Bangun Desa, Indonesia Bisa Adopsi Gerakan Saemaul Undong
|
Jakarta, Villagerspost.com – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar mengatakan, desa-desa di Indonesia, memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi basis pembangunan nasional. Sebanyak 74.093 desa memiliki karakteristik dan kondisi potensi alam yang berbeda-beda.
Hal itu diungkapkan Marwan saat berbicara di depan Global Saemaul Leadership Forum (GSLF) 2015 yang berlangsung di Republik Korea pada 24-27 November 2015. Dia mengatakan, Dari sektor agraris, Indonesia memunyai lahan pertanian dan perkebunan yang bisa digarap untuk ketahanan pangan.
“Apalagi dari sektor pariwisata, masyarakat desanya juga sudah siap menyambut kedatangan wisatawan. Jadi tidak ada alasan lagi di masa datang, pertumbuhan ekonomi desa diragukan lagi,” ujar Marwan seperti dikutip kemendesa.go.id, Kamis (26/11).
Indonesia, kata Marwan, sudah mengadopsi konsep Saemaul Undong (Gerakan Desa Baru) sejak tahun 2008, yakni di Yogyakarta, terutama pembangunan desa di Kabupaten Gunung Kidul. “Dan konsep ini, memiliki spirit yang sama dengan Undang Undang Desa yang memberikan ruang besar kepada desa untuk melakukan perubahan,” ujar Menteri Desa.
Dalam pertemuan itu, Marwan Jafar menyampaikan program kerja sama terkait pembangunan desa. Diantaranya program peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan kerjasama pembangunan kawasan perdesaan dengan menggunakan model pemberdayaan masyarakat, seperti Saemaul Undong .
“Tak hanya itu, juga program peningkatan infrastruktur, ekonomi, sosial dan budaya, penelitian dan pembelajaran bersama mengenai pembangunan perdesaan; dan saling kepentingan mengenai pembangunan desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi yang dapat diputuskan bersama secara tertulis,” papar Marwan.
Untuk mengelola potensi desa yang sangat besar ini, kata dia, diperlukan kerjasama antar negara. “Kerja sama lintas negara sangat perlu ditingkatkan. Dan forum GSLF yang melibatkan 48 negara ini, akan mendiskusikan strategi pembangunan berkelanjutan desa-desa di dunia, termasuk Indonesia yang tahun 2015 mulai gencar menjadikan desa sebagai basis pembangunan nasional,” ujar Marwan.
GSLF 2015 ini berlangsung di Hotel Inter-Burgo, Daegu, Republic Korea. Acara ini diselenggarakan oleh Ministry of the Interior, Pusat Saemaul Undong Korea, Pemerintah Kota Daegu dan disponsori oleh Ministry of Foreign Affairs, Ministry of Agriculture, Food and Rural Affairs, Rural Development Administration, Gyeongsangbuk-do, dan KOICA.
GSLF 2015 merupakan forum pertemuan negara-negara dan para pemimpin Saemaul Undong di dunia. Pemerintah Republik Korea memiliki konsep Saemaul Undong, yakni suatu gerakan mental Desa Membangun yang melibatkan partisipasi masyarakat secara luas. “Forum ini untuk berbagi semangat membangun desa yang dilakukan di seluruh dunia,” ujar Marwan Jafar.
Dari hasil pertemuan lintas negara ini, Marwan mengatakan, ada konsep dan strategi yang bisa diterapkan di Indonesia. Apalagi, Saemaul Undong telah diakui Organisasi PBB Unesco (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) sebagai model pengembangan ekonomi yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat.
“Konsep ini mampu membawa Korea yang tadinya negara miskin, menjadi negara sangat maju,” ujarnya.
Tiru Korea
Dalam kesempatan itu, Marwan juga meminta agar Indonesia bisa meniru Korea Selatan dalam membangun desa. Alasannya, pemerintah Korsel, terbilang sukses melakukan pembangunan berbasis masyarakat desa lewat konsep Saemaul Undong.
Indonesia dan Korea sendiri telah membangun kerjasama untuk menerapkan konsep gerakan Desa Membangun. Pada 24 Agustus lalu, Wakil Menteri Administasi Pemerintahan dan Dalam Negeri Republik Korea, Chung Chae Gun berkunjung ke kantor Kementerian Desa PDTT di Jakarta. Dalam kunjungan itu, disepakati banyak hal terkait program desa membangun di kedua negara.
Kerjasama Indonesia-Korsel ini pun berlanjut, Menteri Desa PDTT Marwan jafar melakukan kunjungan balasan ke Korsel pada Senin (23/11). Dalam kunjungan ini, Marwan akan bertemu sejumlah pejabat pemerintah Korsel, seperti Menteri Administrasi dan Negeri Pemerintah Chong Jong-Sup, termasuk melihat langsung kondisi desa-desa di Korea yang terkenal maju dan berkembang.
“Kita sudah membuka hubungan kerjasama dengan Korea sejak akhir tahun 2014. Ini kita konkretkan lagi, apa saja bentuk kerjasama itu dan bagaimana teknis merealisasikannya. Semua ini terkait dengan program Desa Membangun yang diamanatkan UU Desa,” ujar Marwan.
Menteri asal Pati, Jawa Tengah ini juga menjelaskan, Korea sudah termasyhur dengan Saemaul Undong sebagai karakteristik dalam menggerakkan pembangunan berbasis masyarakat desa. Ada banyak ruang bagi Indonesia untuk mengadopsi instrumen ini.
“Kami sangat menyadari bahwa pendekatan Saemaul Undong sangat relevan dengan Indonesia. Ada 74.093 desa di Indonesia yang memiliki karakteristik dan kondisi berbeda-beda untuk bergerak mengawal program Desa Membangun,” ujarnya.
Jika melihat sejarah, lanjut Menteri Marwan, konsep Saemaul Undong juga dipengaruhi beberapa konsep yang telah dikembangkan di Indonesia, yaitu koperasi unit desa (Koperasi Unit Desa). Ini hamper mirib dengan badan usaha milik desa (BUMDesa) yang dibangun Kementerian Desa PDTT saat ini.
BUMDesa ini sifatnya lebih pada memberdayakan ekonomi desa berdasarkan sukarela, kebersamaan, dan peran pemimpin lokal. “Pertukaran ide antara Korea dan Indonesia pun berkembang, dan kemajuan desa di kedua Negara adalah buah dari hubungan baik antara negara Indonesia dan Korea Selatan,” pungkas Marwan. (*)