Dialog Penataan Rantai Nilai Berkeadilan Bagi Petani

Dialog membangun rantai nilai yang berkeadilan bagi petani di studio TVRI Makassar (dok. villagerspost.com/suhardjo)
Dialog penataan rantai nilai yang berkeadilan bagi petani di studio TVRI Makassar (dok. villagerspost.com/suhardjo)

Makassar, Villagerspost.com – Petani adalah pihak yang paling berjasa dalam meyediakan pangan bagi masyarakat. Sayangnya, sistem rantai nilai yang berlaku bagi petani justru tak berkeadilan. Petani kerap mengalami kerugian karena kenaikan harga pangan justru dinikmati oleh pedagang dan bukan petani.

Hal itu terungkap dalam dialog interaktif bertajuk “Penataan Rantai Nilai yang Berkeadilan bagi Petani”. Dialog yang diinisiasi Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) dan Oxfam itu, digelar pada Jumat (27/1) kemarin di studio TVRI Makassar, Sulawesi Selatan.

Hadir dalam diskusi itu narasumber dari Bank Indonesia yaitu, Musni Hardi K. Atmaja selaku Deputi Direktur Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan BI Sulsel. Hadir pula Kepala Seksi Ekspor Bidang Perdagangan Luar Negeri, Dinas Perdagangan Provinsi Sulsel Munarti, ST., MM.

Mewakili masyarakat desa, hadir Kepala Desa Pitusunggu Nurhayati S. Sos. Menurut Nurhayati, hal yang sangat diperlukan untuk petani adalah mengenai harga yang menguntungkan. “Selain itu, bagi kami masyarakat pesisir dan petani rumput laut, juga penting menjadikan produk olahan rumput laut dalam kapasitas banyak, memiliki pasar, dan kemasan yang menarik bagi produk-produk yang ada,” katanya.

Dia mengaku bersyukur di desanya mendapatkan pendampingan yang salah satunya adalah dalam upaya menggali potensi desa. “Karena itu, pengembangan potensi desa kami berupa rumput laut kami masukkan dalam RPJMDes (Rencana Pemangunan Jangka Menengah Desa-red),” katanya.

Penyusunan RPJMDEs desa Pitusunggu ini sendiri belakangan dijadikan percontohan bagi desa-desa lain di pesisir Sulawesi Selatan. Salah satunya karena penyusunan RPJMDEs desa Pitusunggu, kata Nurhayati, juga melibatkan kaum perempuan.”Itu terlihat dari adanya sosialisasi dari pihak kabupaten (Kabupaten Pangkep-red), sebenarnya desa kami tidak ikut, namun setelah turun tim dari provinsi, RPJMDes kami ikut dijadikan contoh,” katanya.

Pendampingan, kata Nurhayati juga penting agar SDM warga desa meningkat dalam hal kemampuan mengolah rumput laut. “Salah satunya kami saat ini sudah bisa melakukan pembibitan sendiri,” ujarnya.

Kemudian, masyarakat juga sudah mampu membuat makanan olahan dari rumput laut seperti menjadi sirup, stik rumput laut dan dodol rumput laut. “Dahulu hanya dijual dalam bentuk rumput laut kering yang harganya tidak terlalu bagus,” ujarnya.

Selain rumput laut Pitusunggu juga mengelola potensi desa lainnya yaitu, pertambakan bandeng, pemanfaatan lahan tidur untuk pertanian dan tanaman sayuran. “Kami mengolah lahan tidur yang sudah 20 tahun ini tak dipakai eks lahan pertambakan udang windu dan kami tanami padi tahan air asin,” ujar Nurhayati.

Dengan adanya pendampingan dari Oxfam, KRKP dan Katalis, kata Nurhayati, Pitusunggu yang tadinya masuk kawasan desa tertinggal, kini bertransformasi menjadi desa berkembang.

Terkait masalah harga yang bagus bagi produk petani, menurut Kepala Seksi Ekspor Bidang Perdagangan Luar Negeri, Dinas Perdagangan Provinsi Sulsel Munarti, petani memang harus mampu meningkatkan kualitas produksi. “Untuk memperoleh harga yang kompetitif maka petani memang harus meningkatkan kualitas rumput laut, olahan rumput laut, kemasan yang baik, sehingga memiliki nilai tawar,” ujarnya.

Sementara menurut Husni Hardi, untuk membantu petani mendapatkan harga yang baik, kini pemerintah menerapkan Sistem Resi Gudang (SRG). SRG bisa dioptimalkan keberadaannya untuk memberi manfaat sebesar-besarnya untuk membangun ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Sistem Resi Gudang merupakan salah satu instrumen perdagangan yang dapat dimanfaatkan para petani, kelompok tani, gapoktan, koperasi tani, maupun pelaku usaha (pedagang, prosesor, pabrikan) sebagai instrumen tunda jual dan pembiayaan perdagangan. Melalui SRG, para petani dapat menyimpan komoditas hasil panennya ketika harga rendah, untuk kemudian dijual pada saat harga tinggi sehingga petani yang selama ini dalam posisi termarginalkan dapat memiliki daya tawar yang lebih kuat.

“Dengan adanya sistem resi gudang jika petani menginginkan akses perbankan maka semua harus memiliki syarat yang legal,” katanya. (*)

Laporan: Suhardjo, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.