Greenpeace: Industri Sawit Masih Jadi Ancaman Bagi Hutan Indonesia

Kerusakan lahan gambut akibat pembukaan lahan perkebunan sawit (dok. greenpeace)

Jakarta, Villagerspost.com – Greenpeace International mengeluarkan laporan terbaru yang mengungkapkan bahwa para pemasok ke merek-merek konsumen terbesar di dunia masih belum dapat menjamin bahwa minyak sawit mereka bebas dari deforestasi. Tak satu pun dari perusahaan tersebut bisa membuktikan tidak ada deforestasi dalam rantai pasok minyak sawit mereka. Laporan ini terbit bersamaan dengan berlangsungnya acara konferensi Roundtable on Sustainable Palm Oil tahunan di Bali.

Greenpeace mengungkapkan industri minyak sawit masih menjadi ancaman bagi hutan Indonesia karena masih menjadi penyebab utama deforestasi di Indonesia. Tiga tahun setelah sejumlah pedagang minyak sawit terbesar di dunia mengadopsi kebijakan ‘nol deforestasi’, Greenpeace International memeriksa 11 pedagang untuk melihat berapa banyak kemajuan yang telah mereka lakukan. Hasilnya, mereka tidak hanya gagal membuktikan bahwa pemasok mereka tidak menghancurkan hutan, sebagian besar juga tidak dapat mengatakan kapan rantai pasok mereka bebas dari deforestasi.

“Industri minyak sawit masih rusak dan laporan kami menunjukkan para pedagang tidak mempunyai rencana untuk memperbaikinya. Alih-alih menjalankan komitmen mereka dengan serius, kebanyakan pedagang malah memiliki kebijakan ‘jangan tanya, jangan beritahu’ yang berpura-pura segalanya terkendali saat hutan Indonesia terbakar,” kata Bagus Kusuma, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Senin (27/11).

Temuan dari survei Greenpeace International mengungkapkan, pertama, tidak satu pun dari perusahaan yang disurvei dapat mengatakan dengan pasti bahwa tidak ada deforestasi dalam rantai pasok minyak sawit mereka. Kedua, meskipun 10 dari 11 pedagang memiliki kebijakan ‘nol deforestasi’, hanya dua di antaranya telah menetapkan tenggat waktu pelaksanaan. Yang lainnya tidak dapat mengatakan kapan mereka akan membersihkan suplai minyak sawit mereka. Ketiga, hampir semua pedagang tidak memiliki peta kebun para pemasok mereka, sehingga mustahil untuk mengetahui apakah mereka membuka hutan atau tidak.

Temuan ini merupakan peringatan bagi merek-merek rumah tangga yang menggunakan minyak sawit. Sebagian besar merek, termasuk 400 perusahaan dalam Consumer Goods Forum, telah berkomitmen untuk membersihkan pasokan minyak sawit mereka pada tahun 2020. Hanya dua pedagang sawit yang dinilai oleh Greenpeace International berencana untuk memenuhi tenggat waktu tersebut. Sebagian besar tidak memiliki tenggat waktu sama sekali, membiarkan konsumen mereka tidak berdaya untuk menghentikan minyak sawit kotor memasuki produk mereka.

“Ini adalah panggilan untuk membuka mata bagi pemilik merek-merek seperti PepsiCo, Unilever, Procter & Gamble dan Mondelez, yang menjanjikan pelanggan mereka bahwa mereka tidak akan merusak hutan. Merek-merek konsumen tidak dapat mengandalkan pedagang minyak sawit untuk memasok mereka dengan minyak sawit nol deforestasi. Oleh karena itu, pemilik merek-merek perlu melangkah maju dan membuat pedagang minyak sawit memutuskan hubungan dengan penanam sawit yang tidak akan mengubah praktik kotor mereka,” papar Bagus.

Situasi ini sangat penting bagi hutan Indonesia. Negara ini telah kehilangan 31 juta hektare hutan – sebuah wilayah yang hampir seluas Jerman – sejak 1990. Deforestasi juga merupakan ancaman besar bagi hewan-hewan langka yang tinggal di sana, seperti orangutan. Tahun ini, sebuah studi tentang orangutan di Kalimantan dan Sumatera menunjukkan bahwa populasi mereka telah menurun secara signifikan karena hancurnya hutan habitat mereka.

“Greenpeace meminta para pedagang minyak sawit dan merek-merek untuk menepati janjinya dan berhenti membeli minyak dari perusahaan yang masih menghancurkan hutan,” pungkas Bagus. (*)

Facebook Comments
One Comment

Add a Comment

Your email address will not be published.