Gugatan Nelayan Menang, Reklamasi Harus Dihentikan
|
Jakarta, Villagerspost.com – Para nelayan tradisional dan aktivis lingkungan yang mengajukan gugatan atas proyek reklamasi Pulau G di teluk Jakarta akhirnya bisa bernapas lega. Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta, lewat putusannya pada hari ini, Selasa (31/5) mengabulkan gugatan mereka.
Majelis hakim yang dipimpin hakim Adhi Budi Sulistyo memutuskan Surat Keputusan Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang pemberian izin pelaksanaan reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra tertanggal 23 Desember 2014 tidak sah. Majelis hakim pun mewajibkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk mencabut SK tersebut.
Majelis hakim juga memerintahkan agar tergugat menunda pelaksanaan keputusan Gubernur DKI Jakarta sampai berkekuatan hukum tetap. Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menegaskan adanya beberapa pelanggaran yang dilakukan pihak Gubernur DKI dalam mengeluarkan SK tersebut.
(Baca juga: Reklamasi Masuk Rencana Revisi UU Konservasi Sumber Daya Alam)
Pertama, tidak dicantumkannya Undang-Undang 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai salah satu dasar pertimbangan. Kedua SK tersebut sudah memuat rencana zonasi sementara rancangan peraturan daerah terkait zonasi belum disahkan.
Ketiga, dalam penyusunan dokumen analisa mengenai dampak lingkungan (amdal) pihak pengembang tidak melibatkan pihak nelayan. Keempat, SK tersebut tidak sesuai dengan ketentuan UU Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Lahan untuk Kepentingan Umum. Kelima, proyek reklamasi tersebut akan berdampak buruk pada lingkungan, sosial, ekonomi serta menganggu objek vital negara.
Putusan majelis hakim ini pun disambut gembira para nelayan. “Alhamdulilah, puji syukur kepada Tuhan YME, hari ini, 31 Mei 2016, Hakim PTUN mengabulkan keberatan nelayan terhadap proyek reklamasi,” kata Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Bidang Hukum dan Pembelaan Nelayan Marthin Hadiwinata, dalam pesan tertulis kepada Villagerspost.com, Selasa (31/5).
Marthin mengatakan, pihaknya sejak awal yakin majelis hakim akan setuju dengan nelayan bahwa reklamasi Pulau G bertentangan dengan UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Apalagi, reklamasi dilakukan tanpa adanya Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil termasuk tidak adanya partisipasi masyarakat dalam hak atas lingkungan yang bersih dan sehat.
“Reklamasi juga memberi dampak buruk kepada arus laut yang mengakibatkan sedimentasi dan pencucian alami perairan teluk yang berdampak buruk kepada ekosistem dan akses nelayan untuk melaut,” ujarnya.
Marthin berharap keputusan ini dapat segera diimplementasikan di lapangan. Kegiatan reklamasi dihentikan, perbaikan lingkungan disegerakan, dan pemulihan sosial ekonomi nelayan di Teluk Jakarta menjadi prioritas.
“Kami mendukung perbaikan dan pemulihan Teluk Jakarta dengan pembangunan partisipatif. Kita berharap putusan ini juga memberi inspirasi kepada kepada daerah lain untuk segera menghentikan kegiatan reklamasi di daerahnya, seperti Bali, Makassar, dan lain-lain,” tegasnya.
Pihak Pemprov DKI khusus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama diminta agar patuh pada putusan tersbut dan tidak ngotot melanjukan proyek reklamasi. Jika ngotot, maka Ahok akan menunjukkan dirinya tidak taat konstitusi.
“Konstitusi sangat jelas telah mengatakan bahwa sumber daya alam diberikan kepada rakyat untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran, tidak untuk kepentingan pemodal,” pungkas Marthin.
Terkait putusan ini, Ahok sendiri mengaku belum bisa mengambil langkah untuk menindaklanjutinya. Dia menegaskan, pihaknya masih akan mempelajari putusan itu. Ahok juga menegaskan putusan itu belum berkekuatan hukum tetap. “Saya kira itu belum inkracht. Kita lihat saja bagian hukum seperti apa,” ujarnya. (*)
Ikuti informasi terkait reklamasi >> di sini <<