BAKN DPR Bisa Bantu Awasi Dana Desa

Penggunaan dana desa untuk pembangunan infrastruktur (dok. kementerian dalam negeri)

Jakarta, Villagerspost.com – Kasus penyalahgunaan dana desa oleh aparat desa, khususnya kepala desa tak juga surut. Tahun lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan, setidaknya ada 900 kepala desa yang terjerat hukum akibat penyalahgunaan dana desa. Tahun ini, seperti dilansir Indonesia Corruption Watch (ICW), sudah ada 102 kepala desa yang terjerat kasus serupa.

Wakil Ketua DPR Utut Adianto mengatakan, permasalahan dana desa umumnya terjadi karena aparatur desa yang belum mampu mengelola dan membuat laporan pertanggungjawaban. Karena itu, kedua hal tersebut harus terus dipantau. Dalam hal ini, kata Utut, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR mampu untuk ikut membantu mengawasi pengelolaan dana desa.

“BAKN bisa menjembatani berbagai pelaporan seperti dana desa yang njelimet menjadi lebih mudah. Bukan berarti menggampangkan, tetapi membuat semua menjadi lebih baik. do and don’t-nya menjadi lebih jelas,” ujar Utut, di Jakarta, Senin (13/8).

Menurut politisi PDI Perjuangan ini, ke depan BAKN akan didorong untuk memformulasikan bentuk pengawasan dan pelaporan yang lebih mudah. Sistem harus dibangun agar memudahkan akses pengguna anggaran baik di pusat maupun daerah. Dengan begitu, anggaran yang didistribusikan pemerintah bisa bermanfaat bagi masyarakat.

Sejauh ini, sambung Utut, peran BAKN lebih kepada pengawasan yang bersifat substantif, bukan pengawasan di ranah pidana atau hukum. “BAKN memiliki kode etik, apa-apa saja yang bisa dilaporkan. Kalau ini berhasil, pasti APBN akan menjadi stimulus yang dahsyat dan berujung pada kemanfaatan anggaran bagi masyarakat,” imbuhnya.

Bila dibandingkan dengan wilayah kerja KPK yang mampu mengembalikan uang hasil korupsi ke kas negara, maka BAKN justru menstimulus anggaran yang sudah disahkan bagi perekonomian nasional. Di sinilah pentingnya keberadaan BAKN. Mitra kerja utama BAKN adalah BPK. Semua laporan BPK ditelaah kembali oleh BAKN. “Setiap rupiah yang digelontorkan harus terkonfirmasi penggunaannya dengan baik,” pungkasnya.

Terkait modus penyalahgunaan, dari hasil penelitian ICW, ada 12 modus korupsi dana desa yang disimpukan ICW berdasar penelitiannya. Modus itu antara lain:

1. Membuat rancangan anggaran biaya di atas harga pasar. Ini bisa diantisipasi jika pengadaan dilakukan secara terbuka dan menggunakan potensi lokal desa. Misalnya, pengadaan bahan bangunan di toko bangunan yang ada di desa sehingga bisa melakukan cek bersama mengenai kepastian biaya atau harga-harga barang yang dibutuhkan.

2. Mempertanggungjawabkan pembiayaan bangunan fisik dengan dana desa padahal proyek tersebut bersumber dari sumber lain. Modus ini hanya bisa terlihat jika pengawas memahami alokasi pendanaan oleh desa. Modus seperti ini banyak dilakukan karea relatif tersembunyi. Karena itulah APBDes arus terbuka agar seluruh warga bisa melakukan pengawasan atasnya.

3. Meminjam sementara dana desa untuk kepentingan pribadi namun tidak dikembalikan.

4. Pungutan atau pemotongan dana desa oleh oknum pejabat kecamatan atau kabupaten. Ini juga banyak terjadi dengan beragam alasan. Perangkat desa tak boleh ragu untuk melaporkan kasus seperti ini karena desa-lah yang paling dirugikan.

5. Membuat perjalanan dinas fiktif kepala desa dan jajarannya. Banyak kasus perjalanan untuk pelatihan dan sebagainya ternyata lebih ditujukan untuk pelesiran.

6. Pengelembungan (mark up) pembayaran honorarium perangkat desa. Jika modus ini lolos maka para perangkat desa yang honornya digelembungkan seharusnya melaporkan kasus seperti ini. Jika tidak, itu sama saja ikut mencicipi uang haram itu

7. Pengelembungan (mark up) pembayaran alat tulis kantor. Ini bisa dilihat secara fisik tetapi harus pula paham apa saja alokasi yang telah disusun.

8. Memungut pajak atau retribusi desa namun hasil pungutan tidak disetorkan ke kas desa atau kantor pajak. Pengawas harus memahami alur dana menyangkut pendapatan dari sektor pajak ini.

9. Pembelian inventaris kantor dengan dana desa namun peruntukkan secara pribadi.

10. Pemangkasan anggaran publik kemudian dialokasikan untuk kepentingan perangkat desa. Publik harus tahu alokasi pendanaan dana desa agar kasus semacam ini tidak perlu terjadi .

11. Melakukan permainan dalam proyek yang didanai dana desa. Bisa ditelusuri sejak dilakukannya Musyawarah Desa dan aturan mengenai larangan menggunakan jasa kontraktor dari luar.

12. Membuat kegiatan atau proyek fiktif yang dananya dibebankan dari dana desa.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.