DPR Kritik Pelarangan Penangkapan Benih Lobster

Komoditas lobster hasil tangkapan (djbp.kkp.go.id)
Komoditas lobster hasil tangkapan (djbp.kkp.go.id)

Jakarta, Villagerspost.com – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron mengkritik kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang melarang penangkapan lobster, kepiting dan rajungan bertelur dan bibit. Larangan itu dituangkan Susi lewat Permen KP No. 1/2015. Herman mengatakan, DPR mengkritik keras larangan itu karena penangkapan khususnya benih lobster, sudah menjadi penghasilan tradisional masyarakat di beberapa wilayah. Utamanya yang pernah dikunjungi Komisi IV seperti di Nusa Tenggara Barat.

Menurut Herman, kalau Susi punya visi masa depan tentang menjaga laut, menambah nilai tambah dari benih-benih itu harus ada masa transisi yang dapat memberikan rasa aman terhadap pendapatan masyarakat tersebut. “Jadi tidak serta merta kebijakan itu ditegakkan dengan atas nama pembangunan jangka panjang tetapi mengorbankan terhadap situasi dan kondisi masyarakat saat ini,” kata Herman seperti dikutip situs dpr.go.id, Senin (26/1).

Menurutnya, hal ini persoalannya sama dengan transshipment, dan kebijakan lainnya yang ditentang masyarakat. Herman mengaku, kritik disampaikan bukan berarti kita tidak setuju dengan sustainable development alias pembangunan berkelanjutan atau visi yang akan datang, tetapi persoalannya ada visi yang akan datang mengorbankan situasi masa kini.

“Hakekat pembangunan itu untuk masyarakat, dan potensi sumberdaya alam yang ada untuk rakyat. kalau rakyat adanya seperti itu lantas hasil sumber daya alam itu akan ditahan sedikit untuk bernilai tambah, semestinya ada masa transisi yang ini menjadi kewajiban pemerintah. Jangan kemudian atas nama pembangunan jangka panjang tetapi mengorbankan saat ini,” tegas Herman.

Walaupun demikian Herman setuju, asas pembangunan tidak akan menghabiskan saat ini dengan mengorbankan masa yang akan datang.

Sebelumnya, Menteri KKP melalui Dirjen Perikanan Tangkap Gellwyn Jusuf menjelaskan, lewat Permen KP No1/2015 itu pihak KKP membatasi penangkapan lobster kepiting dan rajungan.

Gellwyn mengatakan, dari data yang ada menunjukkan, penangkapan sudah cukup berlebih dibandingkan dengan daya tampung dari kondisi masing-masing spesies tersebut. “Untuk itu kita mencoba untuk mengatur batasan mana saja yang bisa kita tangkap, ukuran berapa saja. Memang yang jadi pertanyaan banyak perdebatan, tapi bisa kita jelaskan,” katanya seperti dikutip situs kkp.go.id, Selasa (20/1) kemarin.

Terkait hal ini, Achmad Poernomo, Kepala Badan Litbang KP menuturkan yang menjadi dasar adanya pelarangan ini adalah di beberapa daerah ketiga jenis ini hasil tangkapnya memang semakin menurun ukurannya. Dengan semakin menurun memperlihatkan bahwa hasil tangkapnya masih terlalu muda. “Belum saatnya ditangkap,” kata Achmad.

Menurut Achmad, yang dilarang penangkapannya adalah lobster, kepiting, dan rajungan bertelur. Secara ilmiah, tambahnya, ukuran lobster dapat ditangkap dengan minimal panjang karapas 8 cm, kepiting minimal lebar karapas 15 cm, dan rajungan minimal lebar karapas 10cm.

Kelompok komoditas ketiga spesies ini, lanjut Achmad, memerlukan waktu tertentu untuk memiliki generasi yang baru. Misalnya lobster perlu 7-8 bulan menjadi dewasa. “Kalau tidak diberi kesempatan untuk menjadi besar, masih kecil sudah ditangkap maka kita mengkhawatirkan stoknya akan semakin berkurang,” ujarnya.

Pembatasan lobster, kepiting, dan rajungan memberikan kesempatan memijah bagi ketiganya sebelum ditangkap. Hal ini juga dilakukan agar nelayan bisa memanfaatkan secara berkesinambungan populasi Lobster, Kepiting dan Rajungan tersebut.

Secara garis besar memang peraturan ini dibutuhkan dalam rangka menjaga populasi dari ketiga spesias tersebut yang mana tekanan dari eksploitasi terhadap dari 3 jenis ini diarasa sudah meningkat. “Jadi inilah maksud dari permen ini kita terapkan,” tutup Gellwyn. (*)

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.