Distribusi Buruk, Hargai Cabai Melonjak

Buruknya distribusi menjadi penyebab melonjaknya harga cabai rawit merah hingga 300 persen (dok. pemkot depok)
Buruknya distribusi menjadi penyebab melonjaknya harga cabai rawit merah hingga 300 persen (dok. pemkot depok)

Jakarta, Villagerspost.com – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron menilai, kenaikan harga cabai, khususnya cabai rawit merah di pasaran yang hingga mencapai harga Rp140.000 per kilogram, terjadi karena buruknya sistem distribusi. Hal itu, dikatakan Herman saat melakukan inspekasi mendadak ke Pasar Palmerah, Jakarta Barat, Rabu (11/1).

Dalam kesempatan itu, Herman mengatakan, untuk harga cabai jenis lain, yaitu cabai merah besar dan cabai keriting sebenarnya masih normal. Untuk cabai besar dan cabai keriting harganya di kisaran Rp50 ribu-Rp55 ribu per kilogram.

Kenaikan harga cabai rawit merah, kata Herman, terjadi karena masalah distribusi. Pasalnya, produksi dari petani masih normal. “Saya sudah mengecek langsung ke Dirjen Hortikultura, didaerah-daerah produksi sebetulnya berproduksi secara normal, dan harga di daerahpun awal harganya normal. Tetapi ketika kemudian harga pasar ini naik, maka sekarang harga di tingkat petani juga sudah naik,” kata Herman.

Dari pantauan langsung di pasar Pal Merah Jakarta, Herman mengaku, melihat suplai komoditinya normal tetapi harganya yang tidak normal. Harga cabai rawit merah misalnya, naik sampai 300 persen. “Harus ada solusi komprehensif antara budi daya, suplai, dan distribusi,” ujarnya.

Karena itu, dia pesimis, harga cabai rawit merah bisa turun dengan segera, karena ada korelasi antara distribusi terhadap harga dipasar. “Kalau budi dayanya cukup untuk suplai di pasar, tetapi harga di pasar cukup tinggi, berarti ada aspek distribusi yang harus betul-betul dikawal dengan baik,” ujarnya.

Lagi pula, kata Herman, menurunkan harga cabai rawit merah juga harus hati-hati karena rangkaian kenaikan harga dipasar menyebabkan harga di tingkat petani menjadi cukup tinggi. Dia ingin, agar penurunan harga di pasar tidak berpengaruh pada penurunan harga di tingkat petani.

Herman menjelaskan, harga patokan pemerintah untuk pembelian ditingkat petani seharga Rp15 ribu per kilogram. Tetapi dengan situasi seperti ini, maka harga patokan tidak lagi berlaku. Saat ini rentang harga di pasar yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan antara Rp15 ribu sampai dengan Rp27 ribuh. “Seandainya harga jual cabe mencapai 30 ribu Rupiah saja masih termasuk rasional,” ujarnya.

Menurut Herma, melihat situasi harga cabai pada saat ini, maka solusinya tentu tidak bisa dilakukan secara parsial yaitu di sisi budidaya saja. “Harus ada yang mengurusi distribusi. Sementara faktor distribusi ini juga dipengaruhi oleh libur panjang Hari Natal dan Tahun Baru,” ucap politisi Demokrat itu.

Ia menyatakan, kalau tidak segera disiapkan lembaga atau institusi pemerintah dalam melaksanakan distribusi, maka dikhawatirkan pada event-event tertentu seperti pada hari besar keagamaan, dimana sebagian besar pelaku usaha tidak melakukan distibusinya, maka hal ini akan jadi pemicu kenaikan harga.

“Kalau harga sudah naik dipasar, maka akan diikuti dengan kenaikan di tingkat petani. Oleh karenanya harus ada solusi yang komprehensif, yakni dijaga ditingkat produksi dan distribusinya sampai pada tingkat pasar. Sehingga harga acuan yang ditetapkan di tingkat petani maupun pasar oleh pemerintah akan terkawal dengan baik,” ujarnya.

Kebijakan Komprensif

Sementara itu, pada kesempatan terpisah, anggota Komisi XI DPR Ecky Awal Mucharam menilai belum ada kebijakan komprehensif dan berkelanjutan dalam menanggulangi melonjaknya harga pangan yang terus berulang. Kebijakan pemerintah saat ini masih bersifat reaktif dan belum secara sungguh-sungguh mendesain kebijakan yang menyentuh secara tepat akar persoalan.

Lonjakan harga pangan setiap tahun yang terus berulang, harusnya didekati dengan manajemen peningkatan produksi dan manajemen pasokan (stock management) yang baik. “Seringkali kita melihat untuk komoditas yang musiman selalu harga jatuh saat panen berlimpah dan harga membumbung saat panen terbatas. Ini harusnya bisa diselesaikan jika ada kebijakan manajemen pasokan yang baik. Kita belum melihat ini, padahal negara-negara lain sudah jalan,” kata Ecky.

Dia menyebutkan, harga cabai yang melambung beberapa pekan terakhir di sejumlah pasar di tanah air telah dikeluhkan masyarakat luas. Fluktuasi harga ini, menurut Ecky, sebenarnya sudah menjadi masalah klasik di Tanah Air.

Persoalan fluktuasi harga pun tidak hanya membelit komoditas cabai merah, fluktuasi harga yang cukup tinggi pernah terjadi pada komoditas lain, seperti bawang, beras hingga daging sapi. Kondisi ini sekali lagi membuktikan pemerintah belum memiliki solusi tepat mengatasi problem harga pangan, utamanya hortikultura.

Kondisi ini, menurut Ecky, harus menjadi warning serius bagi pemerintah, karena potensial terjadi pada komoditas kebutuhan pokok rakyat yang lainnya. Padahal seharusnya dengan manajemen data komoditas yang valid serta manajemen pasokan yang baik hal seperti ini mudah diatasi.

“Prinsipnya harus ada peningkatan produksi, ketersediaan data yang akurat dan manajemen stock. Kalau ada yang tidak berjalan tentu akan berulang kembali, termasuk untuk komoditas yang lain,” jelas politisi PKS ini.

Wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur ini menilai, perlu ada langkah komprehensif dan tepat untuk mengatasi masalah pasokan dan permintaan komoditas tersebut. Menurutnya pemerintah perlu membenahi tata niaga dan manajemen pasokan komoditas hortikultura. Kartel-kartel pangan harus dipangkas dan pemerintah harus mengelola stok komoditas secara tepat.

Jika pengelolaan pasokan berjalan baik, masalah ketidakseimbangan supply dan demand, terutama ketika kita menghadapi persoalan cuaca seperti saat ini, tambah Ecky, seharusnya tidak terjadi. “Saya kira, pemerintah juga perlu serius menjalankan rencana untuk membangun gudang besar berpendingin (cold storage) seperti yang dimiliki Dubai untuk mengelola pangan-pangan strategis,” ujarnya.

Dengan sistem itu, ketika pasokan tinggi, pasokan yang ada bisa disimpan di gudang berpendingin itu untuk selanjutnya digunakan pada saat produksi berkurang. “Harusnya ini mudah jika kita serius,” ujarnya.

Selanjutnya, yang mendasar menurut Ecky adalah pengembangan teknologi produksi hortikultura yang harus ditingkatkan selain mengembangkan produk olahan turunan untuk komoditas tersebut agar lebih tahan lama. Pengembangan varietas unggul yang tahan terhadap perubahan musim telah berkembang dan seharusnya dapat dikembangkan secara masif oleh pemerintah.

Saat ini, menurut dia, perkembangan teknologi produksi hortikultura masih tertinggal dari berbagai negara. Padahal dengan jumlah penduduk yang besar kebutuhan pangan menjadi sangat strategis.

“Kalau tidak ada kebijakan yang komprehensif dan berkelanjutan, akan menyebabkan kerentanan pangan dan fluktuasi harga yang terus berulang dan merugikan rakyat. Terlebih enam bulan ke depan kita memasuki Ramadhan dan Hari Raya. Kita mendesak pemerintah untuk mengambil langkah dan kebijakan yang tepat dan komprehensif tersebut,” pungkas Ecky. (*)

Ikuti informasi terkait harga cabai >> di sini <<

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.