Greenpeace Gugat Pemerintah Buka Data Kehutanan
|
Jakarta, Villagerspost.com – Kebakaran hutan yang terjadi di beberapa pulau besar di Indonesia tidak hanya mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan, tetapi juga berdampak luas bagi kesehatan lingkungan. Kerusakan hutan dan lahan terutama ekosistem gambut, kabut asap dan dampak kerugian lainnya adalah merupakan tragedi kemanusiaan.
Greenpeace bersama pengacara publik hari ini mengumumkan gugatan hukum untuk meminta pemerintah untuk membuka data kehutanan dan menjadikan peta digital tentang siapa yang menguasai kawasan hutan Indonesia sebagai data publik. Sejak 8 September 2015 lalu, Greenpeace secara resmi meminta informasi penting ini menjadi milik publik di bawah Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan akan mengambil langkah hukum jika pemerintah menolaknya.
Proses hukum ini dapat dimulai dari pengadilan tingkat pertama, kemudian menyusul banding, atau perkara ini bisa berlangsung hingga ke tingkat Mahkamah Agung. Greenpeace pada hari Kamis (12/11) ini juga memperkenalkan sejumlah pesohor yang juga mendukung kampanye transparansi ini.
Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia Teguh Surya mengatakan, Indonesia saat ini sedang mencoba memulihkan diri dari kerusakan dan kehancuran akibat kebakaran dan kabut asap beracun. Setiap orang termasuk Presiden Jokowi tahu bahwa ini dipicu oleh pembukaan hutan yang masif dan pengeringan gambut untuk perkebunan monokultur skala besar.
Dukungan publik untuk gerakan #Kepoitubaik menunjukkan kalangan masyarakat dari pesohor hingga ribuan masyarakat biasa mengerti bahwa mereka punya hak untuk tahu apa yang sesungguhnya terjadi atas hutan mereka. #KepoItuBaik adalah kampanye Greenpeace Indonesia untuk mengajak publik mengawasi tata kelola hutan di Indonesia dengan cara meminta transparansi data kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sejak September 2015, kampanye ini telah menjaring ribuan orang mendukung keterbukaan akses data pengelolaan hutan di Indonesia. Namun pemerintah menolak permintaan kami untuk membuka peta digital yang dibutuhkan. Informasi yang diminta itu adalah informasi data perizinan dalam bentuk ‘peta shapefile/SHP’ (format peta digital).
“Data-data itu penting bagi publik untuk ikut serta mengawasi dan memonitor perusahaan-perusahaan yang mengambil keuntungan dari pembukaan hutan dan pengeringan gambut yang mengakibatkan kebakaran hutan setiap tahunnya menjadi lebih buruk dari tahun sebelumnya,” kata Teguh dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com.
Karena permohonan data publik ini ditolak pemerintah, Greenpeace bersama kuasa hukum publik dari kantor hukum Widjojanto, Sonhaji & Associates akan melakukan langkah advokasi hukum untuk perkara kebebasan informasi ini.
“Kita akan mengawal proses sengketa keterbukaan informasi peta shapefile/SHP ini sampai ke pengadilan tingkat akhir, karena jutaan masyarakat telah terkena dampak kabut asap selama berbulan-bulan pada tahun ini, mereka memiliki hak atas informasi yang merupakan suatu hal yang sangat penting dalam rangka memastikan tidak akan terulangnya kebakaran yang menghancurkan lingkungan di masa datang,” kata Iskandar Sonhaji, salah satu pengacara yang mengajukan gugatan ini.
Seperti diketahui, korban asap akibat kebakaran hutan dan lahan mencapai lebih kurang 43 juta orang. Korban meninggal 17 orang dan 503 ribu jiwa terkena insfeksi saluran pernafasan akut (ispa).
Indonesia memiliki masalah yang serius dalam korupsi di sektor kehutanan. Data yang dilansir KPK menginformasikan bahwa negara mengalami kerugian sebesar US$9 miliar selama beberapa dekade terakhir akibat praktik illegal di sektor kehutanan. Seperti pepatah “Sinar matahari adalah pembunuh kuman yang efektif–maka keterbukaan peta shapefile/SHP adalah kunci untuk melawan korupsi melalui transparansi informasi.
Peduli terhadap dampak kebakaran, bulan lalu Faried M. Badjeber dan Ahmad Afandi (Andi Babas) anggota band rock Boomerang melakukan perjalanan bersama Greenpeace ke Kalimantan Tengah, dan menjadi saksi penderitaan manusia dan kerusakan lingkungan.
“Selama bertahun-tahun kami telah menikmati tur di seluruh negeri. Tapi tur kami ke lokasi kebakaran hutan dan lahan gambut juga daerah pedalaman merupakan suatu hal yang sangat berbeda. Kami belum pernah melihat penderitaan tragis yang seharusnya tidak perlu terjadi. Kita semua berhutang kepada tanah air ini, maka kita harus menjaganya, manusia, hutan serta satwa liar didalamnya tidak dapat tergantikan. Menjadi Kepo adalah hal yang baik, karena saat itulah kita kita tahu apa yang dibutuhkan untuk mengubah gelombang perusakan hutan,” kata vokalis dan gitaris Boomerang Ahmad Afandi. (*)