Dua Pesan Utama Greenpeace Untuk Periode Kedua Jokowi

Jakarta, Villagerspost.com – Dua buah spanduk raksasa terbentang di dua patung ikonik Jakarta pagi ini, Rabu (23/10), yaitu di Patung Dirgantara di kawasan Pancoran, dan Patung Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia. Pesan dalam spanduk tersebut ditujukan kepada Presiden Joko Widodo yang baru saja dilantik untuk periode kedua pada 20 Oktober 2019.
Dua pesan utama tersebut menyerukan kegentingan untuk meninggalkan energi kotor seperti batu bara dan melakukan penyelamatan hutan. Menurut Greenpeace dua sektor utama yaitu energi dan hutan harus menjadi perhatian khusus bagi Presiden Jokowi dan kabinet barunya, jika ingin benar-benar mengatasi dan memukul mundur krisis iklim.
Indonesia sebagai negara kepulauan sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Kenaikan muka air laut, kekeringan ekstrim, banjir bandang, gagal panen, badai tropis, hingga polusi udara adalah hal-hal yang akan menjadi kondisi normal baru di Indonesia, jika perubahan iklim tidak diatasi dengan serius.
Angka deforestasi berdasarkan data pemerintah tahun 2014-2018 mencapai 3 juta hektare, dengan laju deforestasi mencapai 600 ribu ha/tahun. Sementara energi fosil khususnya batu bara masih mendominasi bauran energi nasional yaitu sebesar 58%, sehingga menghambat laju peralihan menuju energi terbarukan.
Deforestasi dan penggunaan bahan bakar fosil secara masif merupakan penyebab emisi gas rumah kaca terbesar di Indonesia. Padahal, Indonesia ikut meratifikasi Kesepakatan Paris, dan telah berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon sebesar 29%, atau 41% dengan bantuan internasional pada 2030.

“Tahun 2015, Presiden Jokowi berjanji menuntaskan kebakaran hutan dan lahan dalam kurun waktu tiga tahun. Ini sudah memasuki periode kedua, namun kebakaran hutan tahunan masih gagal dihentikan,” ucap Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arie Rompas.
Analisis Greenpeace Indonesia menggunakan data resmi pemerintah yakni data burn scar (bekas kebakaran) menunjukkan bahwa lebih dari 3,4 juta hektare lahan terbakar antara 2015 dan 2018. Konsesi perusahaan dengan total areal terbakar terbesar yang didominasi oleh perkebunan sawit dan bubur kertas, belum diberikan sanksi perdata maupun sanksi administrasi secara konkret.
“Janji penegakan hukum masih tidak tegas dan inkonsisten, sehingga para perusak hutan belum tersentuh hukum,” tegas Arie.
Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Tata Mustasya juga mempertanyakan kebijakan Jokowi yang dinilai tidak sinkron. “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 mengamanatkan pengurangan produksi batu bara secara bertahap, tetapi pemerintahan Jokowi periode pertama malah menggenjot produksi batu bara hingga mencapai lebih dari 500 juta ton di 2019,” ujarnya.
“Jika ingin serius berkomitmen melawan krisis iklim, Pemerintahan Jokowi harus segera beralih kepada pemanfaatan energi terbarukan, energi baik yang aman dan bersih bagi lingkungan dan juga masyarakat, dan baik bagi perekonomian dan masa depan Indonesia,” tegas Tata.
Batu bara sebagai sektor ekonomi, sangat dipengaruhi oleh para kroni, dan sangat erat dengan korupsi politik. Setelah reformasi politik dan pelaksanaan otonomi daerah, elite politik nasional dan daerah masuk ke bisnis batu bara dengan memanfaatkan kekuasaan mereka. Hasilnya, jumlah izin usaha pertambangan (IUP) naik dari 750 di 2001 menjadi 10.000 di 2010, 40 persen di antaranya bisnis batubara.
Hal tersebut telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang masif sementara pendanaan politik dari oligarki batubara telah merusak demokrasi Indonesia. Tidak hanya di sektor pertambangan batubara, elite politik juga memasuki sektor hilir yaitu PLTU batu bara. Salah satu kasus korupsi yang berhasil diungkap KPK adalah korupsi PLTU Riau 1 yang melibatkan politisi Golkar dan Menteri Sosial Idrus Marham.
“Oligarki batubara merupakan potret sempurna dari reformasi yang dikorupsi. Elite politik menggunakan reformasi untuk melakukan korupsi politik di bisnis batubara, baik di hulu maupun hilir. Salah satu langkah konkret yang harus dilakukan Jokowi hari ini adalah membersihkan kabinetnya dari oligarki batu bara,” pungkas Tata.
Editor: M. Agung Riyadi
Related Posts
-
Susi Segera Bentuk Bulog Perikanan Akhir Tahun Ini
No Comments | Jan 24, 2019 -
Perbudakan Modern di Laut Terus Berlanjut, Pemerintah Gagal Lindungi ABK Ikan Indonesia
No Comments | Jul 22, 2020 -
Keterbukaan Informasi Desa Penting untuk Membangun Desa
No Comments | Sep 8, 2016 -
Jerman Dukung Indonesia Lawan Isu Negatif CPO
No Comments | Apr 4, 2016