DPR Akan Bentuk Panja Dana Desa
|
Jakarta, Villagerspost.com – Banyak temuan penggunaan dana desa yang tidak sesuai, membuat Komisi V DPR berencana membentuk Panitia Kerja (Panja) Pemanfaatan dana desa. Tujuannya adalah mengawasi pemanfaatan dana desa agar benar-benar bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk masyarakat desa.
“Beberapa waktu lalu, kami melakukan kunjungan ke beberapa desa di Kabupaten Kota, kami mendapat informasi terjadi kebolongan-kebolongan dalam pemanfaatan dana desa itu, dan banyak pula masyarakat desa yang tidak tahu mengenai dana desa, dan yang tahu hanya para elit-elit ditingkat desa, untuk itu secara tegas Komisi V bersama-sama akan membentuk Panja Pemanfatan Dana Desa,” kata Ketua Komisi V DPR Fary Djemi Francis, Kamis (17/3).
(Baca Juga: Dana Desa Serap 2,65 Juta Tenaga Kerja Desa)
Fary menegaskan pembentukan Panja ini penting karena alokasi dana desa di tahun 2016 meningkat hampir 100 persen yaitu dari Rp20,7 triliun menjadi Rp47 triliun. “Itu naik sampai 100 persen,” katanya,
Dengan kenaikan ini, setiap desa akan mendapatkan dana antara Rp700 juta hingga Rp800 juta. Sementara di tahun 2015 setiap desa hanya mendapatkan antara Rp200 juta-Rp300 juta. “Jadi jangan main-main ini dana cukup besar,” tegasnya.
Karena itu, Komisi V akan memantau secara langsung pemanfaatan dana desa sehingga dana desa bisa dimanfaatkan benar-benar oleh masyarakat desa itu sendiri. “Kalau kita mengatakan, pendekatan pemberdayaan masyarakat maka indikatornya jelas, yaitu masyarakat ikut dilibatkan, baik perencanaan, pelaksanaan sampai dengan monitoring dan evaluasi,” paparnya.
Selain itu, kata Fary, pengelolaan dana desa juga harus memanfaatkan sumber daya alam dan potensi-potensi yang ada di desa dan yang paling penting, manfaat dana desa itu untuk masyarakat desa. “Itu adalah indikator tentang pemberdayaan masyarakat yang kita sepakati bersama,” ujarnya.
Pendamping Desa
Selain pengawasan pemanfaatan dana desa, Komisi V juga menyoroti isu rekrutmen pendamping desa. Terkait hal ini, Fary berharap, rekrutmen pendamping desa memanfaatkan yang sudah ada, seperti fasilitator PNPM. “Yang kedua, kami minta fasilitator desa ditingkat desa, kecamatan dan daerah, memanfaatkan SDM dari masyarakat desa itu sendiri, jadi kalau kami mendapat informasi ada intervensi terkait pemilihan pendamping desa, akan kami dalami,” papar Fary.
Persoalan krusial lainnya adalah, pendamping desa yang direkrut harus mengenal karakter dan budaya lokal didesa tersebut, serta mempunyai kemampuan spesifik yang terlatih. “Selama ini sudah ada fasilitator Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang memiliki segudang pengalaman di desa-desa, sehingga kalaupun merekrut tenaga baru pun, harus yang paham soal budaya lokal pedesaan,” jelas Fary.
Fary bercerita, saat Komisi V DPR melakukan kunjungan spesifik ke beberapa daerah, dirinya banyak mendapat masukan dan pengaduan tentang proses rekrutmen pendamping desa. “Kita bertanya, di provinsi mengatakan yang menentukan pendamping desa itu di pusat. Tapi, pusat mengatakan ada usul dari daerah. Jadi, kita dengar itu berarti ada intervensi. Seharusnya pendamping desa itu harus mengenal karakter lokal di desa tersebut, Itu karena pendamping desa juga mengawal dana desa yang tidak sedikit,” tegasnya.
Sebelumnya, Koordinator Forum Pendamping Profesional Desa mengungkapkan masalah yang terjadi dalam rekrutmen. Dia pun menyurati Presiden Joko Widodo serta lembaga lain.
Dalam suratnya, di awal bulan Maret 2016 ini, terungkap banyak dinamika yang terjadi dan kontra produktif terhadap implementasi UU Desa ini dengan adanya rencana dilakukannya test atau seleksi ulang kepada tenaga ahli dan pendamping desa yang berasal dari fasilitator eks PNPM. Proses rekrutmen atau seleksi ulang yang akan dilakukan tersebut memakan waktu yang cukup lama, sehingga akan terjadinya kekosongan pendamping desa. (*)
Ikuti informasi terkait dana desa >> di sini <<