mengungkapkan, sejak ditemukan pertama kali, saat ini hama ulat grayak ini telah dilaporkan dan tercatat keberadaannya di beberapa provinsi di Indonesia.
Laporan persebarannya sudah mencakup Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Kalimantan Barat. Melihat sebaran serangan hama ini yang terus meluas, diperkirakan hama ini masuk ke Indonesia sudah cukup lama.
“Karena hama kan perlu fase perkembangan, dan kalau melihat serangannya sudah mencapai puluhan hektare, diduga sudah lebih lama hama ini masuk Indonesia,” ujarnya, dalam acara Focus Group Discussion bertajuk ‘Respons Cepat Invasi Ulat Grayak’, di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB, Bogor, Senin (15/7).
Dewi mengatakan, hama ulat grayak jagung ini diketahui berasal dari Amerika Tengah. Ulat ini kemudian diketahui menyebar ke Afrika dan dalam waktu tidak terlalu lama menyebar ke India dan menimbulkan kerusakan lahan jagung yang cukup parah. Selain itu, di Thailand juga dilaporkan terjadi serangan ulat ini.
“Setelah diverifikasi oleh tim ahli penyakit tanaman IPB, diketahui hama yang menyerang di Pasaman itu memang positif Spodoptera frugiperda,” ujar Dewi. Serangan hama ini sangat merugikan petani sebab menghancurkan pertanaman jagung dan mampu menyerang tanaman pada semua fase pertumbuhan.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Departemen Proteksi Tanaman IPB Dr. Ir. Suryo Wiyono mengungkapkan, serangan hama ini sangat serius dan perlu menanganan yang serius pula. Sayangnya situasi ini belum diimbangi dengan tindakan kesiapsiagaan yang memadai. “Kepedulian, kewaspadaan dan tindakan terukur mengatasi masalah belum sepenuhnya tumbuh,” ungkap Suryo.
Menurut suryo, semestinya kita memiliki rencana kontingensi dan dana darurat untuk menanggulangi situasi seperti ini. rencana kegentingan (contingency plan) untuk menghadapi situasi seperti itu. “Dengan demikian, jika hama dan penyakit baru masuk bisa segera ditangani dengan cepat agar terlokalisir dan tidak meluas, juga penting untuk menangkal masuknya serangan hama dan penyakit baru yang sudah muncul di negara-negara tetangga,” ujarnya.
Suryo juga mengingatkan untuk tidak mengulang kejadian gagap ketika terjadi serangan hama baru seperti yang selama ini terjadi. “Belajar dari pengalaman, sampai saat ini belum ada ada success story membendung hama/pathogen baru,” ungkapnya.
Menurut Suryo, merebaknya serangan hama ulat grayak jagung ini hendaknya menjadi momentum bagi kita untuk menghindari kejadian serupa dimasa yang akan datang. Adanya rencana kegentingan dan unit khusus untuk situasi ini diperlukan sehingga dapat dilakukan respon atau tindakan cepat. Dengan demikian hama penyakit baru dapat diisiolasi dan tidak menyebar. Dengan demikian ketahanan dan kedaulatan pangan nasional tidak terganggu.
Guru Besar IPB Profesor Aunu Rauf mengatakan, masuknya hama impor ini dicurigai melalui beberapa metode. Pertama, bisa jadi imago (ngengat yang menelurkan ulat ini), melakukan penerbangan atau terbawa arus angin ke wilayah lain yang bercuaca hangat. “Ngengat ini merupakan penerbang yang kuat bisa melakukan penerbangan sejauh 500 kilometer dalam satu malam,” ujarnya.
Atau bisa juga ngengat tersebut terbawa dalam penerbangan pesawat ke negara lain. Soal kemungkinan ada penyebaran melalui benih, Aunu kemungkinan itu sangat kecil terjadi. “Bukan melalui benihnya tapi bisa saja tersebar melalui udara,” ujarnya.
Aunu menyarankan, dalam mencegah kerusakan yang lebih besar, pengendalian hama dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan. “Pengendalian sedapat mungkin dilakukan dengan pendekatan ramah lingkungan supaya ecosystem service tetap terjaga,” ujarnya.
Aunu menjelaskan dari hasil penelitian yang dilakukan di Pasaman, Sumatera Barat, diketahui untuk pengendalian hama ulat grayak ini bisa dilakukan dengan cara yang ramah lingkungan. Upaya pengendaliannya, kata dia, dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami yang tersedia di alam. “Pada hama ini ternyata ditemukan musuh alami berupa Parasitoid (Telenomus), Entomopathogen (Metharizium, NPV),” ungkap Aunu.
Musuh alami lainnya adalah serangga tomcat, dan cendawan Nomuraea sp. Aunu meminta semua pihak tidak panik menanggapi serangan hama yang termasuk invasif ini. Selain dengan mengembangkan musuh alami, pencegahan juga bisa dilakukan dengan teknik tumpang sari atau mix cropping dengan tanaman yang bisa mengundang musuh alami hama tersebut.
Kepala Bidang Karantina Tumbuhan Benih Kementerian Pertanian, Maman Suparman, meminta semua pihak untuk lebih meningkatkan kewaspadaan. Terutama, kata dia, para petani jagung di wilayah Sulawesi Selatan yang menjadi sentra produksi jagung maupun Jawa Timur yang menjadi lokasi sentra benih jagung. “Sejauh ini memang bukan OPT (organisme penganggu tanaman) karantina 2018. Jadi kami terima kasih kepada IPB yang sudah melaporkan temuan ini,” katanya.
Sementara itu, Reflinaldo dari Universitas Andalas Sumatera Barat, membenarkan serangan ulat hama impor ini sudah menyerang di hampir seluruh kabupaten di Sumatera Barat. Serangannya ulat ini, kata dia, terjadi pada tanaman sweet corn atau jagung buat makanan manusia hingga jagung buat pakan ternak. “Sampai bulan ini, saya terus memantau dan diketahui bahwa hampir seluruh kabutapen yang menanam jagung sudah dilaporkan (adanya serangan Spodoptera frugiperda),” katanya.
Editor: M. Agung Riyadi
Baca juga: Ditemukan, Hama Ulat Baru Yang Merusak Tanaman Jagung