Bendung Kanal, Selamatkan Kawasan Gambut Terbesar Kalimantan Tengah

Aktivis Greenpeace, CIMTROP dan Save Borneo memancangkan tonggak membangun dam untuk membendung kanal gambut di Sebangau, Kalimantan Tengah (dok. greenpeace)
Aktivis Greenpeace, CIMTROP dan Save Borneo memancangkan tonggak membangun dam untuk membendung kanal gambut di Sebangau, Kalimantan Tengah (dok. greenpeace)

Jakarta, Villagerspost.com – Aktivis Greenpeace bersama Center for International Cooperation in Sustainable Management of Tropical Peatland (CIMTROP) Universitas Palangkaraya dan Save Our Borneo melakukan aksi membendung kanal yang selama ini digunakan untuk mengeringkan lahan gambut guna memperbaiki kadar air pada lahan gambut. Aksi itu dilakukan di Desa Pulang Pisau, Sebangau, Kalimantan Tengah, salah satu daerah dengan jumlah titik api terbanyak selama periode kebakaran hutan dan lahan 2015.

Pembendungan dilakukan di kanal yang mengeringkan kubah gambut terbesar di Kalimantan Tengah. Kubah Gambut Sebangau terletak di antara Sungai Sebangau dan Sungai Kahayan, dekat Desa Paduran, Kecamatan Sebangau, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah.

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Rusmadya Maharuddin mengatakan, aksi tersebut merupakan aksi langsung dan nyata untuk melindungi masa depan hutan hujan dan merestorasi lahan gambut dari bahaya kebakaran yang menjadikan Indonesia penyumbang harian gas rumah kaca terbesar di dunia. Langkah membendung kanal merupakan contoh yang didasarkan pada instruksi Presiden Jokowi menjelang pembicaraan mengenai perubahan iklim pada pekan depan untuk melindungi lahan gambut.

Pembendungan kanal ini, kata Rusmadya, akan mengembalikan kadar air alami gambut. Kerusakan hutan dan lahan gambut, terutama yang dialihfungsikan untuk perkebunan, merupakan penyebab utama dari kebakaran hutan dan sumber kontribusi terbesar di Indonesia terhadap perubahan iklim.

“Kami ingin memastikan Presiden Jokowi mengeluarkan peraturan yang mengharuskan perusahaan membendung kanal yang digunakan untuk mengeringkan gambut, serta memberi perlindungan permanen untuk lahan gambut seperti janji yang beliau sampaikan beberapa waktu lalu. Presiden harus memberikan kekuatan hukum dalam kebijakan Nol Deforestasi melalui penguatan kebijakan moratorium yang telah ada untuk hutan dan lahan gambut, termasuk hutan sekunder dan hutan di dalam konsesi,” kata Rusmadya dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Jumat (27/11).

Sementara itu, Direktur Save Our Borneo Nordin mengatakan, restorasi lahan gambut harus dimulai dari sekarang agar kebakaran hutan tidak lagi terjadi di masa mendatang. Hal ini, kata dia, mendesak untuk dilakukan, dan setiap orang harus bertindak.

“Kegiatan hari ini juga menandai satu tahun sejak Presiden Jokowi membendung Kanal yang menguras kadar air gambut di Sungai Tohor, Kepulauan Riau,” kata Nordin.

Dia menegaskan, pembendungan terbukti berhasil karena wilayah tersebut terhindar dari kebakaran hutan yang melanda seluruh Indonesia pada tahun ini. “Namun contoh baik dari Presiden Jokowi terabaikan lantaran tidak didukung oleh peraturan yang mengikat,” tambahnya.

Pada tahun lalu pemerintah Indonesia memang telah menandatangani Deklarasi New York tentang Hutan, dan sejumlah perusahaan menciptakan kebijakan perlindungan hutan dalam beberapa tahun terakhir. Namun laporan terbaru Greenpeace menunjukan industri perkebunan tetap terdepan dalam kebakaran hutan melalui perusakan hutan dan lahan gambut.

Laju pengrusakan hutan di Indonesia terus meningkat dengan minyak sawit sebagai penyebab utama. Perusakan hutan di seluruh dunia adalah penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar keenam.

Profesor Suwido H. Limin dari CIMTROP Universitas Palangka Raya menegaskan, penutupan kanal dengan bendungan (dam) ini, merupakan tindak lanjut dalam mewujudnyatakan tujuan dari Presiden Jokowi yang mengakomodir rekomendasi CIMTROP Universitas Palangka Raya sejak tahun 1998 dan didukung para ahli gambut di seluruh dunia.

“Lahan gambut yang terdegradasi adalah prioritas utama untuk dipulihkan status hidrologinya, dilanjutkan dengan penanaman spesies tanaman lokal bernilai ekonomis tinggi yang tidak memerlukan lahan kering, sehingga tidak perlu mengeringkan gambut, sehingga dapat mencegah ancaman kebakaran,” ujarnya.

Rusmadya menambahkan, aksi ini merupakan langkah awal untuk menghentikan bencana tahunan kebakaran hutan. “Kami mendesak seluruh sektor perkebunan, termasuk perusahaan multinasional yang dipasok, untuk bekerja sama menghentikan kerja sama dengan perusahaan manapun yang masih mengeringkan lahan gambut dan merusak hutan,” pungkasnya. (*)

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.