Dikriminalisasi Perusahaan dan Polisi, Petani Sawit Kalsel Lapor Jokowi
|Jakarta, Villagerspost.com – Ribuan petani sawit yang bernaung di bawah Koperasi Sipatuo Sejahtera di empat Kecamatan di Kotabaru, mengirimkan pengaduan atas konflik agraria, penyalahgunaan wewenang oleh polisi kepada Presiden Jokowi. Para petani sawit Kalsel, menilai mereka telah menjadi korban kriminalisasi yang dilakukan oleh PT Multi Sarana Agro Mandiri (PT MSAM) dan aparat kepolisian.
Konflik terjadi setelah pihak perusahaan menyerobot lahan plasma sawit petani seluas ribuan hektare. Tak hanya itu, perusahaan milik H. Isam itu, juga telah melakukan kriminalisasi terhadap para tokoh petani. Pihak perusahaan mengadukan pihak petani ke polisi dengan tuduhan melakukan pemanenan illegal dan berujung pada pemanggilan-pemanggilan dari Polres Kotabaru.
Sengketa bermula ketika PT MSAM melakukan pemanenan dan melarang masyarakat melakukan panen di atas lahan plasma mereka sendiri seluas 3.020 Ha. Padahal lahan tersebut bersertifikat hak milik warga dan telah diusahakan oleh masyarakat sejak puluhan tahun lalu, serta dikerjasamakan dengan PT Bumiraya Investindo (PT BRI) yang kemudian pailit/bangkrut. PT MSAM mengklaim telah membeli lahan plasma melalui lelang aset pailit PT BRI.
“Hal itu merupakan kekeliruan PT MSAM, karena berdasarkan Kutipan Risalah Lelang Nomor 434/58/2020, objek lelang yang dibeli oleh PT MSAM tidak termasuk Lahan Plasma milik masyarakat seluas 3.020 Ha,” jelas aktivis Sawit Watch Eep Saepulloh, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Sabtu (8/5).
Eep menambahkan, Klaim sepihak PT MSAM juga dibantah oleh Bank Mandiri Banjarmasin melalui suratnya Nomor: MNR.RCR/REG.BJM.1583/2021. Lewat surat tersebut Bank Mandiri Banjarmasin menyatakan, SHM lahan plasma seluas 3.020 ha tidak termasuk objek lelang, karena seluruh SHM-nya masih dalam penguasaan Bank Mandiri sebagai agunan pembiayaan.
Begitu juga dengan pernyataan Bontor Octavanus L. Tobing selaku kurator pemohon lelang. Dia menyatakan, lahan plasma seluas 3.020 Ha bukan termasuk objek lelang. “Logikanya, bagaimana menjual lahan, sedangkan sertifikatnya masih berada di pihak Bank?” kata Bontor.
Koordinator Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono mengatakan, tak hanya perampasan lahan, petani juga mengalami kriminalisasi. Beberapa waktu ini PT MSAM juga melaporkan beberapa Petani ke Polres Kotabaru, dan Polres Kotabaru juga melakukan pemanggilan terhadap beberapa Petani yang dilaporkan oleh PT MSAM.
Kisworo menegaskan, Kantor Staf Presiden (KSP) telah membentuk Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Reforma Agraria tahun 2021.
Dia menambahkan, di Kalsel, juga sudah ada Perda Kalsel nomor 4 tahun 2014 tentang fasilitasi penanganan sengketa dan konflik pertanahan.
Ditambah Pergub Kalsel nomor 35 tahun 2015 tentang Peraturan Gubernur (PERGUB) tentang Tata Cara Fasilitasi Penanganan Sengketa dan Konflik Pertahanan Melalui Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
“Ancaman dan perilaku PT MSAM yang akan memproses warga secara pidana merupakan kekeliruan dan bentuk pembangkangan terhadap program negara dan pemerintah pusat dalam penyelesaian konflik agraria,” ujarnya.
Aktivis Serikat Petani Indonesia Kalsel Dwi Putra Kurniawan menganalisis, seharusnya ketika melihat permasalahan ini, negara hadir untuk terlibat membantu dan melindungi rakyatnya. “Kami juga sangat menyayangkan keterlibatan oknum kepolisian yang tendensius membela perusahaan, bahkan bertindak seolah-olah seperti kuasa hukum PT MSAM,” tegasnya.
KAPAK KALSEL menyesalkan tindakan kriminalisasi oleh pihak perusahaan yang ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian. Padahal jumlah yang dipanen hanya sebanyak 15 kilogram sawit, itu pun di lahan milik masyarakat sendiri.
“KAPAK KALSEL juga mendesak kepada Polres Kotabaru untuk tidak membangkang perintah Presiden Jokowi melalui Kepala Staf Presiden Moeldoko, untuk tidak mengkriminalisasi petani di lokasi konflik agraria,” ujar Dwi Putra.
KAPAK KALSEL telah mengirimkan pengaduan atas konflik agraria, penyalahgunaan wewenang oleh polisi kepada Presiden Jokowi melalui Kepala Staf Presiden, Komnas HAM RI, dan Komisi Kepolisian Nasional RI. KAPAK Kalsel juga telah mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mengatasi intimidasi dan memberikan perlindungan terhadap para petani, baik perlindungan hukum, psikis, maupun fisik.
Raziv Barokah, Advokat dari kantor Hukum Denny Indrayana menambahkan, di tingkat lokal, KAPAK KALSEL juga telah mengajukan permohonan audiensi kepada Bupati dan Ketua DPRD Kotabaru untuk turut memberikan sumbangsih bagi penyelesaian konflik agraria tersebut.
“Negara benar-benar hadir untuk melindungi rakyatnya. KAPAK KALSEL mendesak agar negara segera melakukan evaluasi dan audit terhadap PT MSAM. KAPAK KALSEL juga mendesak Kapolri untuk menindak aparatnya yang membela perusahaan dibanding melindungi dan mengayomi rakyat,” tutup Raziv.
Editor: M. Agung Riyadi