Belajar ‘Ndeso’ Dari Desa Dradjat
|Jakarta, Villagerspost.com – Menjual potensi desa, tak melulu harus mengandalkan keindahan alam atau pun kekhasan makanan dan minuman. Potensi sejarah pun bisa dimaksimalkan untuk menggerakkan potensi perekonomian desa melalui pariwisata.
Salah satu yang bisa dicontoh dari menjual ke-‘ndeso’-an melalui potensi sejarah adalah Desa Dradjat, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Dari sisi kesejarahan, mulanya hanya mengandalkan keberadaan makam Sunan Dradjat.
Dari keberadaan makam salah seorang wali penyebar ajaran Islam di Jawa ini, Desa Dradjat bisa menarik kunjungan wisata hingga 3000-an wisatawan per hari. Bahkan di akhir pekan bisa melonjak antara 5000-6000 orang. Namun, setelah digali lebih mendalam, ternyata potensi desa ini bukan sekadar keberadaan makam Sunan Dradjat saja, tetapi juga potensi kesejarahan desa itu sendiri.
“Desa ini sebenarnya adalah desa adat, desa perdikan, desa yang diberi hak otonomi khusus di kerajaan Demak,” jelas Tyo, pengelola BUMDes Desa Dradjat pada acara ‘Provokasi Talk’ yang diselenggarakan oleh Komunitas Provokasi, baru-baru ini.
Potensi kesejarahan inilah yang kemudian terus digali untuk semakin meningkatkan daya tarik desa tersebut. “Desa kami ini semi raja, ada pemerintah ada kerajaan Sunan Dradjat. Jadi kami memperkenalkan bukan hanya makam Sunan Dradjat saja,” ujar Tyo.
Untuk mengelola potensi wisata sejarah desa ini, kemudian dibentuklah BUMDes yang diberi nama BUMDes Pemaring. Dengan berdirinya BUMDes, maka potensi pemasukan dari wisata bisa dikelola oleh desa dan didayagunakan untuk menyejahterakan masyarakat desa.
“Selama ini ada ada sekian ribu wisatawan datang, warga desa kami hanya jadi penonton. Alokasi penghasilan wisata untuk desa bagi 95 kepala keluarga hanya 10 persen,” ujar Tyo.
Nah dengan adanya BUMDes, maka dana yang mengalir ke kas desa bisa ditingkatkan. Melalui BUMDes ini pulalah, kata Tyo, pihak desa bisa menggali potensi ekonomi lainnya. Salah satunya adalah menggerakkan UMKM.
“Kami ada potensi kawasan seperti alun-alun, kami dirikan lagi ‘KiosKami’, membina 17 UMKM. Kami geret warga, kita ke alun-alun Sunan Dradjat, kami seleksi snack yang diproduksi, bumdes memfasilitasi baik izin pelatihan, pameran, sehingga secara kualitas mereka bisa berproduksi yang lebih baik,” ujar Tyo.
Warga desa, mulanya memang ragu dan menentang, terutama ketika perangkat desa ingin membangun BUMDes Pemaring itu sendiri. “Pertama kali kami mendirikan BUMDes, warga desa kami mempertanyakan, apa itu bumdes, tujuannya apa?” ujar Tyo.
Kemudian pertanyaan serupa juga muncul ketika pihak BUMDes berupaya meningkatkan kapasitas mereka dalam berusaha. Mereka juga merasa terlalu banyak kritik yang disampaikan.
“Ini persoalan mindset, mereka berpikir masa wong ndeso dikritik, banyak dikritisi, rasa makanannya kurang enak, melempem, kurang renyah, mereka merasa ya iki sudah maksimal selama bertahun-tahun kami memproduksi seperti ini,” papar Tyo.
Tetapi berkat kegigihan pengurus BUMDes, ternyata mindset warga desa toh bisa juga diubah. “Ternyata warga desa terbuka menerima saran, dengan catatan kita masuk dengan cara mereka. Nggak bisa kita masuk dengan bikin kue mesti pake spinner, opo meneh itu? Kita langsung terjun ke lapangan, oh begitu toh ternyata,” jelasnya
Selain itu, melalui BUMDes, alun-alun Sunan Dradjat juga diberdayakan menjadi pusat sejarah komunitas, sehingga semakin menarik wisatawan untuk datang. Dengan adanya potensi wisata yang berkembang, peningkatan kualitas usaha kuliner warga, maka perekonomian Desa Dradjat berkembang lebih baik.
“Sekarang pergeseran ada pergeseran, karena dulu potensi alun-alu tertutup oleh makam Sunan Drajat, sekarang luar biasa karena dulu dianggap ini usaha kaum elit desa ternyata, berapa persen wisatawan kita tarik ke area alun-alun, sehingga secara ekonomi mereka terbantu. Yang tidak punya kios kami bantu dengan kios yang kami punya. Ketika ada laba dimasukkan lagi ke PAD untuk pembangunan,” papar Tyo.
Para pelaku UMKM desa pun bersemangat ketika pihak BUMDes membangun taman alun-alun. “Mereka tambah semangat lagi karena ternyata bermanfaat karena satu pemikiran orang desa, mereka bisa mengena di hati. Mereka di-wongke, dimanusiakan, ketika hatinya sudah kena, mereka diajak apapun ikut,” ujar Tyo.
Masyarakat diajak memecahkan persoalan bersama-sama, dilibatkan dalam musyawarah desa. “Kita undang duduk bareng sambil ngopi, maka muncullah ide-ide kreatif. suasananya harus nyambung dulu. Kalau suasananya rapat resmi ya buyar,” jelasnya.
Kini di bawah BUMDes Pemaring, terdapat beberapa unit usaha, mulai dari Dradjat Mart, minimarket, UKM, pengelolaan sampah, advertising, simpan pinjam, usaha penyediaan jasa wifi, dan wahana anak-anak. Kemudian masyarakat juga berubah, yang tadinya kalau ke bank takut, lewat BUMDes kini mereka bisa menabung, sebesar Rp5 ribu. “Mereka buka tabungan, buku rekening, kita terima, setorkan ke BNI,” pungkas Tyo.
Editor: M. Agung Riyadi
Baca juga: Tunjukkan Ndesomu: Peluang Bisnis Dalam Membangun Ekonomi Desa