Dibangun Di Lokasi Prioritas Reforma Agraria, KPA Minta Proyek Pangandaran Dreamland Dihentikan

Ilustrasi peta sebaran konflik agraria di Indonesia (dok. konsorsium pembaruan agraria)

Jakarta, Villagerspost.com – Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) meminta agar proyek pembangunan kawasan agrowisata “Pangandaran Dreamland” dihentikan. KPA menyatakan, proyek tersebut dibangun di atas lokasi Prioritas Reforma Agraria Serikat Petani Pasundan.

Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengatakan, proyek tersebut berdiri di atas lahan seluas 368,17 hektare yang mulanya merupakan lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT Cikencreng, namun telah habis masa berlakunya pada tahun 1997 lalu. “Bahkan lahan tersebut sudah diterlantarkan jauh sebelum HGU berakhir,” kata Dewi, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Minggu (4/8).

Tanah yang diterlantarkan dan berstatus expired-HGU tersebut, kemudian pada tahun 1999 digarap oleh 121 petani, terdiri dari 59 kepala keluarga yang menggarap lahan seluas 113,5 hektare, sehingga saat ini lahan tersebut sudah menjadi pertanian produktif hingga saat ini. Wilayah yang digarap ini berada di Desa Sindangsari dan Sukajaya, Kecamatan Cimerak, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat.

Dewi mengatakan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, mengingat pula kondisi obyektif di lapangan telah menjadi tanah pertanian di dua desa, maka seharusnya sudah sejak lama diredistribusikan kepada petani Anggota Serikat Petani Pasundan (SPP) dalam kerangka reforma agraria. “Wilayah ini (lokasi pembangunan Pangandaran Dreamland-red) pada tahun 2016 telah menjadi Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA), di mana datanya telah diterima oleh Kementerian ATR/BPN, Kantor Staf Presiden (KSP), dan Kemenko Bidang Perekonomian,” papar Dewi.

Akan tetapi, Bupati Pangandaran justru hendak menjadikan tanah garapan tersebut sebagai lokasi agrowisata melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Pangandaran Nomor.503/Kpts.395–Huk/2017 tentang Pemberian Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT) untuk Pembangunan Agrowisata ‘Pangandaran Dreamland’ seluas 368,17 hektare kepada PT Cikencreng per tanggal 6 Desember 2017.

“Sejak terbitnya SK Bupati, muncul intimidasi dari pihak suruhan perusahaan kepada petani yang menginginkan mereka segera meninggalkan pemukiman dan tanah pertanian tersebut,” jelas Dewi.

Tanggal 31 Juli 2019, Kapolres Pangandaran bersama jajarannya mendatangi lokasi konflik di Desa Sukajaya dengan alasan melakukan silaturahmi. Dalam kunjungan singkat tersebut, Kapolres menanyakan jumlah petani dan jenis tanaman yang ditanam. Kemudian diketahui Kapolres juga mengunjungi Kantor PT Cikencreng. “Tanah seluas 113,5 hektare tersebut menjadi satu-satunya sumber penghidupan masyarakat setempat,” tegas Dewi.

Di sisi lain, secara khusus pada tanggal 13 Oktober 2017 tanah pertanian di kedua desa itu telah diserahkan kembali oleh SPP bersama KPA kepada Kementerian ATR/BPN dalam Rapat Koordinasi Pelaksanaan Reforma Agraria yang diinisiasi oleh Kementerian ATR/BPN. “Melihat perkembangan di atas, KPA sangat menyayangkan pemberian IPPT untuk Pembangunan Agrowisata ‘Pangandaran Dreamland’ di Desa Sindangsari dan Sukajaya oleh Bupati Pangandaran. “Langkah tersebut jelas sama sekali tidak berpihak kepada warga dan petani,” ujar Dewi.

Kemudian, Dewi juga menegaskan, mustahil Kantor Pertanahan Kabupaten Pangandaran tidak mengetahui peralihan status tanah terlantar tersebut menjadi obyek agrowisata. “Peralihan status ini kami pandang bertentangan dengan kebijakan Reforma Agraria pemerintah saat ini, sekaligus menunjukkan adanya kepentingan bisnis pengembangan pariwisata dengan cara melanggar hak konstitusi petani,” ujarnya.

Oleh sebab itu, KPA meminta Kementerian ATR/BPN RI dan Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran segera mencabut SK Bupati Pangandaran Nomor. 503/Kpts.395–Huk/2017 tentang Pemberian Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT) untuk Pembangunan Agrowisata ‘Pangandaran Dreamland’ di Desa Sukajaya dan Desa Sindangsari. KPA juga mendesak Kementerian ATR/BPN menindak tegas dugaan pelanggaran administrasi pertanahan pada bekas HGU PT Cikencreng oleh Pemkab dan Kantor Pertanahan Panagandaran.

KPA meminta pemerintah memastikan keterlibatan petani dan Serikat Petani Pasundan (SPP) Pangandaran dalam seluruh proses penyelesaian konflik agraria dengan PT Cikencereng, maupun secara umum di Kabupaten Pangandaran untuk menghindari risiko kesalahan serupa. KPA juga mendesak keterlibatan kepolisian dan pihak keamanan/orang suruhan perusahaan di lapangan dalam proses penyelesaian konflik agraria segera ditarik.

Terakhir, KPA mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk segera menjalankan amanat Perpres No.86/2018 tentang Reforma Agraria di wilayah konflik dan Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) usulan SPP ini, dengan segera meredistribusikan tanah ex-HGU seluas 113,5 hektar tersebut kepada petani dan warga desa yang berhak.

“KPA juga menyerukan kepada seluruh organisasi tani dan elemen gerakan reforma agraria lainnya agar terus mendorong dan mengawal pelaksanaan reforma agraria dari nasional hingga daerah,” pungkas Dewi.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.