Ayo Mulai #PantangPlastik Dari Meja Kita
|
Jakarta, Villagerspost.com – Kemasan plastik dari hasil konsumsi makanan menjadi salah satu penyumbang terbesar sampah plastik. Ini mengacu pada kegiatan bersih-bersih pantai dan audit merek yang dilakukan Greenpeace Indonesia bersama dengan komunitas lokal di tiga lokasi (Pantai Kuk Cituis-Banten, Pantai Pandansari-Yogyakarta, dan Pantai Mertasari-Bali), di mana sampah plastik dari kemasan makanan menjadi yang terbesar ditemukan dengan jumlah 4.556 kemasan.
Volume sampah kemasan makanan cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk serta kegiatan konsumsi masyarakat yang semakin bergantung pada makanan siap saji. Berdasarkan laporan Greenpeace berjudul Sebuah Krisis Kenyamanan yang diluncurkan tahun lalu, bisnis perusahaan barang kebutuhan sehari-hari (fast moving consumer goods) termasuk produk makanan, tumbuh sebesar 1-6 persen per tahun.
“Bisnis makanan dan minuman yang terus meningkat menjadi bumerang bagi lingkungan seiring dengan penggunaan plastik sekali pakai sebagai kemasan,” ujar Jurukampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi, di Jakarta, Selasa (28/5).
Oleh sebab itu, dalam momentum bulan Ramadan ini, Greenpeace Indonesia bersama dengan Nahdlatul Ulama berusaha mengedukasi masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan akan kondisi sampah plastik terkini, juga untuk memulai gaya hidup berkelanjutan. Kegiatan Ramadan Ramah Lingkungan adalah bagian dari kampanye #PantangPlastik Greenpeace Indonesia pada tahun ini.
Kampanye #PantangPlastik sendiri diluncurkan pada Ramadan tahun 2018. Tahun ini, kegiatan kampanye menyasar masyarakat muda di sejumlah kampus seperti Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia dan Universitas Negeri Jakarta melalui kegiatan diskusi singkat menjelang buka puasa. Selain itu, Greenpeace Indonesia juga mengadakan bagi-bagi takjil dengan kemasan tanpa plastik sekali pakai di sejumlah kota, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Semarang.
“Di lingkungan Nahdlatul Ulama, kami sudah mulai mengadakan Ngaji Plastik, sebagai langkah mengedukasi umat untuk menghindari penggunaan plastik sekali pakai,” tutur Fitria Ariyani, Direktur Bank Sampah Nusantara LPBI Nahdlatul Ulama.
Melalui Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Munas dan Konbes NU) 2019 di Banjar, NU pun mendorong pemerintah dan perusahaan melakukan tindakan sesuai perundang-undangan yang berlaku seperti Undang-undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Dalam UU No. 18 jelas sekali termuat tanggung jawab perusahaan atas sampahnya. Inilah yang seharusnya menjadi fokus pemerintah juga untuk menekan perusahaan mengaplikasikan prinsip penggunaan kembali atau pengisian ulang, bukan justru berkutat pada peningkatan kapasitas daur ulang.
Meningkatkan persentase komponen kemasan yang dapat didaur ulang bukanlah solusi karena sangat sedikit kemasan didaur ulang kembali ke dalam kemasan baru. The World Economic Forumpun memprediksi secara global 32 persen kemasan plastik yang tidak tertangkap di sistem pengumpulan berdampak besar terhadap lingkungan juga ekonomi.
“Oleh karena itu, masyarakat bisa menjadi bagian dari solusi dengan mulai dari diri sendiri yakni ketika berbelanja hingga mengolah makanan, kita berusaha tidak menggunakan plastik sekali pakai,” tambah Max Mandias, praktisi gaya hidup berkelanjutan.
Editor: M. Agung Riyadi