Greenpeace Apresiasi Laporan Independen Rainforest Alliance Terkait APP

Penghancuran lahan gambut untuk produksi pulp and paper (Dok. Greenpeace)
Penghancuran lahan gambut untuk produksi pulp and paper (Dok. Greenpeace)

Jakarta, Villagerspost.com – Greenpeace menyambut baik evaluasi independen oleh Rainforest Alliance tentang kemajuan APP dalam pelaksanaan komitmen nol deforestasi dan rantai pasokannya. Laporan ini mengidentifikasi bidang-bidang penting yang perlu ditangani oleh APP. “Tetapi Greenpeace percaya perusahaan tetap berada di jalur yang benar untuk tetap dalam komitmennya,” kata Zulfahmi, Jurukampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Kamis (5/2).

Greenpeace telah memantau pelaksanaan Kebijakan Konservasi Hutan (FCP) APP sejak diumumkan pada bulan Februari 2013. “Kami telah meninjau ulang laporan Rainforest Alliance dan menganggap bahwa laporan tersebut merupakan penilaian yang adil dan seimbang atas seberapa jauh APP telah melaksanakan komitmen kebijakannya untuk melindungi hutan alam, lahan gambut dan nilai-nilai konservasi tinggi lainnya,” tegas Zulfahmi

Ini termasuk pula di dalamnya bagaimana menangani isu-isu hak-hak masyarakat di seluruh operasi pemasoknya. Zulfahmi mengatakan, laporan Rainforest Alliance menemukan bahwa APP telah memenuhi komitmennya untukĀ  mendorong pemberlakuan moratorium pemasoknya agar menghentikan konversi kawasan hutan alam dan lahan gambut menjadi perkebunan. “Penulis laporan mendokumentasikan deforestasi yang sedang berlangsung dan penebangan di dalam konsesi pemasok APP oleh pihak lain,” ujarnya.

Zulfahmi juga menjabarkan, Rainforest Alliance menyoroti sejumlah tantangan penting yang masih perlu ditangani oleh APP. Greenpeace menyimpulkan bahwa perusahaan masih berada di dalam jalur untuk melaksanakan komitmennya. “Namun, APP perlu lebih serius dalam mengatasi tantangan ini dengan membuatĀ  kemajuan tambahan dalam melaksanakan komitmen Kebijakan Konservasi Hutan. Greenpeace berharap agar APP dapat sepenuhnya transparan tentang bagaimana memenuhi komitmen kebijakan tersebut,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Greenpeace juga menyambut baik pengumuman APP hari ini untuk melakukan perbaikan tambahan ke arah yang lebih baik pada pelaksanaan FCP-nya. “Kami ingin melihat APP untuk segera mengambil tindakan konkret untuk mengatasi konversi hutan dan degradasi oleh pihak lain di dalam konsesi pemasok,” kata Zulfahmi.

Ini berarti akan ada perubahan mendasar dalam hubungan dengan masyarakat adat dan lokal terhadap sebagai mitra dalam pelestarian hutan. “Kami juga mendesak APP untuk memprioritaskanĀ  penanganan ratusan keluhan yang beredar di konsesi dan memperkuat pelaksanaan kebijakan untuk melindungi hak-hak masyarakat, termasuk penerapan prinsip Hak atas Informasi Menyeluruh dan Bebas Paksaan (Free Prior and Informed Consent),” tegas Zulfahmi.

Selain itu, APP telah mengumumkan bagaimana akan mengembangkan dan menerapkan komitmen gambut di FCP-nya. “Greenpeace senang mengetahui bahwa APP telah melibatkan Deltares untuk memimpin sekelompok ahli gambut internasional untuk kembali memetakan-karakteristik sekitar 2 juta hektare lahan gambut di dalam dan sekitar konsesi pemasok APP,” ujar Zulfahmi.

Data baru ini akan memberikan dasar dalam memberikan rekomendasi kepada APP untuk melindungi lahan gambut, memulihkan lahan gambut yang terdegradasi, dan pengembangan standard baru untuk praktek pengelolaan terbaik untuk lahan gambut pada tingkat lanskap. Menyelesaikan masalah yang lebih besar untuk mencapai nol deforestasi di Indonesia mengharuskan pemerintah dan perusahaan untuk bekerja sama dalam mengatasi masalah seperti tumpang tindih izin, konflik lahan dengan masyarakat, perambahan liar dan isu-isu lain yang melemahkan perlindungan hutan.

Perusahaan seperti APP dapat mengatur dan melaksanakan kebijakan nol deforestasi yang ambisius, kecuali jika pemerintah merombak UU kebijakan yang mendukung perlindungan hutan dan secara tegas mendukung hukum yang sudah ada, deforestasi akan terus berlanjut.

Kemajuan APP terhadap kebijakan nol deforestasi berdiri sangat kontras dengan APRIL, satu-satunya pesaing utamanya di Indonesia. Sementara APP dan pemasoknya mengakhiri semua pembukaan hutan hujan dan lahan gambut dua tahun lalu, APRIL mengkonfirmasi pada awal 2014, melalui Kebijakan Kehutanan, bahwa buldoser pemasok mereka akan terus membuka hutan dan lahan gambut sampai 2020.

Selanjutnya, audit independen baru-baru ini dalam operasinya menemukan bahwa tidak ada 50 pemasok telah memenuhi kebijakan baru. Investigasi Greenpeace dan LSM lain di Indonesia mendokumentasikan pembukaan hutan luas termasuk pembukaan lahan gambut dalam yang melanggar peraturan Menteri Kehutanan.

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.