DPR Tolak Rencana Penutupan Tiga Pabrik Gula di Situbondo
|
Jakarta, Villagerspost.com – Rencana pemerintah menutup tiga pabrik gula di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur mendapat tentangan dari anggota DPR, serikat pekerja pabrik gula dan Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR). Alasan penolakan penutupan pabrik gula itu akan berdampak besar bagi rakyat.
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKB Nasim Khan mengatakan, pihaknya bersama elemen-elemen lain, tidak akan tinggal diam terkait masalah itu. “Kita pertahankan PG-PG yang ada sampai titik darah penghabisan. Pemerintah hanya bisa menutup, tanpa harus berpikiran ke depan dan bagaimana nasib masyarakat kecil,” kata Nasim Khan dalam siaran pers ayng diterima Villagerspost.com, Jumat (30/12).
Menurut Nasim Khan, kesepakatan penutupan atau Regrouping Pabrik Gula (PG) BUMN antara sejumlah pihak sudah ditandatangani pada 6 Oktober 2016 lalu. Tiga PG di Situbondo yang akan ditutup adalah PG Pandjie, Olean dan Wringinanom. Dengan demikian, keputusan tersebut hanya tinggal menunggu pelaksanaan pada 2017 nanti sangat membuat resah yang berefek besar.
“Meski demikian, dengan langkah bersama ini kita terus melakukan upaya bagaimana penutupan tidak pernah terjadi dan harus mencari solusi bersama,” kata anggota DPR dari dapil Jatim III.
Lebih lanjut ia menambahkan, pihaknya telah melakukan dialog langsung dengan pengelola tiga PG yang akan ditutup maupun dengan perwakilan petani. Semua pihak merasa heran dengan keputusan pemerintah, karena alasan yang disampaikan tidak sesuai dengan realita di lapangan.
“Khusus untuk Kabupaten Situbondo, saya kira jangan sampai membuat kesalahan lagi sebagaimana telah terjadi saat penutupan PG Deemas, Besuki dan PG di Kecamatan Mangaran Situbondo,” kata Nasim.
Pasalnya, keputusan tersebut malah menciptakan kemiskinan rakyat dan menciptakan pengangguran ribuan masyarakat sekitar. “Pabrik yang ditutup juga menjadi sampah kabupaten serta menelantarkan aset yang sangat besar terbukti saat ini. Makanya dengan alasan apapun, penutupan tiga PG ini kita tolak, jangan sampai terjadi,” ujarnya.
Apalagi setelah dipelajari kata Nasim Khan, dari tiga PG yang direncakan ditutup ternyata masih produktif dan mampu memberikan keuntungan dari laba kotor. Misalnya saja PG Wringinanom, produksi tebunya pertahun mencapai 1,6 juta kuintal.
PG Olean 1,1 hingga 1,2 juta kuintal. Sedangkan produksi gula di PG Panji sebanyak 3 juta kuintal per tahun. “Artinya jika nanti ditutup, maka kita akan kehilangan kurang lebih 5,7 juta kuintal pertahun, kita juga harus menekan kerugian mengikuti standar biaya sumber daya manusia, karena saat ini sangat besar sampai 50 persen,” jelas Nasim Khan.
Menurut Nasim, ketika para petani sudah menjamin ketersediaan lahan dan tidak akan mengirimkan tebunya ke luar daerah, maka pemerintah juga harus melakukan hal yang bersinergi demi tidak ditutupnya tiga PG di Situbondo. Misalnya dengan melakukan revitalisasi mesin/alat di PG atau membangun pabrik modern di Situbondo bukan malah diluar kabupaten yang tidak produktif serta kualitas baik dari SDA (sumber daya alam)-nya.
“Karena PG yang ada di Kabupaten Situbondo ini bisa dikembangkan juga menjadi PG Rafinasi terbesar minimal di Jawa karena masih mempunyai alat-alatnya. Selain itu, melakukan revitalisasi dan solusi terbaik ini merupakan solusi konkret dibanding harus menutup PG dengan dampak yang luas seperti penutupan PG Demas tempo dulu,” kata Nasim Khan.
Dikatakan, pengembangan produksi gula di Situbondo masih sangat menguntungkan ke depan untk menunjang kebutuhan Nasional serta program swasembada pangan Indonesia. Apalagi jika petani tebu difasilitasi kemudahan mengakses kredit usaha tani yang sangat sulit juga hampir tidak ada sama sekali saat ini.
“Kita hanya tidak ingin, kebijakan pemerintah tidak berpihak kepada masyarakat, serta jangan karena persoalan kepentingan ekonomi tertentu apalagi kepentingan perorangan mengabaikan sosial ekonomi masyarakat. Apalagi Kab. Situbondo sangat berbeda segala halnya dengan yang lain, yaitu sebagai kota santri ‘Bumi Shalawat Nariyah’ Kota Gula,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno memang berencana menutup beberapa pabrik gula demi menciptakan efisiensi untuk menurunkan harga gula nasional yang mencapai Rp12.000/kg. Penutupan pabrik gula yang tidak efisien itu akan dilakukan bertahap.
“Saat ini, banyak PG milik pemerintah yang inefisiensi karena sudah terlalu tua. Oleh karenanya kita harus melakukan efisiensi dengan jaminan petani tebu tetap akan menggiling gula, meskipun kita menutup beberapa pabrik gula milik kita,” kata Rini di Situbondo, Novemver lalu.
Menurutnya, tujuan utama pemerintah melakukan efisiensi yaitu bagaimana meningkatkan kesejahteraan petani dengan tidak mengabaikan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia masih mengeluhkan mahalnya harga gula nasional. Dengan program efisiensi, Rini menjamin, harga gula bisa ditekan dengan harga yang lebih murah dan terjangkau.
“Harga gula kita lebih mahal jika dibandingkan dengan harga gula internasional, oleh karena itu, melalui program efisiensi kita bisa menekan harga gula nasional lebih rendah. Dan dalam melakukan program efisiensi kita tidak akan membiarkan para petani tebu tidak bisa menggiling tebunya,” papar Rini.
Rini meyakinkan kepada para petani tebu di Situbondo, bahwa penutupan tiga pabrik gula tidak akan membuat petani tebu beralih menanam tanaman lainnya. Karena PG Asembagus akan mampu mengakomodir hasil tebu para petani. (*)
Ikuti informasi terkait gula >> di sini <<