DPR: Sengkarut Data Pangan dan Impor Pangan Harus Diakhiri

Beras impor cadangan di gudang bulog (dok. jabarprov.go.id)

Jakarta, Villagerspost.com – Perbedaan data stok pangan antar kementerian dan lembaga terkait urusan pangan, khususnya data cadangan beras menjadi perhatian besar para anggota DPR. Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Direktur Utama Perum Bulog yang baru dilantik, Budi Waseso mengungkapkan, pihaknya tak setuju dengan rencana impor beras, karena menurut Buwas stoknya mencukupi.

Menanggapi sengkarut data stok pangan dan masalah impor pangan ini, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan meminta agar permasalahan perbedaan data pangan yang dimiliki berbagai pemangku kepentingan di pemerintahan harus segera diakhiri. “Hal ini harus segera diatasi agar terdapat acuan yang tepat dan sama dalam mengambil suatu kebijakan terkait stok dan kebutuhan pangan,” katanya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (22/5).

Soal rencana impor beras sebesar 500 ribu ton oleh Kementerian Perdagangan, Taufik mengatakan, hal tersebut memang membingungkan, karena sebelumnya, pemerintah sudah mengimpor beras 500 ribu ton pada Januari 2018. Membingungkan karena data dari Kementerian Pertanian menunjukkan saat ini stok beras surplus.

Bahkan komoditas beras premium dan jagung diklaim telah diekspor. “Ini menjadi pertanyaan besar. Kementan mengakui stok beras surplus, tapi Kemendag bilangnya kurang, jadi perlu impor. Perbedaan data ini harus disinkronkan, jangan ada perbedaan data lagi. Kalau memang stok beras surplus, seharusnya tak perlu impor,” tegas Taufik.

Taufik mendorong, transparansi data pangan nasional harus dibuka dan disinkronkan. Jangan sampai ada perang data antar institusi di internal pemerintah, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, hingga Perum Bulog.

“Data dari internal pemerintah sebaiknya disinkronkan dulu. Jangan karena perbedaan data, tiba-tiba langsung ambil kebijakan impor. Kalau stok surplus, pakai stok yang ada, dan serap gabah dari petani kita. Kalau selalu impor, yang kasihan juga petani. Harga gabah juga akan terus turun, yang jadinya kesejahteraan petani juga tidak tercapai,” tegas politikus PAN itu.

Sebelumnya, Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Karyawan Gunarso, pada Jumat (11/5) lalu menjelaskan, stok beras saat ini sebesar 1,2 juta ton terdiri atas 1,050 juta ton cadangan beras pemerintah (CBP) dan sisanya beras untuk komersial Bulog. Sebaliknya, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menyebutkan pemerintah akan kembali membuka keran impor beras 500 ribu ton.

Kementerian Perdagangan pun memberikan batas impor kepada Perum Bulog sepanjang April-Juli 2018. Izin impor beras tahap kedua, kata Oke, dikeluarkan saat rapat koordinasi terbatas di Kementerian Koordinator Perekonomian.

Menanggapi masalah impor beras ini, Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, impor beras atau pangan tidak haram asal memenuhi beberapa persyaratan. Di sisi lain pria yang akrab disapa Bamsoet itu juga merasakan kegelisahan di masyarakat terkait masih adanya impor beras ke Indonesia.

Dia mengatakan, kebijakan impor beras bukan baru kali pertama dilakukan, namun sudah ada sejak berbagai era pemerintahan terdahulu. Walaupun Indonesia dikenal subur tanah dan kaya alamnya, kebijakan impor beras menjadi sisi dilematis yang selalu terjadi di setiap pemerintahan.

Namun, kata dia, yang menjadi masalah, kebijakan impor beras menjadi polemik karena belum adanya data pangan yang valid dan menjadi rujukan semua stakeholders. Tak jarang masih terjadi ribut di kalangan internal pemerintah sendiri mengenai mana data yang valid.

“Karena itu saya minta perlu adanya transparansi, baik dari data maupun kegunaan beras impor. Sehingga masyarakat memahami dan tidak menimbulkan spekulasi adanya pihak tertentu yang mengambil keuntungan dari kebijakan impor beras ini,” ujar Bamsoet.

Bamsoet menjelaskan secara peraturan perundangan, UU Pangan memang tidak melarang impor jika memenuhi syarat dan untuk kepentingan nasional. Antara lain, produksi nasional tidak mencukupi kebutuhan, serta adanya kenaikan harga di pasar. Namun, pemerintah tidak bisa terus menerus bergantung kepada impor. Perlu berbagai pembenahan yang serius sehingga bangsa Indonesia bisa berdaulat di bidang pangan.

“Kedaulatan pangan merupakan wujud dari kemerdekaan kita dari ketergantungan terhadap negara lain. Ketersediaan pangan merupakan pangkal upaya mewujudkan kedaulatan pangan. Modal utama dalam mewujudkan ketersediaan pangan adalah kekayaan sumber daya yang beragam, teknologi dan kemitraan strategis ,” papar Bamsoet.

Dia menjelaskan, kedaulatan pangan menghadapi tantangan yang berat. Pasalnya, kecenderungan penawaran semakin menurun, sementara permintaan semakin meningkat. “Produksi pangan menghadapi banyak kendala fisik, ekonomi dan lingkungan. Sementara permintaan pangan akan terus tumbuh terkait pertumbuhan penduduk, kemajuan ekonomi, perkembangan global hingga perubahan iklim yang ekstrim,” kata politikus Golkar itu.

Bamsoet memaparkan kebijakan kedaulatan pangan memerlukan political will yang kuat, konsisten serta berkelanjutan. Kesamaan pandangan antara pemerintah dengan DPR, maupun diantara pemerintah sangatlah penting.

“Untuk mewujudkan kedaulatan pangan perlu investasi yang besar. Karena itu perlu dijalin kemitraan strategis antara pemerintah dan swasta, terutama untuk menyediakan prasarana dan sarana, inovasi teknologi, peningkatan kapasitas SDM serta distribusi dan logistik pangan,” tutur Bamsoet.

Bamsoet memastikan, DPR terus mendukung berbagai upaya pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan pangan. Berbagai kebijakan pro petani yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Pertanian juga selalu direspon positif oleh DPR RI.

Di tahun anggaran 2017, dari total alokasi Rp22,65 triliun, sebanyak 85 persen atau Rp19,3 triliun digunakan untuk belanja sarana dan prasarana (Sarpras) petani. “Baru kali ini 85 persen anggaran digunakan untuk Sarpras. Di tahun-tahun lalu, misalnya pada tahun 2014, belanja Sarpras hanya 35 persen dari total anggaran Kementerian Pertanian atau sebesar Rp5,4 triliun. Presiden Jokowi telah menggalakkan re-focusing anggaran. Inilah yang akan menjadi pondasi kita dalam mewujudkan kedaulatan pangan ke depan,” pungkasnya.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.