Greenpeace Sayangkan KIP Tutup Akses Data HGU Papua dan Papua Barat

Pembukaan hutan untuk perkebunan sawit di Papua (dok. greenpeace)

Jakarta, Villagerspost.com – Greenpeace menyayangkan putusan Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) yang menetapkan informasi dokumen Hak Guna Usaha (HGU) di Provinsi Papua dan Papua Barat sebagai informasi publik yang bersifat tertutup. KIP menentukan hanya daftar nama pemegang HGU saja yang sifatnya terbuka, sementara dokumen serta peta areal HGU digolongkan sebagai informasi yang tertutup.

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Asep Komarudin mengatakan, alasan isu keamanan negara di Papua, yang dijadikan dasar keputusan, tidak relevan dengan informasi HGU. “Informasi lengkap HGU disertai peta sebaliknya akan memperjelas status kepemilikan izin, sehingga masalah penguasaan ilegal yang memicu konflik dapat dihindari,” ujar Asep, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Selasa (15/10).

Atas dasar putusan itu, KIP kemudian memerintahkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN (Termohon) untuk memberikan informasi HGU tersebut kepada Greenpeace Indonesia (Pemohon) dalam amar putusan sengketa informasi.

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian, menyatakan informasi yang dimohonkan pemohon yaitu: nama pemilik HGU dan daftar HGU terlantar di provinsi Papua dan Papua Barat sebagai informasi publik yang bersifat terbuka,” kata Hendra J Kede selaku Ketua Sidang dan Wakil Ketua KIP saat membacakan amar putusan, di Ruang Sidang KIP, Jakarta, Senin (14/10).

Anggota Majelis Komisioner Arif Adi Kuswardono, memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion dengan dua majelis lain yang menilai dokumen HGU adalah informasi yang terbuka. Dalil Kementerian ATR/BPN soal pemberian informasi HGU berpotensi disalahgunakan untuk kampanye sawit dan membahayakan keamanan negara, menurut Arif merupakan suatu dalil yang belum terbuktikan.

Asep menilai, informasi HGU tanpa dokumen dan peta seperti melucuti fungsi kontrol publik terkait isu HGU bermasalah. “Putusan ini justru melemahkan,” tegas Asep.

Putusan KIP ini, kata dia, bertentangan dengan UU Keterbukaan Informasi Publik Pasal 11 Ayat (2). “Di situ diatur, informasi publik yang sudah dinyatakan terbuka melalui mekanisme penyelesaian sengketa, merupakan informasi yang wajib tersedia setiap saat,” tegas Asep.

Putusan ini, bisa menjadi preseden buruk bagi kasus serupa. Seperti diketahui, sejauh ini terdapat tiga tuntutan serupa yang telah diperkuat putusan Mahkamah Agung yang menyatakan HGU adalah informasi terbuka tanpa pengecualian. Selain itu, LBH Papua sendiri telah memenangkan gugatan informasi hingga PTUN di Jayapura, terkait data HGU 31 perusahaan sawit yang beroperasi di provinsi Papua.

Kronologi Sengketa Gugatan Informasi Publik KIP Vs Greenpeace

30 Januari 2018: Greenpeace Indonesia mengajukan permintaan informasi kepada Kementerian ATR/BP terkait data lengkap HGU untuk provinsi Papua dan Papua Barat serta data HGU terlantar. Hingga lebih dari jangka waktu yang ditentukan dalam UU No 14 Tahun 2008 tentang KIP, Kementerian ATR/BPN tidak memberikan jawaban

8 Maret 2018: Greenpeace Indonesia mengirim surat pernyataan keberatan atas permintaan informasi yang ditujukan kepada Kepala PPID Kementerian ATR/BPN

27 Maret 2018: Kementerian ATR/BPN membalas surat Greenpeace. Isinya: “menyatakan tidak dapat menyajikan dokumen yang diminta karena belum terdokumentasikan dengan lengkap dan saat ini sedang dalam penyusunan peraturan dan NSPK terkait data dan informasi HGU”.

18 April 2018: Greenpeace Indonesia mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi ke Komisi Informasi Publik (KIP)

3 Desember 2018: Sidang perdana sengketa informasi publik Greenpeace vs Kementerian ATR/BPN

14 Oktober 2019: Putusan sengketa informasi, yang mana, KIP menyatakan informasi yang dimohonkan Greenpeace merupakan informasi yang terbuka sebagian dengan alasan keamanan.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.