Greenpeace: Pembatasan Kendaraan Bemotor untuk Atasi Polusi Udara tak Cukup
|
Jakarta, Villagerspost.com – Rencana pemerintah membatasi kendaraan bermotor untuk mengatasi masalah polusi udara pada masa Asian Games 2018 dinilai Greenpeace sebagai langkah yang tidak akan membuat udara Jakarta kembali sehat dalam seketika. Jurukampanye Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu mengatakan, permasalahan polusi udara tidak bisa diselesaikan hanya dengan membatasi kendaraan bermotor.
“Pemerintah harus melihat sektor mana penyumbang polusi terbesar dan membereskan sektor tersebut,” kata Bondan, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Jumat (3/11).
Menurut data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, kata Bondan, 29% sumber pencemaran udara C02 berasal dari sektor industri. “Lemahnya standar kualitas udara Indonesia memberi ruang untuk industri ini membuang polutan berbahaya ke udara kita jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan negara lain yang menerapkan standar kualitas udara yang lebih kuat. Karena itu, yang pertama harus dilakukan pemerintah adalah memperkuat standar kualitas udara Indonesia dan memastikan industri mematuhi ambang batas tersebut,” tegas Bondan.
Tingkat SO2 dan NOX yang saat ini diizinkan oleh pemerintah (750 mg/Nm3) adalah tujuh kali lebih tinggi daripada di sebagian besar negara-negara lain. Sementara standar total partikulat atau PM (100 mg/Nm3) adalah tiga kali lebih tinggi dari negara-negara lain.
Dalam laporan Jakarta Silent Killer yang diluncurkan Greenpeace minggu lalu, ditemukan bahwa saat ini Jakarta dikepung oleh 8 PLTU batubara serta 4 PLTU batubara yang akan direncanakan dibangun. “Kondisi ini tentunya akan memperburuk dampak polusi udara di Jakarta jika pembangunannya terus dilanjutkan,” papar Bondan.
Pemerintah perlu melakukan tindakan lebih jauh untuk memastikan udara Jakarta dalam kondisi sehat. Sebagai contoh, di China, menjelang Olimpiade tahun 2008 dulu selain melarang kendaraan pribadi masuk Beijing, pemerintah juga menutup seluruh PLTU batubara dan pabrik di dalam dan sekitar Beijing sejak tiga bulan sebelum olimpiade untuk mendapat langit biru di Beijing kala Olimpiade berlangsung.
“Kesehatan para atlet internasional yang akan bertanding di Asian Games 2018 dan kesehatan warga Jakarta dalam jangka panjang jauh lebih penting daripada keuntungan industri yang berlindung dibalik lemahnya regulasi standar kualitas udara Indonesia,” tegas Bondan.
“Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus bekerja bersama memastikan langit Ibu Kota kembali biru dan udara yang kita hirup tidak mengancam kesehatan kita,” pungkas Bondan. (*)