Dinilai KKN Dalam Kebijakan Ekspor Benih Lobster, KIARA Desak Edhy Prabowo Direshuffle

Benih lobster dilepaskan kembali ke habitatnya (dok. kkp.go.id)

Jakarta, Villagerspost.com – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mendesak agar Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo direshuffle, jika rencana rombak kabinet jadi dijalankan Presiden Joko Widodo. KIARA menilai Edhy telah melakukan korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) dalam kebijakan pencabutan larangan ekspor benih lobster.

Terbitnya Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan No. 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Negara Republik Indonesia pada awal bulan Mei 2020, dinilai hanya menguntungkan segelintir politisi. KIARA merujuk temuan investigasi yang dilakukan oleh Majalah Tempo edisi 6-12 Juli 2020 yang bertajuk Pesta Benur Menteri Edhy.

Di dalam investigasi tersebut, Majalah Tempo menyebut sejumlah nama politisi partai politik yang terlibat dan berada di balik sejumlah perusahaan yang ditetapkan sebagai eksportir benih lobster. Menyikapi temuan tersebut, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati menyatakan, sejak awal kebijakan izin ekspor benih lobster ini penuh dengan masalah.

Daftar Politisi yang Dinilai Diuntungkan dari Kebijakan Ekspor Benih Lobster

Sumber: KIARA (mengutip hasil investigasi Majalah Tempo

“Mulai dari kajian ilmiah, ketidakterbukaan penetapan perusahaan ekspor yang jumlahnya terus bertambah, ketiadaan partisipasi nelayan lobster dalam perumusan kebijakan ini. Keterlibatan sejumlah nama politisi partai politik, menambah daftar masalah lainnnya dari kebijakan Edhy ini,” ungkap Susan, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Senin (6/7).

Keterlibatan sejumlah nama politisi partai politik di balik perusahaan ekspor benih lobster membantah klaim, Edhy Prabowo yang selalu mengatasnamakan kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan lobster, yang akan meningkat jika pintu ekspor benih lobster dibuka luas. “Kesejahteraan nelayan lobster yang selalu diklaim akan meningkat, pasca dibukanya pintu ekspor semakin terbantah karena yang diuntungkan oleh kebijakan ini hanya perusahaan-perusahaan dan politisi yang ada di belakangnya,” tegas Susan.

Susan mengutip data Bea dan Cukai yang menyebut perusahaan eksportir hanya membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp15.000 per 60.000 ekor benih. Jika perusahaan eksportir menjual benih Rp139.000 per ekor, dan membayar PNBP Rp15.000, maka alangkah besarnya angka keuntungan perusahaan ekspor dengan mendapatkan keuntungan Rp8,34 miliar.

“Pada titik inilah kebijakan ini hanya menjadikan benih lobster sebagai objek eksploitasi dari Kebijakan Menteri KP Edhy Prabowo,” terang Susan.

Keterlibatan para politisi di balik perusahaan ekspor benih lobster merupakan ironi kebijakan publik yang seharusnya diarahkan untuk sebesar-besar kemakmuran nelayan, menjadi untuk sebesar-besar kemakmuran para pengusaha dan politisi. “Inilah ironi besar kebijakan publik KKP. Nelayan hanya menjadi korban eksploitasi, tetapi pengusaha dan politisi tetap menjadi aktor pertama penerima keuntungan kebijakan ini,” ungkapnya.

Lebih jauh Susan mendesak Edhy Prabowo untuk di-reshuffle dari kabinet karena terbukti tidak bekerja untuk kepentingan masyarakat, khususnya nelayan lobster. Sebaliknya ia bekerja untuk para pengusaha dan politisi.

“Edhy Prabowo sudah tak pantas duduk di kursi Menteri KP karena tidak bekerja untuk kepentingan masyarakat, khususnya nelayan lobster. Ia harus direshuffle dan diganti oleh Menteri yang memiliki keberpihakan terhadap nelayan di seluruh Indonesia,” pungkas Susan.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.