Greenpeace Apresiasi Kebijakan Nol Deforestasi HSBC

Membentangkan spanduk desakan HSBC berhenti mebiayai perusakan hutan Indonesia (dok. greenpeace)
Membentangkan spanduk desakan HSBC berhenti membiayai perusakan hutan Indonesia (dok. greenpeace)

Jakarta, Villagerspost.com – Greenpeace mengapresiasi perubahan sikap HSBC yang sebelumnya masih mendanai usaha yang merusak hutan. Senin (20/2) kemarin, HSBC mempublikasikan kebijakan baru “nol deforestasi, gambut dan ekploitasi” mencakup pendanaan perusahaan kelapa sawit. Perubahan sikap dari HSBC-–bank terbesar di Eropa dan pendana besar perusahaan kelapa sawit–-adalah tidak lanjut dari investigasi yang dilakukan Greenpeace Internasional yang mengaitkannya dengan penghancuran hutan hujan Indonesia.

Ratusan ribu orang kemudian bergabung dalam kampanye untuk mengubah kebijakan bank tersebut, termasuk 30 ribu nasabah HSBC. Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia Annisa Rahmawati mengatakan, hutan hujan Indonesia telah digunduli pada tingkat yang menakutkan dan bank-bank besar di seluruh dunia mendanai kerusakan ini.

“Komitmen HSBC untuk memutuskan ikatannya dengan perusahaan kelapa sawit perusak adalah langkah pertama yang baik, dan Greenpeace akan memantau secara ketat untuk memastikan implementasinya. Hal ini mengirimkan sinyal jelas bagi bank-bank global lainnya untuk mengikuti langkah ini,” kata Annisa dalam pernyataan tertulis yang diterima Villagerspost.com, Selasa (21/2).

Dalam kebijakan barunya, HSBC telah memperkuat komitmen untuk menolak mendanai perusahaan-perusahaan yang menghancurkan hutan dan gambut. Jika ini diadopsi di seluruh sektor perbankan, kebijakan ini akan menghentikan peran bank dalam mendanai perusahaan-perusahaan kelapa sawit perusak.

Kebijakan baru ini akan meminta nasabah/klien HSBC untuk: Pertama, berkomitmen untuk melindungi hutan alam dan gambut selambat-lambatnya pada 30 Juni 2017. Kedua, mengidentifikasi serta melindungi hutan dan gambut di kebun-kebun baru sebelum memulai pembangunan baru. Ketiga, memfasilitasi verifikasi independen terhadap komitmen kebijakan nol deforestasi, nol gambut dan nol eksploitasi selambat-lambatnya pada 31 Desember 2018.

Perubahan untuk membuat pendanaan kelapa sawit lebih berkelanjutan sebenarnya sudah sangat terlambat. Tingkat deforestasi di Indonesia telah mengambil alih posisi Brazil. Akhir tahun lalu, status konservasi dalam daftar IUCN, orangutan telah bergerak dari “terancam” menjadi “terancam punah”. Studi baru-baru ini memperkirakan asap dari kebakaran hutan dan pengeringan gambut telah menyebabkan kematian dini 100 ribu jiwa di seluruh Asia Tenggara pada 2015.

Tes penting pertama bagi sektor perbankan adalah tanggapannya terhadap konglomerat Korea Selatan POSCO Daewoo yang kini tengah bersiap membuka hutan hujan Papua yang luasnya melebihi Kota Cambridge. Foto satelit terbaru PT Bio Inti Agrindo (anak perusahaan POSCO Daewoo) yang diambil 13 Januari 2017 memperlihatkan sekitar 4.000 hektar hutan hujan yang telah bersaling-silang dengan pembangunan jalan baru, indikator kunci pembangunan perkebunan.

Penelitian yang dilakukan Greenpeace memperlihatkan bahwa dalam lima tahun terakhir, 13 bank termasuk HSBC, BNP Paribas dan Standard Chartered-–telah terlibat dalam penyediaan pinjaman bagi POSCO Daewoo senilai hampir US$3,6 miliar dan surat obligasi dengan total lebih dari US$5 miliar.

“Jelas dari gambar yang mengejutkan ini bahwa klien HSBC–POSCO Daewoo berniat untuk menghancurkan kawasan hutan hujan. Ini adalah tes kunci bagi HSBC. Tidaklah bijak melanjutkan mendanai POSCO Daewoo jika mereka terus menghancurkan hutan hujan Papua,” ujar Annisa.

Greenpeace hari ini telah mengirimkan surat kepada seluruh bank lainnya yang terekspos dalam laporan investigasi “Bankir Kotor untuk meminta apa tindakan yang mereka akan ambil, mengingatkan kebijakan baru HSBC, untuk memastikan mereka tidak mendanai deforestasi.

Ikuti informasi terkait HSBC >> di sini <<

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.