Greenpeace Usir Tongkang Batubara dari TN Karimunjawa

Aktivis Greenpeace Indonesia menghalau sebuah kapal tongkang batubara dari perairan Taman Nasional Karimunjawa (dok. greenpeace)

Jakarta, Villagerspost.com – Jelang pertemuan pemimpin industri batubara dunia di Bali, Greenpeace menghalau keluar sebuah kapal tongkang batubara dari Taman Nasional Karimunjawa, Rabu (2/5). Aktivis Greenpeace Indonesia menghalau tongkang batubara yang melewati kepulauan Karimunjawa yang menakjubkan, melukisnya dengan pesan ‘Break Free From Coal’ dan ‘Coral Not Coal’ sebagai protes terhadap kerusakan yang terjadi pada terumbu karang di daerah tersebut dan berdampak panjang terhadap perubahan iklim.

Kapal Greenpeace, Rainbow Warrior, kemudian mengantar tongkang batubara keluar dari taman nasional. Tongkang itu ditargetkan karena membawa batubara dari tambang di Kalimantan untuk pembangkit listrik di Jawa, Indonesia, dalam aksi damai yang merupakan bagian dari gerakan global Break Free terhadap bahan bakar fosil.

Pada awal 2017, ratusan meter persegi karang hancur oleh lima kapal tongkang yang berada di perairan tersebut, saat kapal-kapal ini tengah berlindung selama badai. “Perdagangan batubara ini telah menghancurkan salah satu wilayah terindah di Indonesia, area yang dilindungi pemerintah sebagai taman nasional,” kata Jurukampanye Iklim dan Energi dari Greenpeace Indonesia Didit Haryo, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com.

Kepulauan Karimunjawa adalah taman nasional yang kaya akan terumbu karang, rumput laut, hutan bakau, hutan pantai dan hutan hujan tropis dataran rendah. Tempat ini merupakan rumah bagi tiga jenis penyu dan hampir 400 spesies fauna laut, termasuk ratusan ikan hias, menjadikannya salah satu tujuan wisata paling populer di Indonesia.

Namun keindahan alam Karimunjawa dan mata pencaharian penduduk yang bekerja di industri perikanan dan pariwisata lokal kini terancam oleh tongkang batubara yang secara rutin melintasi perairan ini. Yarhannudin, anggota komunitas Akar mengatakan, bukan hanya karang yang rusak, tetapi nelayan lokal juga terkena dampaknya.

“Kami khawatir jika terjadi kehancuran terumbu karang, kami akan kehilangan industri pariwisata. Rumah, komunitas, dan mata pencaharian kami terkena dampak penggunaan batu bara, namun kami merasa tidak memiliki suara soal permasalahan ini,” kata Yarhannudin, .

Pada tanggal 6 Mei, salah satu acara industri batubara terbesar di dunia sedang berlangsung di Bali. Data terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa Asia Tenggara memiliki tingkat pencemaran udara ambien tertinggi di dunia. Menurut Global Burden of Disease, polusi udara ambien bertanggung jawab atas 17.600 kematian prematur setiap dua hari di Asia pada tahun 2015, atau 440 kematian setiap 2 hari di Indonesia.

“Tongkang-tongkang ini bagian dari industri yang merusak keindahan alam Indonesia serta mencemari udara kita. Kesehatan masyarakat terancam, sementara pertemuan industri batubara di Bali hanya akan menghasilkan kesepakatan demi mengamankan masa depan industri batubara. Negara ini tidak ini tidak layak menggunakan energi kotor, sudah saatnya pemerintah berpihak pada rakyat ketimbang industri batubara dan segera beralih ke energi terbarukan,” pungkas Didit Haryo.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.