Dana Desa Harus Dilakukan Secara Swakelola
|
Jakarta, Villagerspost.com – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengatakan, selain bertujuan untuk mempercepat pembangunan di desa, dana desa juga bertujuan untuk memberikan pekerjaan kepada masyarakat. Untuk itu, semua proyek pembangunan dana desa harus dilakukan secara swakelola.
“Kemarin ada kendala kalau aturan di LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah) itu kalau di atas Rp200 juta atau yang pekerjaannya kompleks tidak boleh swakelola. Tadi LKPP juga hadir, jadi akan diubah. Nanti semua proyek dana desa akan dilakukan swakelola,” kata Eko, usai rapat koordinasi mengenai optimalisasi penggunaan dana desa melalui padat karya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), di Jakarta, Kamis (2/11).
.
Eko mengaku, dia juga akan mengusulkan, minimal sebesar 30 persen dari dana desa dapat dimaksimalkan untuk membayar upah pekerja. Yang mana pekerja pembangunan dana desa wajib memberdayakan masyarakat desa setempat. “Akan di ratas-kan (Rapat Terbatas). Kami usulkan minimal 30 persen digunakan untuk membayar upah yang melakukan proyek-proyek tersebut,” ujarnya.
Di sisi lain terkait pengawasan, Eko mengatakan, telah memaksimalkan Satuan Tugas (Satgas) dana desa terutama dalam memantau pengaduan masyarakat. Dalam 4 bulan terakhir saja, Satgas dana desa telah menerima sebanyak 10.000 pengaduan. Berbeda jauh dari tahun lalu yang hanya mendapatkan pengaduan sebanyak 900 pengaduan dalam kurun waktu setahun.
“Pengaduan bukan hanya soal pelanggaran saja, tapi karena ada yang memang tidak faham aturan. Jadi masyarakat desa sekarang sudah lebih proaktif. Kita juga komitmen kalau ada pengaduan setelah kita identifikasi, maksimal 3×24 jam akan kita kirimkan tim,” ujarnya.
Terkait hal tersebut, Menko PMK, Puan Maharani mengatakan, program dana desa dengan sistem padat karya (swakelola) akan dilaksanakan mulai Januari 2018. Ia berharap dana desa tahun 2018 sebesar Rp60 Triliun dapat memberikan pengaruh langsung pada peningkatan penghasilan masyarakat desa, dengan cara memaksimalkan bahan-bahan dan tenaga kerja lokal.
“Bagaimanapun caranya ini untuk masyarakat desa dan akan dilaksanakan oleh desa tersebut. Apapun yang dilakukan, bangunan infrastruktur lokal tersebut akan dilakukan oleh masyarakat desa. Bahkan ke depan masyarakat bisa dapatkan uang harian,” ujarnya.
Terkait sistem menurutnya, sedang diatur oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yang diawasi langsung oleh BPKP. Terkait besaran pembagian dana desa tahun 2018 ia juga menegaskan bahwa akan mengedepankan daerah tertinggal dan sangat tertinggal.
“Jadi kalau dulu 90 persen (dana desa) dibagi sama ke seluruh desa, sekarang kita lihat kesulitan geografisnya. Jadi memang difokuskan dana desa ini ke depan untuk daerah sangat tertinggal dan desa tertinggal,” ujarnya.
Program Padat Karya
Sementara itu, Sekretaris Jendral Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Anwar Sanusi mengatakan, realisasi dana desa untuk pelaksanaan pembangunan infrastruktur lewat program padat karya dinilai akan mampu menurunkan angka kemiskinan. Berdasarkan simulasi apabila 20 persen dari Rp60 triliun dana desa yakni Rp12 triliun digunakan untuk upah pekerja, maka rata-rata upah yang didapat oleh Rumah Tangga Miskin (RTM) sebesar Rp2.105.585.
“Artinya jika saja dana desa sebanyak 20 persen digunakan untuk upah pekerja, maka peranan dana desa bisa menurukan 12 persen biaya kemiskinan nasional,” ujar Anwar.
Anwar menambahkan, konsep padat karya di pedesaan tentunya harus dengan memprioritaskan pekerja dari warga setempat. Hal tersebut bertujuan agar uang tetap berputar di desa. Dengan demikian, proses jual beli di desa juga meningkat. “Bahan-bahan untuk proyek harus dibeli dari toko material setempat. Ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi di desa setempat,” sambungnya.
Anwar menegaskan, masyarakat juga perlu memahami bahwa semangat dana desa tidak hanya untuk pembangunan dana desa, melainkan juga untuk pemberdayaan masyarakat desa. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan penciptaan lapangan kerja di desa.
“Dalam arahannya, Presiden Joko Widodo juga meminta agar gaji bagi warga yang bekerja harus dibayarkan harian atau mingguan sehingga daya beli masyarakat desa akan meningkat. Saat ini, tahapan realisasinya supaya tidak berdampak hukum sedang dibahas,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD), Taufik Madjid mengatakan, dalam tiga tahun terakhir ini pembangunan di pedesaan sangat masif. Hal tersebut tidak lepas dari kucuran dana desa yang terus meningkat setiap tahunnya. “Belum pernah ada pembangunan di desa semasif ini dalam sejarah Indonesia,” katanya.
Data Kemendes PDTT mencatat, dalam tiga tahun terakhir ini dana desa berkontribusi dalam pembangunan lebih dari 120.000 km jalan, 1.960 km jembatan, 5.220 unit pasar desa, 5.116 unit tambatan perahu, 2.047 unit embung, dan 97.176 unit irigasi. Tak hanya itu, dana desa juga digunakan untuk 291.393 unit penahan tanah, 32.711 unit sarana air bersih, 82.356 unit MCK, 6.041 unit poliklinik desa dan 45.865 unit sumur.
“Meski demikian kita tidak boleh terbuai dengan capaian itu. Inovasi dan kreativitas untuk memajukan dan memandirikan desa dalam rangka mengentaskan kemiskinan harus tetap kita lalui dengan gegap gempita,” sambungnya.
Taufik menambahkan, serapan dana desa tiap tahun pun terus meningkat. Pada tahun 2015 lalu, serapan dana desa mencapai 82,72 persen. Angka serapan tersebut meningkat di tahun 2016 menjadi 97,65 persen. Sementara meski belum usai penyaluran di tahun 2017 ini, dana desa sudah terserap sebanyak 89,20 persen. (*)