Dana Desa untuk Infrastruktur, Ini Alasannya
|
Jakarta, Villagerspost.com – Pemerintah punya alasan sendiri dalam membuat kebijakan mengkhususkan dana desa 2016 untuk pembangunan infrastruktur. Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwa Jafar mengatakan, kebijakan itu diambil dengan alasan masih minimnya infrastruktur di perdesaan. Dengan mengkhususkan dana desa untuk infrastruktur, Marwan berharap, akan mampu meningkatkan kesejahteraan dan perekoniman masyarakat desa.
“Minimnya infrastruktur di desa-desa inilah yang menyebabkan desa-desa tertinggal tidak berkembang. Akses yang tidak menunjang, juga infrastruktur yang dibutuhkan dalam aktivitas ekonomi juga tidak ada. Bagaimana mau maju,” ujarnya, Jumat (12/2).
(Baca Juga: Dana Desa Cair Dua Tahap)
Marwan mengungkapkan, infrastruktur desa terutama di daerah tertinggal masih sangat memprihatinkan. Dari 18.206 desa yang berada di daerah tertinggal, 34 persen di antaranya masih belum memiliki akses jalan yang baik. “Aktivitas ekonomi juga sangat ditentukan oleh jalan. Bagaimana perekonomian bisa berjalan baik kalau akses jalannya tidak mendukung,” ujarnya.
Indonesia hingga saat ini, masih memiliki 122 daerah yang masuk kategori daerah tertinggal. Marwan mengatakan, dari jumlah daerah tertinggal tersebut 73 persen di antaranya masih memiliki pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata nasional.
“Kita upayakan agar dana desa ini dapat segera didistribusikan, dan segera digunakan untuk membangun desa. Agar aktifitas ekonomi masyarakat desa dapat berjalan dengan baik. Tidak hanya jalan, pembangunan infrastruktur disesuaikan dengan kebutuhan desa. Misalnya untuk membangun irigasi dan sebagainya,” ujarnya.
Sebelumnya, dana desa di tahun 2015 juga mengutamakan pembangunan infrastruktur. Dari data yang diperoleh melalui Kementerian Desa, PDTT per 9 Januari 2016, 85 persen penggunaan dana desa tahun 2015 digunakan untuk pembangunan desa.
“Pembangunan bervariasi, ada yang untuk membangun jalan, irigasi. Jalan desa ini contohnya, ada yang dibangun sebagai akses distribusi hasil kebun dan hutan. Ini akan sangat membantu masyarakat, biaya transportasi akan berkurang kalau jalannya sudah bagus,” pungkas Marwan.
Sebelumnya, Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) menilai, perintah Presiden Jokowi mengkhususkan dana desa untuk infrastruktur telah mencederai semangat berdemokrasi di desa. “Keputusan itu menyalahi amanat Undang-Undang Desa yang sesungguhnya telah memberikan ruang demokrasi lebih kepada masyarakat desa dan mendorong terciptanya kemandirian desa. Ini sama artinya pemerintah telah memaksakan kehendaknya kepada desa,” tegas Direktur Eksekutif PATTIRO Sad Dian Utomo, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com.
Menurut Sad Dian, jika perintah tersebut benar dijalankan, pemerintah sama saja telah mematikan fungsi musyawarah desa. Akibatnya, akan banyak aspirasi masyarakat yang terabaikan. “Musyawarah desa adalah arena bagi masyarakat untuk memastikan terakomodirnya kebutuhan-kebutuhan mereka di dalam pembangunan. Karena dana desa hanya boleh digunakan untuk infrastruktur, aspirasi masyarakat yang disampaikan di musyawarah desa terpaksa dibatasi, atau bahkan justru terabaikan. Jika sudah begitu, untuk apa musyawarah desa,” ujarnya.
Lebih lanjut, Sad Dian mengakui, alokasi dana untuk pembangunan infrastruktur memang tidak kalah penting. Namun menurutnya, memerintahkan penggunaan 100 persen dana desa hanya untuk infrastruktur merupakan tindakan yang tidak adil dan tidak berorientasi pada kebutuhan desa.
“Karena bisa saja desa-desa tertentu lebih memerlukan pemberdayaan ekonomi atau perbaikan pelayanan dasar dibandingkan pembangunan infrastruktur. Kalau dipaksakan, tidak adil namanya,” ujarnya.
Sebaiknya, tutur Sad Dian, pemerintah kembali merujuk kepada Peraturan Menteri Desa Nomor 5 Tahun 2015 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa yang menyebutkan bahwa dana desa digunakan tidak hanya untuk pembangunan infrastruktur melainkan juga untuk pemenuhan kebutuhan dasar, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Sad Dian mempersilakan jika pun pemerintah memang ingin memprioritaskan pembangunan infrastruktur di desa. Namun, imbuh Sad Dian, pemerintah harus tetap memberikan pilihan kepada desa.
“Silakan jika pemerintah ingin mengedepankan pembangunan fisik di desa-desa yang memang infrastrukturnya masih lemah. Tapi, tetap berikan opsi kepada desa. Jika mereka tidak butuh lagi membangun infrastruktur, biarkan mereka gunakan dana yang diberikan untuk mengembangkan potensinya yang lain,” jelasnya. (*)