Greenpeace: COP-26 Ujian Bagi Kemanusiaan, Mencegah Krisis Iklim

Aksi Jakarta Climate Strike, membunyikan tanda bahaya krisis iklim di Indonesia (dok. greenpeace)

Jakarta, Villagerspost.com – Direktur Eksekutif Greenpeace International Jennifer Morgan mengatakan, konferensi iklim COP 26 yang berlangsung di Glasgow adalah ‘sebuah ujian bagi kita sebagai manusia’. “Glasgow adalah sebuah ujian bagi kita sebagai manusia. Kita tahu semua yang perlu kita ketahui tentang krisis iklim – penyebab dan dampak, tipuan-tipuan, dan solusinya,” ujarnya, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Senin (1/11).

“Jika kita bekerja sama secara tulus dan penuh rasa hormat sebagai sebuah spesies, kita dapat memenangkan masa depan yang lebih aman, lebih adil, dan lebih hijau untuk semua,” tambahnya.

Jennifer memaparkan, Perjanjian Paris menetapkan tujuan membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celcius. Tetapi para pemerintah yang menandatangani kesepakatan tidak menjanjikan pengurangan emisi yang diperlukan untuk benar-benar mewujudkannya. Itu perlu diubah di Glasgow.

“Di COP-26, dunia dapat kembali ke jalurnya, tetapi beberapa hal besar perlu terjadi,” tegasnya.

Oleh karena itu, kata Jennifer, Greenpeace menyerukan sebuah deklarasi bahwa semua proyek baru berbahan bakar fosil harus segera dihentikan. Greenpeace juga menyerukan rencana pengurangan emisi yang ambisius dari para pemimpin dunia sehingga kita bisa mengurangi separuh emisi global pada tahun 2030.

Selain itu Greenpeace juga menyerukan penolakan rencana untuk membuka pasar global dalam penyeimbangan karbon atau carbon offsets (ini adalah penipuan dan tidak akan berhasil), dan komitmen terhadap aturan yang mendorong kerja sama internasional yang transformasional.

Greenpeace juga menyerukan agar negara-negara kaya mengkonfirmasi penyaluran dana sebesar US$100 miliar per tahun ke negara-negara berkembang dan miskin untuk beradaptasi dengan dampak krisis iklim, mengembangkan sistem energi bersih, dan transisi dari bahan bakar fosil. Dan lebih banyak dana lagi untuk mengkompensasi kerusakan yang sudah disebabkan oleh perubahan iklim di negara-negara berkembang dan miskin.

“Saya hadir di setiap COP, tetapi belum pernah saya lihat fenomena yang demikian kontras. Di satu sisi kita melihat orang-orang, dan negara-negara berjuang untuk keberadaan mereka, sementara di sebelah mereka duduk pemerintah dan industri yang bertekad untuk meneruskan praktik business-as-usual beberapa dekade lagi, terlepas dari penderitaan yang sungguh menyakitkan yang mereka ciptakan. Tidak adanya rasa empati dari mereka itu luar biasa dan memalukan,” ujar Jennifer.

“Jika Glasgow tidak berjalan sesuai keinginan kami, jika kemanusiaan dan alam tidak diprioritaskan secara nyata di atas mencari keuntungan dengan cara destruktif, kami tidak akan menyerah, kami hanya akan menjadi lebih kuat. Bersama-sama, jutaan orang yang membentuk gerakan iklim akan terus mengadvokasi aksi dan keadilan. Dunia yang lebih aman, lebih hijau, dan lebih adil ada di depan mata. Jika para pemimpin dunia bijaksana, mereka akan memanfaatkan momen COP ini,” tegasnya.

Sementara itu, Leonard Simanjuntak, Kepala Greenpeace Indonesia mengatakan, kehadiran Presiden Joko Widodo di Glasgow diharapkan telah mengantongi komitmen kuat dari Indonesia untuk berperan aktif dan ambisius dalam mencapai target 1,5 derajat Celcius. Laporan IPCC memberikan gambaran yang jelas bahwa perubahan iklim sudah mencapai titik krisis.

“Berbagai instrumen finansial termasuk pajak karbon tidak bisa menjadi solusi satu-satunya untuk mengurangi dampak krisis iklim. Nol deforestasi dan menutup pintu bagi energi kotor batu bara adalah solusi utama yang seharusnya dilakukan Indonesia,” ujar Leonard.

Untuk diketahui, COP-26, yang seharusnya diadakan pada tahun 2020, dibuka pada Hari Minggu (31/10). Konferensi tersebut merupakan momen politik terbesar dalam krisis iklim sejak perwakilan pemerintahan berbagai negara bertemu di Paris tahun 2015. Saat itu, Perjanjian Paris disepakati dengan target membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celcius. Sekarang COP Glasgow adalah tempat di mana para pemimpin negara perlu menyepakati cara mencapai target tersebut.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.