Anies Baswedan Dituntut Serius Hentikan Reklamasi Teluk Jakarta
|
Jakarta, Villagerspost.com – Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) melihat perkembangan terkini dimana proyek reklamasi belum berhenti dan terancam dilanjutkan kembali oleh Revisi Peraruran Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur (Perpres 54/2008). “KSTJ juga melihat tidak ada kesungguhan dari Gubernur Anies untuk menghentikan reklamasi,” kata Marthin Hadiwinata dari DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Selasa (24/4).
KSTJ menilai revisi Perpres 54/2008 dengan memasukan reklamasi dan tanggul laut raksasa menunjukkan ketidakberpihakan Presiden Joko Widodo terhadap dampak kerusakan lingkungan. Revisi itu juga akan memperburuk kehidupan nelayan yang telah terjadi dan akan meningkat akibat reklamasi dan tanggul laut.
“Revisi tersebut bertentangan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo pada tahun 2016 yang pernah memberikan arahan agar memperhatikan aspek lingkungan, tidak menabrak aturan hukum dan memperhatikan keberadaaan nelayan,” tegas Marthin.
Sebagai informasi, pemerintah pusat sejak tanggal 16 April hingga 31 Juli 2018 mengadakan konsultasi publik untuk melakukan Revisi Peraruran Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2008 tentang penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur. Salah satu bahasan dalam revisi adalah memasukkan pembangunan pulau-pulau reklamasi di Teluk Jakarta agar dapat tetap berjalan.
Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Infrastuktur Kemenko Kemaritiman Ridwan Djamaludin dalam salah satu media yang menyatakan melalui revisi Perpres ini akan ada arahan pembangunan proyek reklamasi Teluk Jakarta agar dapat dilakukan. Perpres ini akan membuat detail prosedur pembangunan reklamasi.
Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional (KNT) Muara Angke Iwan Carmidi mengatakan, revisi Perpres 54/2008 diduga hanya akan menjadi jalan pintas dan pemutihan pelanggaran yang telah dibiarkan terjadi selama ini tanpa ada penindakan serius. Salah satunya adalah kawasan perairan Kamal Muara yang menjadi zona lindung tetapi tetap dipaksakan adanya proyek reklamasi.
“Saat ini kondisi di lapangan akibat pembangunan pulau C, D dan pulau G nelayan kesulitan karena sendimentasi dan harus menangkap ikan lebih jauh dan terjadi perubahan lingkungan,” tegas Iwan.
Dia mengatakan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan hingga saat ini belum menunjukkan kesungguhan dan tidak maksimal dalam melakukan langkah-langkah penghentian reklamasi diteluk Jakarta. Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah tahun 2018-2022 BAB IX tentang Kegiatan Strategis Daerah tidak disebutkan langkah-langkah menghentikan reklamasi.
“Langkah yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta hanya berupa melakukan kajian pemetaan atau audit reklamasi yang berkaitan dengan pengelolaan dan pengendalian kondisi lingkungan di lokasi reklamasi. Hal ini bertolak belakang dengan janji Gubenur yang akan menghentikan reklamasi,” keluh Iwan.
Nelson Simamora dari LBH Jakarta mengatakan, telah banyak kajian yang menjelaskan dampak reklamasi di Teluk Jakarta, sehingga sudah seharusnya Gubernur DKI Jakarta melakukan tindakan yang lebih strategis dan jelas untuk menghentikan reklamasi. “Termasuk menghapus pasal-pasal mengenai reklamasi dalam Raperda RZWP3K serta menginisiasi peraturan daerah turunan dari UU No. 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,” tegasnya.
Karena itu, KSTJ menuntut agar pihak-pihak tekait melakukan bebeapa langkah penting. Pertama, KSTJ meminta Presiden Joko Widodo segera menghentikan Revisi Perpres 54 Tahun 2008 tentang penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur & melakukan perlindungan terhadap nelayan dan lingkungan di teluk Jakarta.
Kedua, KSTJ meminta Gubenur DKI Jakarta Anies Baswedan melakukan tindakan penghentikan reklamasi dengan cara. Untuk menghentikan reklamasi Anies bisa menempuh beberapa langkah, yaitu menghapuskan pasal-pasal reklamasi di Raperda RZWP3K dan Raperda Tata Ruang pantura.
Kemudian, Anies juga bisa mengatur kawasan Teluk Jakarta sebagai kawasan konservasi dan zona tangkap nelayan. Langkah berikutnya, Anies bisa mencabut Pergub 206 tahun 2016 dan Peraturan Gubernur 137 Tahun 2017 yang mengatur Panduan Rancang Kota Pulau C,D dan G.
Anies juga bisa melakukan pemulihan lingkungan hidup di wilayah teluk Jakarta termasuk juga kepada untuk pulau-pulau yang telah terbentuk. Selain itu, Anies juga bisa melakukan penegakan hukum berupa pemberian sanksi terhadap bangunan-bangunan yang telah berdiri diatas pulau D yang tidak memiliki dasar hukum atau tidak memiliki izin membangun.
Terakhir, Anies bisa mengambil langkah memulihkan hak-hak masyarakat nelayan yang menjadi korban reklamasi dengan menjamin keberlangsungan kehidupan dengan mendorong peraturan daerah turunan dari UU No. 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan.
Editor: M. Agung Riyadi